Suratmo (duduk) saat menyerahkan wakaf tanah miliknya di Bojonegoro secara simbolis kepada Ketua Yarsis Mohammad Nuh didampingi Rektor Unusa Prof Ach Jazidie usai kuliah umum Wakaf Goes to Campus di Tower Unusa, Sabtu (28/9). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Jangan remehkan anak-anak muda atau generasi milenial. Karena di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia.

Mantan Menteri Pendidikan Prof Muhammad Nuh menegaskan hal itu dalam kuliah umum di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Sabtu (28/9).

Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) ini mengatakan anak-anak muda yang berada di sekeliling Rosullah Muhammad SAW.

Sahabat-sahabat Rosulllah juga banyak berusia muda. Bahkan ada yang masih duduk di bangku sekolah dasar. “Bahkan yang menginisiasi untuk menghabisi Abu Jalal adalah anak usia 13 dan 14 tahun,” ujar Nuh.

Di zaman sekarang ini, anak-anak muda yang nantinya akan menaklulkan ‘Abu Jalal’ itu. Yakni kebodohan, kemiskinan, ketidakproduktivan dan sebagainya.

“Anak-anak mudalah yang akan membersihkan itu semua,” kata Prof Nuh dibadapan ratusan sivitas akademika Unusa.

Anak-anak muda menurut versi Prof Nuh adalah mereka yang saat ini berusia 23 hingga 38 tahun (generasi Z) dan usia 39 tahun hingga 54 tahun (generasi X). Jumlah dua generasi ini di Indonesia saat ini mencapai 219 juta.

“Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus. Karena jumlahnya sangat besar,” tandasnya.

Salah satu ciri khas anak-anak  muda di Indonesia ini adalah memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sebuah survei, kata Prof Nuh menyebutkan 93 persen anak muda Indonesia memiliki jiwa sosial itu. “Kita ini negara paling dermawan di dunia,” tukasnya.

Karena itulah, Prof Nuh yang merupalkan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) ini merasa perlu untuk mendekati anak-anak muda Indonesia.

Salah satunya dengan mendatangi kampus-kampus sebagai tempat berkumpulkan intelektual-intelektual muda. Serta berkumpulnya orang-orang yang memiliki masa depan yang baik.

“Karena potensi anak muda ini juga besar untuk berwakaf. Kita  mulai sadarkan mereka betapa pentingnya wakaf untuk masa depan bangsa ini,” tukas Prof Nuh.

Prof Nuh menyontohkan beberapa manfaat dari wakaf yang sampai saat ini masih berdiri tegak terutama kampus-kampus. Di antaranya adalah Al Qutawiyyin Universitas Fez Maroko dan Universitas Al Azhar Mesir.

Kedua kampus itu merupakan hasil dari wakaf yang sampai saat ini masih berdiri tegak.

“Dan konsep ini diadaptasi kampus top dunia misalnya Oxford University London. Di mana kalangan non muslim menggalang dana yang disebut dana abadi untuk mendirikan kampus-kampus itu. Kenapa kita tidak bisa melakukannya,” jelas Nuh.

Karenanya edukasi dan sosialisasi ke kampus-kampus di Indonesia terus dilakukan. Salah satunya ke Unusa. Nuh menjelaskan, untuk berwakaf tidak perlu lagi harus memiliki aset tidak bergerak seperti tanah, bangunan atau sawah.

Saat ini berwakaf melalui uang tunai receh pun juga bisa berwakaf. Mahasiswa mulai diajarkan bagaimana berinfak setiap hari dengan Rp 1.000 yang dimiliki.

 “Seribu rupiahpun bisa untuk wakaf. Dan bedanya kalau zakat, infaq shodaqoh adalah dana yang terkumpul harus habis dibagikan. Tapi kalau wakaf, dana dari masyarakat atau wakif itu tidak boleh habis tapi dikelola dengan baik agar keuntungannya bisa untuk kemanfaatan umat,” jelas Nuh.

Nuh berharap ke depan, berwakaf bisa menjadi gaya hidup anak-anak muda terutama para mahasiswa.  end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry