Mendiang Prof Suhatno. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co –  Minggu (8/8/2021) sivitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) untuk kesekian kalinya kembali kehilangan guru besar terbaiknya. Kali ini, Prof Dr dr Suhatno, SpOG (K)-Onk yang harus menyerah dari ganasnya virus corona setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.

Kepergian Prof Suhatno, ahli onkologi kandungan ini membawa kesedihan bagi rekan sejawat, anak didik serta keluarganya. Karenanya, sebelum dibawa ke peristirahatan terakhir, jenazah Prof Suhatno dishalatkan di halaman FK Unair dan disiarkan secara daring.

Prof Suhatno adalah guru luar biasa. Loyalitasnya tanpa batas walaupun usia sudah mencapai 76 tahun. Terutama dalam berbagi ilmu. Bahkan saat sudah dirawat di RS Husada Utama, masih mengikuti zoom untuk laporan pagi bagi para mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Departemen Obstetri dan Ginekologi.

“Beliau menyapa kami dan minta maaf karena mungkin tidak bisa optimal mengikuti laporan pagi. Karena sedang dalam perawatan di RS Husada Utama,” kenang Dr Brahmana Askandar, salah satu murid Prof Suhatno yang sekarang juga menjadi Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Semua dokter ahli kandungan lulusan FK Unair mengenalnya bahkan pernah dibimbingnya. Bahkan mereka harus menjadi asisten Prof Suhatno di meja operasi sebelum lulus menjadi dokter spesialis obgin.

Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso menjadi salah satu murid Prof Suhatno. Bahkan Prof Bus panggilan akrab Prof Budi Santoso juga pernah merasakan menjadi asisten Prof Suhatno.

“Beliau guru di meja operasi yang kalau menurut saya terbaik. Skillnya luar biasa. Mengerjakan dengan Metode ABCD tapi dengan cara yang gamblang sehingga asistennya bisa dengan mudah memahami. Sesuatu yang susah jadi gampang di tangan beliau,” paparnya.

Karena keahliannya ini, lanjut Prof Bus, tak jarang sesama dokter obgin yang mengalami kesulitan operasi akan meminta bantuan Prof Suhatno.

Spesialisasinya di Bidang Onkologi Kandungan menjadikannya kerap melaksanakan operasi-operasi berat. Misalnya operasi indung telur, kanker rahim, dan operasi daerah kelenjar terkait kanker kandungan.
Tak hanya keterampilan tangan yang mengagumkan. Profesor kelahiran Solo, 7 Agustus 1945 ini juga dikenal berkepribadian rendah hati. Sosoknya yang sederhana menjadikannya dekat dan dicintai, baik oleh sejawat, junior maupun anak didiknya.

Prof Suhatno wafat meninggalkan istri, Endang Hartiningsih. Serta dua orang putri, dr Diar Mia Ardani dan Niken Hatma Reni. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry