Dokter Zulkifli S Ekomei. FT/IST)

“Setelah semuanya siap, saya akan tampil di depan publik. Saya bicara dari hati ke hati. Saya bicara tanpa teks. Saya tidak ingin ada persepsi macam-macam. Semua harus yakin, bahwa, apa yang saya ucapkan adalah dari hati saya sendiri.”

Oleh : Zulkifli S Ekomei

SAYA sangat memahami kondisi sapean. Tetapi, inilah saat yang tepat sapean merenung. Mengenali  diri sapean sendiri. Mensyukuri apa-apa yang sudah didapat, berpikir dan bertindak untuk kepentingan orang banyak.

Karena apa? Karena semua itu sudah sapean miliki. Apa yang ada di tangan sapean, hakekatnya bukan anugerah, tetapi amanah. Harus sapean jaga, karena kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. Itu pun kalau sapean percaya ada akhirat.

Jika tidak, sebagai orang Jawa, konon Jawa-né digowo, memegang teguh filosofi, bahwa dalam hidup itu berlaku hukum tabur tuai, alias “NGUNDUH WOHING PAKARTI“. Sopo sing nandur, yo kuwi sing bakalé ngunduh. Siapa yang menabur, maka, ia akan menuai.

Baiklah! Sekarang, saya akan memposisikan diri: SEANDAINYA SAYA JADI SAPEAN. Pertama, tentu saya akan lebih banyak mendekatkan diri dan bersujud kepada Gusti Allah. Memohon ampun terhadap segala kesalahan maupun kekhilafan saya. Ini sekaligus memohon petunjuk, apa yang harus segera saya lakukan demi mengatasi seluruh permasalahan bangsa ini.

Saya yakin, dengan mendekatiNya, Tuhan tak akan segan-segan memberikan apa yang manusia butuhkan. Termasuk pengetahuan. Dalam wujud perenungan yang dalam, berproses mengenali diri sendiri, siapa saya? Dan untuk apa saya hadir ke dunia ini?

Jika saat ini saya memangku jabatan penting, lalu, apa kekuatan dan kewenangan yang saya miliki? Saya juga koreksi dan instrospeksi diri, kira-kira apa saja kelemahan saya? Maka saya akan mencoba mengingat kritikan yang pernah saya terima. Bahkan caci maki yang pernah saya dengar.

Mengapa? Karena tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Segala yang baik atau buruk, itu selalu bisa diambil hikmah pembelajarannya. Jika kita berbesar jiwa, saya akan melupakan semua sanjungan, termasuk puja-puji yang melenakan, yang isinya hanya asal bapak senang. Hanya bermaksud menyenangkan saya. Dan itu, saya tahu, dilakukan oleh orang-orang demi menjilat saya. Jika diikuti justru menjerumuskan saya ke lembah kenistaan.

Dengan petunjukNya, saya akan melihat peluang apa yang bisa saya gunakan untuk menyelesaikan masalah yang serba darurat yang menyebabkan kepanikan ini? Masalah yang sudah memakan korban jiwa cukup banyak, dan ancaman krisis multidimensi, di mana banyak orang menggantungkan harap pada kebijaksanaan dan kebijakan saya.

Karena itu, saya tahu benar, bahwa, mereka sekarang menunggu saya, karena untuk menuntaskan permasalahan yang merundung bangsa, ini bukan orang lain, tetapi saya.

Setelah itu dengan keyakinan penuh dan bersandar kepadaNya, saya akan mengundang orang-orang yang saya anggap bisa membantu dengan ikhlas. Baik pemikiran-pemikiran, maupun yang mempunyai hubungan dengan pihak-pihak yang bisa segera membantu tindakan darurat. Ini segera saya lakukan. Dari sini, saya akan membentuk tim yang saya yakin akan bekerja maksimal, sehingga langkah dan target saya segera terwujud.

Tentu, efektivitas dan efisien adalah kata kunci yang saya pegang. Semua pembantu saya, yang bisanya cuma ABS (asal bapak senang), menjilat akan segera saya berhentikan. Mereka selama ini hanya menjadi beban, baik beban anggaran maupun beban psikologis.

Karena pernyataannya justru menimbulkan kegaduhan dan kepanikan pada situasi darurat ini. Saya juga akan memberhentikan mereka yang selama ini ada di lingkaran saya, karena hutang budi atau balas budi dan pertimbangan akomodatif sudah selesai, saya lupakan romantisme masa lalu. Ini demi kepentingan yang lebih besar: manfaat orang banyak.

Saya akan Bicara Tanpa Teks

Lalu? Saya akan memangkas semua anggaran yang tidak perlu. Sayang akan alokasikan pada hal-hal yang bersifat darurat yang membutuhkan pembiayaan. Saya minta mereka yang selama ini sudah menjadi penikmat, agar mengembalikan uangnya. Membiayai apa yang akan saya lakukan. Dengan kewenangan saya, mereka harus melakukan itu. Saya tidak akan minta uang kepada mereka yang, justru seharusnya saya bantu.

Setelah semuanya siap, saya akan tampil di depan publik. Saya bicara dari hati ke hati. Saya bicara tanpa teks. Saya tidak ingin ada persepsi macam-macam. Semua harus yakin, bahwa, apa saya ucapkan adalah dari dalam diri sayasendiri, dari hati saya yang paling dalam.

Saya awali dengan permintaan maaf atas segala hal yang mungkin tidak berkenan di hati mereka. Lalu saya akan se-transparan mungkin, saya paparkan rencana saya mengatasi keadaan darurat ini. Saya ajak semua pihak bekerjasama karena yang kita hadapi adalah masalah kita bersama. Saya pasang badan di depan. Ambil resiko paling besar terhadap apa yang saya jalankan.

Bahwa, pada situasi gawat darurat yang bisa kita lakukan bersama adalah kembali bergotong royong, seperti diajarkan para pendahulu bangsa. Tidak ada kelompok maupun golongan yang lebih penting demi keluar dari permasalahan ini. Semua elemen masyarakat akan terlibat dalam kerja besar ini.

Ini penting! Kalau saya saya tidak bisa menjalankan tulisan sederhana ini, berarti saya tidak mampu dan, sebaiknya menyerahkan pada orang yang saya anggap lebih mampu, Sayang lebih baik kehilangan semuanya, lebih baik mengorbankan diri saya, daripada mengorbankan banyak orang, mengorbankan bangsa saya. Bukankah begitu? Semoga bermanfaat.

Biridloillah Alfatihah