Dokter Zulkifli S Ekomei. FT/IST)
“… Sebagian besar rakyat atau bahkan anggota DPR tidak menyadari, bahwa, dengan mengesahkan Perppu menjadi UU, DPR telah melepaskan kewenangan dalam fungsi budgeting, legislasi dan pengawasan.”
Oleh : Zulkifli S Ekomei

Akhirnya…., Parpol Koalisi Pemerintah Sejalan Dengan Pemerintah!

ADA yang luput dari perhatian publik. Karena rakyat gaduh dengan isu PSBB, BLT, dan larangan mudik atau pulang kampong, plus debatable antara Menteri Perhubungan dan menteri segala segala urusan, juga presiden sendiri yang kembali memainkan terminologi baru, mudik digital, maka, Gedung Senayan lolos dari perhatian.

Di tengah kegaduhan tersebut, tanpa keriuhan, bahkan senyap dan nyaris tak terdengar, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terburu-buru mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang.

Perppu yang selama ini dikenal sebagai Perppu Covid-19 tersebut, disahkan dalam rapat paripurna ke-15, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020).

Awalnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menyampaikan proses pembahasan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu bersama pemerintah.

Ia juga mengatakan, dari sembilan fraksi di DPR, ada delapan fraksi yang menyetujui Perppu ini menjadi UU. Hanya satu fraksi yang menolak Perppu Nomor 1/2020 tersebut menjadi UU, yaitu Fraksi PKS.

Ketua DPR Puan Maharani kemudian bertanya kepada semua anggota DPR yang hadir apakah bisa menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang.

“Apakah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan Dapat disetujui jadi UU? Ada 8 fraksi dan satu menolak, setuju?,” tanya Puan.

“Setuju,” jawab semua anggota yang hadir serempak.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang ditandatangani pada Selasa (31/3/2020).

“Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa, maka saya baru saja menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan,” ujar Jokowi melalui sambungan konferensi video, Selasa (31/3/2020).

Jokowi menyatakan, Perppu tersebut memberikan fondasi bagi pemerintah, otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat.

Perppu tersebut juga menjadi panduan bagi semua pihak di pemerintahan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan stabiltas keuangan.

“Pemerintah memutuskan total  tambahan pembiayaan APBN 2020 untuk menangani Covid-19 adalah Rp 405,1 triliun,” kata Jokowi. Angka yang cukup fantastis.

Lalu, siapa yang bisa menjamin angka tersebut tidak menjadi ajang ‘bancakan’?

Mungkin bagi sebagian besar rakyat atau bahkan sebagian besar anggota DPR sendiri, tidak menyadari bahwa dengan mengesahkan Perppu menjadi UU, maka, DPR telah melepaskan kewenangan dalam fungsi-fungsi budgeting, legislasi dan pengawasan.

Dengan kata lain, DPR telah kehilangan ruhnya, hanya sebagai Lembaga Negara yang menghabiskan anggaran negara, ‘bumper’ setiap keputusan eksekutif, tukang stempel dan lebih berbahaya lagi sebagai lembaga yang dipakai alat korupsi APBN yang sebagian besar dipungut dari pajak rakyat. Hampir semua proyek bermuara di sana. Dan merata, bahwa, anggota dewan merangkap sebagai makelar proyek.

Selain itu, Perppu itu sebenarnya cacat hukum, dan inkonstitusional karena Paripurna diadakan secara virtual dan padahal sidang-sidang untuk menetapkan Perppu itu memerlukan kehadiran anggota dewan alias quorum.

Sampai di sini semoga bisa dimengerti bahwa Perppu ini tidak memenuhi syarat keabsahan. Jadi secara normatif hukum seharusnya bisa dibatalkan.

Mulusnya pengambilan keputusan ini patut diduga bahwa anggota DPR hanya menjalankan tugasnya sebagai kepanjangan partai yang sudah terbukti bersifat oligarki atau karena jumlah angka yang disahkan sangat fantastis Rp. 405,1 T, sulit dibuktikan bahwa setiap anggota tidak mendapat bagian dari angka itu.

Gimana tidak curiga, sudah menjadi rahasia umum bahwa lembaga yang melakukan kudeta konstitusi terhadap UUD’45 itu, diisi oleh para mafia yang memakai atribut ‘wakil rakyat’.

Kedaulatan rakyat yang telah dirampok oleh partai-partai, yang untuk kelangsungan hidup partai, karena tidak ada iuran dari anggota partai, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebagian besar berasal dari pajak rakyat, dibobol oleh para pimpinan partai yang duduk di Senayan, yang dikenal sebagai tindakan korupsi berjamaah.

Kita belum lupa dengan kasus korupsi berjamaah yang terkenal adalah korupsi e-KTP yang melibatkan bendahara seluruh partai, apalagi salah satu pelakunya yang terkenal dengan kasus ‘papa minta saham’ malah memimpin lembaga negara tersebut, meskipun kini sudah masuk bui.

Jatuh ke Lubang yang Sama

Selain itu juga masih ingat dengan skenario perampokan duit negara dengan melakukan penjarahan keuangan negara dengan alih-alih BAIL OUT BLBI, yang menjadi mega skandal dengan total kerugian negara Rp 4,58 triliun versi BPK. Dan kini kabar maupun bukti-bukti entah raib di mana.

Bukti lain bahwa parlemen diisi oleh para mafia adalah sebagian besar pejabat eksekutif yang lolos dari “fit and proper” parlemen dikemudian hari ternyata pejabat yang bermasalah terutama menjadi koruptor.

Maka sudah saatnya rakyat sebagai pemilik kedaulatan mencabut kembali mandatnya dari para ‘wakil rakyat’ yang tidak bisa melaksanakan kewajibannya bahkan cenderung menghianati amanat rakyat.

Realitasnya mereka juga dihasilkan oleh Pemilihan Umum Busuk, Pemilu yang bermasalah, terbukti adanya anggota penyelenggara Pemilu dalam hal ini anggota KPU yang bermasalah, ada yang dipecat ada yang menghuni hotel prodeo.

Rakyat juga harus membuat perhitungan dengan pihak-pihak yang melindungi para mafia parlemen ini, karena patut diduga ikut menikmati hasil pembohongan ini. JANGAN SAMPAI JATUH KE LUBANG YANG SAMA. Karena itu namanya tidak mau berhikmah dengan mengambil pelajaran dari peristiwa kejatuhan yang sama.

Berpesta pora di tengah kesulitan rakyat yang sedang susah karena menghadapi Pandemi Covid-19 apalagi mereka merampok uang rakyat dengan alasan demi pandemi Covid-19, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang psikopat, itu perbuatan biadab dan tidak berperikemanusiaan.

Salam Patriot Proklamasi

Mari Bung Kita Rebut Kembali !!!

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry