SEMARANG | duta.co – Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang dalam menangani kasus orang telantar mengupayakan reunifikasi (istilah untuk pemulihan hubungan keluarga,-red) jika masih memiliko keluarga dan rehabilitasi sosial berbasis masyarakat (RSBM).

“Kita selalu mengupayakan reunifikasi dan RSBM dulu. Panti adalah pilihan terakhir,” kata Kepala Seksi (Kasie) Tuna Susila dan Perdagangan Orang (TSPO) Dinsos Semarang, Bambang Sumedi saat ditemui disela kegiatannya, Rabu (5/1/2022).

Meski begitu, lanjut dia, Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang biasa mengalami kendala kasus keluarga. Untuk itu, dirinya menekankan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang.

“Yang utama informasinya harus akurat dan berimbang. Jangan sepihak. Lebih dari kita berikan arahan agar ada mediasi di kantor,” terangnya.

“Ada kasus orangtua telantar tapi punya anak yang semuanya sudah berkeluarga, kami tentu tidak bisa dan tidak boleh ikut campur. Karena itu kami, Dinsos hanya membantu menyelesaikan dengan mediasi, tabayun dari kedua belah pihak, jika berkenan. Karena memang keluarga sudah kami minta ke kantor tapi tidak bisa datang ya sementara ini kami upayakan RSBM,” imbuhnya.

Koordinator TPD Kota Semarang, Dwi Supratiwi menjelaskan, ada pria 65 tahun yang mengalami pembengkakan pada kaki kiri karena ‘pen’ yang dipasang keluar dari tempatnya sehingga membutuhkan perawatan medis rutin.

Tim dokter RSUD KMRT Wongsonegoro Semarang telah melakukan operasi pembetulan posisi ‘pen’ sehingga pria tersebut harus menjalani rawat inap selama 8 hari, “Setelah kelayan (istilah penerima manfaat bantuan Dinsos,-red) diperbolehkan pulang, pihak rumah sakit memberi kabar untuk menjeput kalayan,” kata Dwi Supratiwi.

Dwi Supratiwi melanjutkan, TPD melakukan pendampingan sejak operasi sampai mengantarkan pulang ke tempat tinggalnya. Kondisinya sudah membaik dan dapat berjalan lagi. Kepada TPD, pria tersebut mengaku bersyukur dan berterima kasIh kepada Dinas Sosial karena merasa sangat terbantu. Selain itu, pria tersebut mengaku hidup sendiri tanpa perhatian dari 4 orang anaknya yang kini sudah hidup mandiri bersama keluarga masing-masing.

“Kelayan mengaku tak seorangpun dari keempat anaknya yang mengerti akan kondisinya. Bahkan tidak mau merawatnya. Pulang dan menjengukpun tidak pernah. Sementara untuk makan setiap hari hari, mbah tersebut mengaku sering diberi oleh pemilik warung nasi di depan rumahnya yang kebetulan masih keponakannya,” ungkapnya.

Ungkapan kelayan tersebut menjadi bahan untuk melakukan reunifikasi dengan menggali informasi dari berbagai sumber, “Kami minta bu Eni (Eny Erwaningsih) selaku anggota TPD yang menjangkau area tersebut untuk melakukan klarifikasi, jadi dalam reunifikasi kita cari informasi dari kedua belah pihak,” bebernya.

Menindak lanjuti tugas tersebut, hasilnya, Eny Erwaningsih pun mendapati penuturan berbeda. Dijelaskan, menurut warga, ketua RT setempat, dan juga pekerja sosial masyarakat (PSM) setempat, memang benar bahwa kelayan tersebut punya 4 anak dan istrinya sudah lama meninggal dunia. Namun terkait ketidak pedulian anaknya, tidak seperti yang dikatakan kelayan.

“Kelayan pernah dirawat salah satu putrinya, tapi malah berulah di keluarga dan masyarakat tempat tinggal anaknya, sehingga ditolak eh warga sekitar rumah anaknya. Karena mbahnya itu tempramen, jadi anaknya nggak ada yang sanggup merawatnya,” bebernya.

Bahkan, lanjutnya, anak yang merawatnya sempat mengalami depresi dan menderita jantung lemah akibat ulah kelayan. Sehingga dokter menyarankan agar sementara waktu menjauh dari ayahnya. (rif)

Keterangan Foto: Kasie TSPO Bambang Sumedi saat bersama TPD menjangkau kelayan (dok)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry