MOHAMMAD Qosim (tengah) memberikan santunan kepada anak yatim (duta.co: agus)

GRESIK | duta.co – Wakil Bupati Gresik, Mohammad Qosim mengkhawatirkan ribuan pelajar di sekolah umum yang berada di Gresik. Pasalnya jika memang full day school diterapkan secara kelembagaan atau diharuskan, dipastikan siswa  minim dalam belajar agama tak seperti mereka saat mengikuti sekolah diniyah.

Moh.Qosim menerima Anugerah penghargaan Kota Layak Anak kategori Pratama yang diberikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, beberapa waktu lalu. (ft.duta agus)
Menurutnya, memang sangat bagus jika belajar itu sendiri dilakukan secara terus menerus,  disamping menjadi kewajiban dalam ajaran Islam. Namun pembelajaran dan belajar secara dipaksakan atau ada keterpaksaan bisa dipastikan akan menjadi jelek pada diri seseorang. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri, seperti adanya Permendikbud nomer 23 tahun 2017 yang menjadi pro dan kontra saat ini.
“Ada hadits berbunyi, barang siapa yang menyibukkan diri dengan mencari ilmu maka dirinya akan lebih mendekatkan diri memperoleh  surga. Ini kan luar biasa bagaimana dahsyatnya jika waktu itu untuk belajar, namun pada Permendikbud 23 tahun 2017 itu kan terkesan dipaksakan, ini yang menjadi permasalahan,” ungkap Moh.Qosim, saat berbincang dengan Duta, Selasa 29/7/2017.
Qosim melanjutkan, jika  lembaga yang melakukan pembelajaran dengan system yang ada dan diaplikasikan secara kelembagaan  atau pada komunitasnya sendiri tidak masalah. Namun jika mereka dituntut dan diharuskan mengikuti lima hari sekolah dengan waktu sehari penuh, ini yang harus dikaji lagi. Tidak hanya pada kuantitas waktu pada anak, namun bagaimana kualitasnya, sehingga ini  harus dipikirkan kembali.
“Masyarakat Gresik mayoritas yang bersekolah umum kembali belajar mengaji di sekolah diniyah. Seperti Ula, Wustho dan Ulya, jika memang hal itu dihilangkan, bisa dipastikan mereka akan kehilangan waktunya di fase Diniyah tersebut dimana sangat penting belajar agama, mengaji misalnya,” tambah Qosim.
Bakat dan kemampuan seseorang, lanjut Qosim, memiliki keterbatasan masing-masing, sehingga belajar  sangat berharga namun tidak bisa dipaksakan. Tidak hanya di lembaga Nahdlatul Ulama saja, bahkan Muhammadiyah juga menambah lembaga seperti Madrasah Diniyah untuk menambah wawasan keagamaan siswa. Namun  jika Full Day School sendiri dilembagakan, bisa dipastikan madrasah-madrasah seperti ini akan hilang.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan ini juga menyampaikan, bisa dipastikan ilmu siswa menjadi pragmatis bila FDS dipaksakan. “Mohon maaf karena pada sisi ilmu pengetahuan terlihat tinggi namun pada ilmu agamanya minim. Kalangan pondok pesantren sendiri menginginkan hasil menuntut ilmu ada keseimbangan, di dunia baik, dan di akhirat juga baik,” pungkasnya. (gus/sal)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry