AUDIENSI : Sekretaris LSM Lasbandra, Ach. Rifa'i Saat Audiensi dengan Ketua Pengadilan Negeri Sampang Irianto prajatna utama di Ruang Sidang PN Sampang. (duta.co/fathur)

SAMPANG | duta.co – Terkesan tidak profesional dan melanggar kode etik serta mengabaikan putusan bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY),  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar pemberdayaan dan peduli Rakyat atau disingkat Lasbandra audiensi dengan Jajaran Petinggi Pengadilan Negeri (PN) Sampang.

Bahkan karena di duga sering permainkan Hukum, LSM Lasbandra ancam laporkan oknum Jaksa & Hakim di Sampang Ke Kejagung.

LSM Lasbandra mempertanyakan kinerja Pengadilan Negeri Sampang yang mencolok janggal, terkait dalam penanganan suatu perkara hukum, terhadap terdakwa Amiruddin, warga Desa Banjar Talela, Kecamatan Camplong, dengan perkara penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat hela yang dipakainya saat bekerja melaut.

Kejanggalan sebagaimana pengakuan Terdakwa Amiruddin terhadap sekjen Lasbandra, Ach. Rifa’i antaranya, Proses sidang yang baru di ikuti hanya 1kali, tapi pihak PN Sampang menjelaskan sudah 4 kali berlangsung, Putusan Tersangka yang berbanding terbailk dengan Polisi Air Laut (Polairut) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang, Serta sejumlah pungutan uang peringanan hukuman dari pihak oknum Yuridis dan ancaman hukumannya subsidair 3 bulan kurungan.

“Sangat Mencurigakan, dalam Putusan PN Sampang, Terdakwa di haruskan bayar Rp.17juta dan Subsidair 3bulan kurungan, namun terdakwa Amiruddin mengaku telah cukup dimintai uang sebesar Rp. 15juta dari pihak Yuridis dari Kejari yang  lupa namanya, dengan sisa Rp.2juta tidak usah bayar, dan akan di tanggung pihak Jaksa,” Jelasnya Rifa’i.

Rifa’i juga menilai Aparat hukum di PN Sampang, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pihak Hakim PN Sampang tidak mempertimbangkan sisi Kemanusiaan. Pelanggaran bagi terdakwa dikaui bersalah sesuai pasal 85 JO 100B Undang-undang RI, tapi bila melihat barang bukti yang ada, dan kondisi kehidupan terdakwa, tidak seharusnya hukuman dengan denda sebesar Rp. 17juta sebagaimana putusan PN Sampang, serta adanya indikasi permainan hukum.

“Kami ke PN Sampang karena proses peradilannya terasa janggal, makanya kami datangi PN Sampang guna memastikan proses peradilannya sudah berjalan sesuai aturan hukum atau tidak,” ujar Sekjen Lasbandra Rifai.

Ditambahka Rifa’i, Proses administrasinya terkesan asal-asalan yakni terdakwa Amirudin tidak pernah merasa menerima surat penetapan tersangka dari pihak penyidik Polairud Polres dan juga surat panggilan resmi dari pihak Kejari maupun surat resmi panggilan dari PN setempat, untuk itu, jelas terindikasi kuat, Ketua PN Sampang,  Irianto prajatna utama Terindikasi Abaikan Putusan Bersama MA dan KY Tentang Kode Etik.

Menarik dan perlu diketahui publik, Kedua instansi ini diduga melakukan pelanggaran etik Hakim dan perilaku Jaksa karena penanganan perkara terdakwa ditangani oleh oknum yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan yaitu suami istri antara oknum Jaksa (suami) dengan oknum hakim PN (istri).

Hal ini tentunya mencederai proses hukum sebagaimana yang tertuang dalam keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009, Penerapan 3.1 umum poin nomer 3,5 dan 6 dan dalam pasal 157 ayat 1,2 dan 3 KUHP bab XVI bagian ketiga acara pemeriksaan biasa.

“Jaksa dan Hakim ada hubungan kekeluargaan itu tidak boleh, dan apabila keduanya menangani perkara bersamaan bisa batal hukum,” tegasnya.

Sementara Ketua PN Sampang, Irianto prajatna utama menyatakan, untuk perkara yang dilakukan Amiruddin merupakan perkara yang bersifat khusus (lex specialis). Namun proses persidangan juga dilakukan yang sama (terbuka).

“Sidangnya terbuka dan menjalani empat kali persidangan. Perkara Amirudin ini masuk perksra khusus yang penghukumannya bisa badan atau denda.

Sedangkan keterangan saksi ahli dari dinas kelautan Provinsi Jatim itu dibacakan berdasarkan persetujuan terdakwa. Dan semuanya sudah ada dalam Berita Acara Sidang,” katanya.

Sementara mengenai adanya keterhubungan pasutri antara Hakim dan Jaksa, Irianto sapaan akrabnya tidak mempermasalahkannya. Sebab pihaknya sudah melakukan pemilahan dalam  menentukan tugas dalam menjalankan persidangan sehingga keduanya tidak menangani satu perkara bersamaan.

Lebih jauh Irianto menegaskan, pihaknya mengaku telah menjalankan pekerjaannya secara profesional. Bahkan pihaknya mengancam kepada anggotanya manakala terdengar ada yang main mata dalam menangani suatu perkara. (tur)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry