Para pembicara, moderator, perwakilan media dan panitia berfoto bersama usai acara Diskusi Ilmiah Menyambut 1 Abad NU : Arah Pendidikan NU di Era Digital yang digelar di Kafe Fastron Unusa, Sabtu (4/2/2023) sore. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co –  Tahun ini Nahdlatul Ulama (NU) memasuki usia 100 tahun atau 1 abad. Perayaan 100 tahun NU ini bisa dimaknai sebagai reuni akbar antara para muaziz, para pendiri, para pejuang  dan para pendahulu.

Sehingga sebagai anak cucu yang lama tidak bertemu ‘orang tua’ tentu perlu menyambutnya dengan luar biasa.

Hal tersebut seperti disampaikan Prof Muhammad Nuh, DEA, Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), usai menjadi keynote speaker dalam diskusi ilmiah ‘Menyambut 1 Abad NU: Arah Pendidikan NU di Era Digital’ yang digelar Wartawan Pendidikan NU bersama Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), di Kafe Fastron Unusa, Sabtu (4/2/2023) sore.

“Karena itu untuk menutup 100 tahun ini dan menyambut 100 tahun yang akan datang yang harus dilakukan adalah berlomba untuk meraih prestasi. Warga Nahdliyin itu berlomba untuk berprestasi. Memberikan prestasi tadi itu maknanya apa yang bisa kita berikan (manfaat) bagi masyarakat,” ujar Prof Nuh.

Menurut Prof Nuh, warga Nahdliyin bisa mengetahui manfaat yang paling besar bagi masyarakat jika mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat.

“Kalau kita enggak tahu yang dibutuhkan masyarakat, bagaimana cara kita bisa bermanfaat bagi masyarakat. Karena itu kita harus belajar dengan baik apa yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.

Prof Nuh mengungkapkan setidaknya ada 3 kebutuhan masyarakat saat ini. Yakni, kebutuhan tentang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

“Kalau semua itu kita bisa kita dapatkan maka ya kehadiran kita (NU) ini memberikan manfaat. Orang itu kalau selalu memberikan manfaat maka itu Insya Allah umurnya termasuk umur sosialnya akan panjang,” tandasnya.

Sementara itu Sunan Fanani, Sekretaris LP Ma’arif Jawa Timur yang hadir sebagai pembicara, mengungkapkan NU saat ini telah menyiapkan sumber daya yang profesional dalam menciptakan anak didik yang berkualitas. Pasalnya saat ini di tengah persaingan global mau tidak mau NU harus hadir di dalam menciptakan kualitas pendidikan yang lebih baik.

“Maka dari itu yang dilakukan NU dijadikan sebagai alat utama untuk perubahan budaya di masyarakat,” tukasnya.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan LP Ma’arif NU untuk menghadapi era digital salah satunya adalah melakukan analisa akan kebutuhan dan kondisi. “Karena kita tahu lembaga pendidikan di lingkungan NU itu tidak semuanya sama. Jadi mereka berbeda kualitasnya,” ujar Sunan.

Diskusi tersebut juga menghadirkan M. Adri Budi, Prinsipal Manager Inovasi Jawa Timur, yang menyoroti tingkatan kualitas pembelajaran di ruang madrasah. Dengan adanya tingkatan pembelajaran apapun bentuknya, digital maupun non digital, akan mempengaruhi perilaku anak hingga perilaku guru.

“Otomatis akan berdampak pula pada perangkat-perangkat lain yang harus disiapkan di madrasah. Kelas yang nyaman akan turut pula berdampak pada aktivitas belajar anak di kelas,” kata Adri.

Menurut Adri, di masa pandemi ada banyak guru yang telah membuat tutorial khusus untuk perangkat pembelajaran. “Di masa pandemi guru lebih kreatif dan inovatif menyiapkan media ajar,” tandasnya.

Diskusi yang digelar dalam rangka menyambut perayaan 1 abad NU itu dihadiri kalangan guru, mahasiswa dan dosen. ril/azi

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry