Agus Pamuji, Ketua Panti Asuhan Ulul Albab Indonesia, Senin (16/12/2019) di lokasi Jambore. (FT/IST)

JOMBANG |duta.co – Ambrol! Buruknya penanganan anak Yatim dan Dhuafa Surabaya, akhirnya ambrol ke publik. Dari Bumi Wonosolam, Jombang, para pengurus panti asuhan Yatim-Dhuafa Surabaya, tak kuasa menyembunyikan kegelisahannya.

Mereka bicara apa adanya begitu mencuat berita duta.co terkait Jambore Anak (Yatim-Dhuafa) 2019 di Wonosalam, Jombang yang berlangsung tiga hari, terhitung Minggu (15/12) kemarin.

“Faktanya memang demikian. Kami ada, seperti tidak ada. Bu Risma, Walikota Surabaya memang rajin menghadiri acara-cara ‘Asri’ di RT-RW. Tetapi, tidak untuk kegiatan panti asuhan. Kegiatan-kegiatan besar yang diadakan panti asuhan Yatim Dhuafa, praktis tidak pernah dihadiri,” jelas Agus Pamuji, Ketua Panti Asuhan Ulul Albab Indonesia, Senin (16/12/2019) di lokasi Jambore.

Hal ini juga diakui Mawarno, Ketua Panti Bitul Hijrah yang juga Sekretaris Forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (FLKSA) Surabaya. Menurut Mawarno, apa yang dilakukan anak-anak di Jambore Anak 2019 ini, sudah bagus, maksimal. Ini lantaran terbatasnya kemampuan mereka. Meski Surabaya disebut sebagai kota metropolis, berstandar internasional, tetapi, nasib anak yatim dan dhuafa-nya cukup memilukan.

“Mohon maaf. Ini memang unik, tapi kenyataan. Bukan hanya saat Jambore ini saja. Setiap kegiatan yang harus dikirim utusan atau delegasi sebagai peserta, maka, yang diberangkatkan harus mandiri. Kita harus berangkat, karena ada beban untuk menjaga nama Kota Surabaya, meski, faktanya seperti ini,” tegasnya.

Hanya Dibutuhkan Saat Genting

Hal yang sama disampaikan Budi Hartoyo, Ketua FLKSA. Menurut Budi, kondisi anak yatim dan dhuafa Surabaya yang seperti ini, sesungguhnya cukup memprihatinkan. Sementara kesan orang dari luar, Surabaya itu kota metropolitan. Tetapi, nyatanya nasib mereka terabaikan.

“Terbaru, badan kerjasama Panti Asuhan Islam Surabaya berkirim surat ke Walikota Risma, minta hadir dalam pelantikan pengurus. Hasilnya? Bukan cuma tidak hadir, dibalas saja suratnya, tidak. Ya kadang kita nelangsa menyaksikan semua itu, kasihan anak-anak,” jelasnya.

Ironisnya, anak yatim dan dhuafa ini biasanya dibutuhkan ketika dalam kondisi genting. Doa mereka diyakini maqbul. Misalnya, ketika Pemkot Surabaya membereskan gang Dolly, maka, anak-anak yatim dan dhuafa ini diajak doa bersama. Begitu juga ketika terjadi bom beruntun di sejumlah gereja, anak-anak ini dikerahkan untuk berdoa. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry