SIDANG KASUS PWU: Dahlan Iskan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda, Waru, Sidoarjo. (ist)

SURABAYA | duta.co – Sidang kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) berupa tanah bangunan di Kediri dan Tulungagung dengan terdakwa Dahlan Iskan (DI) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (21/2). Sidang kali ini mengagendakan keterangan saksi .

Sayangnya keinginan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, untuk menggiring fakta hukum sesuai dengan kemauannya, terus mendapat sorotan. Hal ini terlihat dari upaya jaksa yang terkesan enggan mengejar bukti dan saksi fakta atas pelepasan aset PT PWU.

Pasalnya, pada persidangan yang dipimpin hakim Tahsin, dari sembilan saksi yang dipanggil, hanya tiga orang yang hadir, yakni Sekretaris DPRD Jatim Achmad Jailani, pensiunan Pemprov Amirullah, dan mantan Komisaris PT PWU Jatim Abdul Ghaffar.

Enam saksi lainnya absen, beralasan sakit. Misalnya mantan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo sakit dan harus menjalani perawatan. Demikian pula Direktur PT Sempulur Adi Mandiri Sam Santoso masih sakit. Juga Rinto Harno yang juga sakit. Tiga saksi lainnya yang absen adalah Sri Areni, Abdul Mukti, dan Mamik.

“Sebenarnya kita menghadirkan sembilan saksi. Tapi, hanya tiga yang bisa hadir. Karena enam orang saksi ini berhalangan hadir, dengan alasan ada yang sakit dan masih dirawat,” jelas Ketua Tim JPU dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Nyoman Sucitrawan.

Yang menarik, dalam kesaksian Ahmad Jailani menyebutkan jika ada surat dari PT PWU terkait dengan permintaan pelepasan aset-aset perusahaan yang dianggap tidak produktif lagi. Surat tersebut, pada 6 Maret 2002 dijawab oleh dewan, sesuai dengan hasil dengar pendapat antara Komisi C DPRD Jatim dengan PT PWU, menyetujui pelepasan dan penjualan aset yang dianggap sudah tidak produktif.

Sayangnya, dalam surat tersebut disebutkan adanya lampiran yang berisi daftar mengenai aset yang dimaksud PT PWU. Namun sayang, menurut Jailani, daftar lampiran pada surat tersebut tidak ada alias hilang.

Saat didesak oleh salah satu kuasa hukum DI, Agus Dwi Warsono, terkait keberadaan lampiran surat itu, Jailani mengaku sudah mencarinya bersama staff. Demikian juga saat didesak mengenai copy dokumen, Jailani mengaku tidak memilikinya. “Masak Sekretariat tidak punya backup dokumennya. Kan aneh,” ungkap Agus.

Uniknya, saat Agus bertanya pada saksi Jailani mengenai apakah pernah diminta jaksa untuk meminta kesaksian dari para mantan anggota Komisi C kala itu, secara spontan Jailani menjawabnya tidak. Demikian juga jawaban tersebut langsung ditimpali oleh Jaksa Trimo dengan  entengnya sudah melakukan upaya yang maksimal. “Sudah maksimal kita mencari dokumen itu,” jawabnya.

Dalam kesaksian Jailani, jaksa terlihat berupaya menggali keterangan terkait dengan ada atau tidaknya izin pelepasan aset PT PWU dari DPRD Jatim. Faktanya, PT PWU memang mengantongi izin penjualan aset dari DPRD Jatim. Izin itu dituangkan dalam surat bernomor 593/6083/040/2002.

Surat bertanggal 24 September 2002 tersebut ditandatangani Ketua DPRD Jatim periode 1999-2004 Bisjrie Abdul Djalil. Dalam surat itu, DPRD Jatim menegaskan, sesuai hasil rapat dengar pendapat antara komisi C dan PT PWU, diputuskan pelepasan aset diproses sesuai UU Perseroan Terbatas (PT). Artinya, dalam melepaskan aset, PT PWU sebenarnya cukup melaksanakan keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Sementara itu, untuk penjualan aset di Kediri dan Tulungagung, direksi telah mendapatkan izin dari para komisaris lewat RUPS. Fakta tersebut terungkap dari kesaksian dua orang mantan komisaris utama PT PWU, RMA. Amirullah dan Abdul Gaffar. Bahkan, menurut keduanya, dalam kepemimpinan dibawah Dahlan, PT PWU mampu menyumbang pendapat asli daerah (PAD) setiap tahunnya. “Kinerja pak Dahlan baik. Ukuran baik menurut saya dalah, PWu mampu menyumbang PAD,” ujar Gaffar. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry