Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, saat memimpin rapat koordinasi kewaspadaan terhadap ancaman bencana di Gedung Negara Grahadi

SURABAYA|duta.co – Angin kencang menjadi salah satu bencana yang cukup mendominasi di Jawa Timur, selain banjir dan tanah longsor. Dari total bencana yang terjadi, angin kencang sebanyak 36 persen, banjir 25 persen, angin puting beliung 8 persen, tanah longsor 7,5 persen, lalu karhutla, gempa bumi, dan sejumlah bencana lainnya sebesar 23,5 persen.

Lokus kejadian bencana di atas tersebar di 38 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. Bencana itu mengakibatkan 15 jiwa melayang, 62 orang luka-luka, 2.234 jiwa mengungsi, dan 4.523 rumah rusak.

“Di masa mendatang tantangan penanganan bencana semakin berat, mengingat dari tahun ke tahun kualitas dan intensitas bencana semakin meningkat dan semakin beragam,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, saat memimpin rapat koordinasi kewaspadaan terhadap ancaman bencana di Gedung Negara Grahadi, Senin (23/12/2019) sore

Rapat ini dihadiri Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi maupun Forkopimda 38 kabupaten/kota se-Jawa Timur.

Khofifah memaparkan, Jawa Timur terancam 12 jenis potensi bencana, baik geologi, hidrometeorologi, bencana alam, dan bencana non-alam. Bencana hidrometeorologi yang paling dominan.

Adapun 12 potensi bencana itu banjir, banjir bandang, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kegagalan teknologi, kekeringan, wabah penyakit, erupsi gunung, cuaca ekstrem, tanah longsor, tsunami, serta kebakaran hutan dan lahan.

Data Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD Provinsi Jatim menunjukkan, terjadi 437 kejadian bencana kategori tinggi dan sedang di Jatim sampai Desember ini.

Melalui rapat koordinasi itu, Khofifah minta semua pihak yang tergabung dalam Forkopimda mengumpulkan informasi terkait bencana, menganalisis dan menindaklanjuti dengan pengurangan risiko.

“Upaya penanganan yang dilakukan oleh berbagai pihak ini harus dimulai saat prabencana. Bencana ini adalah urusan bersama, mencegahnya juga harus bersama-sama,” ujarnya.

Perlu diketahui, rapat koordinasi ini menjadi tindak lanjut dari berlakunya Undang-Undang 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana yang ditindaklanjuti Perda Jatim 3/2010 tentang Penanggulangan Bencana.

Khofifah menegaskan, dengan aturan itu, penanganan bencana yang sebelumnya berorientasi pada pola reaktif/proaktif, sekarang lebih pada pola penanganan preventif berbasis pengurangan resiko bencana (PRB). (zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry