Oleh : Ahmadi

SAYA minta kepada seluruh kementerian, kepala lembaga, dan juga pemerintah daerah mengendalikan secara detail belanja-belanja yang ada, mengikuti secara detail belanja-belanja yang ada, jangan terjebak rutinitas, serta ini juga sudah berkali-kali saya ingatkan, memperbesar pembelian produk-produk dalam negeri, khususnya produk UMKM”, demikian salah satu arahan Presiden RI Joko Widodo saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (01/12/2022).

Terdapat 2 hal yang penting dari arahan Presiden di atas, yaitu “jangan terjebak rutinitas” dan “UMKM”. Rutinas berasal dari kata ‘rutin’, di dalam KBBI artinya adalah (1) prosedur yang teratur dan tidak berubah-ubah; (2) hal membiasanya prosedur, kegiatan, pekerjaan, dan sebagainya. ‘Rutinitas’ artinya sama dengan ‘kerutinan’ merupakan kata benda (n) artinya perihal (sifat) rutin. ‘Kerutinan’ di dalam KKBI dicontohkan: kerutinan rumah tangga yang tidak pernah ada variasi merupakan faktor utama penyebab timbulnya kejenuhan tinggal di rumah.

Dapat dikatakan rutinitas merupaka hal yang monoton, formalitas, atau sama kegiatannya baik di waktu lampau, sekarang, atau yang akan datang. Penggunaan kata ‘rutinitas’ berkonotasi negatif ketika dihubungkan dengan suatu kegiatan yang mempunyai agenda, target atau tujuan yang hendak dicapai. Rutinitas yang tidak menuntut adanya variasi, terobosan, inovasi, dll, dikuatirkan target atau tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai.

Jika melihat arah kebijakan pembangunan yang ditempuh dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2023, diantaranya adalah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan penanggulangan pengangguran disertai dengan descent job (pekerjaan yang layak), maka dapat dipahami kalau Presiden Joko Widodo menekankan  agar ‘jangan terjebak rutinitas’.

Data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 sebesar 26,16juta orang atau sebesar 9,54% (15/7/2022), sedangkan jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2022 sebesar 8,43juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,86% (7/11/2022). Untuk itu di tahun 2023, Pemerintah mengupayakan penurunan kemiskinan menjadi 7,5%-8,5%, sedangkan TPT menjadi 5,3%-6,0%.

Pencapaian target tersebut butuh usaha ekstra karena adanya faktor ketidakpastian yang sangat tinggi, terutama adanya potensi gejolak ekonomi global dengan pemicu utama konflik geopolitik Rusia-Ukraina, seperti apa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam kesempatan yang sama ‘kita sedang tidak baik-baik saja’. Lantas apa hubungannya agar Pemerintah ‘jangan terjebak rutinitas’, UMKM, dan upaya penurunan jumlah kemiskinan dan pengangguran?.

Untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dapat dilakukan melalui penyediaan lapangan kerja, namun lapangan kerja adalah terbatas untuk menampung semuanya, belum lagi  adanya persyaratan keterampilan, pendidikan, usia yang tidak mampu dipenuhinya. Maka, harus ada upaya lainnya, antara lain adalah dengan memperbanyak lapangan usaha dengan melahirkan wirausaha baru terutama UMKM. Hal ini terlihat di dalam salah satu Strategi Pembangunan Pemerintah 2023, yaitu memperkuat peran UMKM dalam perekonomian nasional.

Permasalahannya adalah jika penduduk miskin dan pengangguran tersebut berniat mulai berwirausaha dan membutuhkan pembiayaan, apakah para penduduk miskin dan pengangguran tersebut dapat mengakses fasilitas Pembiayaan UMKM terutama yang disediakan oleh Pemerintah, mengingat belum tentu mereka bankable. Belum lagi, jika mereka memperoleh fasilitas pembiayaan UMKM, apakah mereka mendapat pendampingan agar usahanya dapat berjalan bahkan berkembang?

Pembiayaan Usaha Ultra Mikro (UMi)

Untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan usaha terutama bagi penduduk miskin dan pengangguran, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, sejak tahun 2017, telah menyediakan fasilitas Pembiayaan Usaha Ultra Mikro (UMi) yang bertujuan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat, terutama bagi mereka yang tidak bankable. Tujuan utamanya adalah untuk menambah jumlah wirausaha di Indonesia. 

Untuk tahun ini, BLU PIP menargetkan penyaluran UMi akan menjangkau 2 juta debitur dengan realisasi sampai semester I-2022 telah tercapai 50 persen dari target yaitu 1 juta debitur dengan nilai Rp3,95 triliun (Antara, 7/6/2022). Realiasi sampai penyaluran Pembiayaan UMi sejak digulirkan pada tahun 2017 sampai dengan September, telah mencapai Rp.23,7 triliun kepada 6,8 juta debitur melalui 57 Lembaga Penyalur di 509 kabupaten/kota (SIKP-UMi 30/9/2022.

Fasilitas Pembiayaan UMi tersebut ramah bagi mereka yang tidak bankable, karena untuk mendapatkannya cukup memenuhi kriteria tidak sedang dibiayai oleh kredit program Pemerintah UMKM lainnya dan dimiliki oleh WNI yang dibuktikan dengan NIK yang tercantum dalam KTP elektronik atau surat keterangan pengganti KTP elektronik.

Pembiayaan UMi tersebut dapat diperoleh secara individu atau kelompok sebesar baki debet (outstanding) paling banyak 20juta rupiah. Yang menarik adalah jika Pembiayaan UMi diajukan secara individu dapat dikenakan agunan, sedangkan jika diajukan berkelompok tidak dikenakan agunan namun dengan mekanisme tanggung renteng. 

Ketentuan agunan ini tentu meringankan bagi penduduk miskin dan pengangguran yang membutuhkan pembiayaan dalam memulai usaha, apalagi jika usaha dilakukan secara berkelompok dengan kesamaan interest dalam usaha.

Penyaluran Pembiayaan UMi tidak disalurkan sendiri oleh Pemerintah melainkan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dapat bermitra dengan LKBB lain yang disebut dengan Lembaga Linkage dalam menyalurkan Pembiayaan UMi. 

Penyalur dan Lembaga Linkage sebagai wakil Pemerintah dalam menyalurkan Pembiayaan UMi, mereka harus melakukan kegiatan pendampingan kepada penerima Pembiayaan UMi, seperti pemberian motivasi, konsultasi terkait usaha, peningkatan kapasitas SDM, pengawasan terhadap debitur, dan bentuk pendampingan lainnya. 

Kegiatan Pendampingan Jangan Terjebak Rutinitas

Dalam melakukan pendampingan, tentunya Penyalur dan Lembaga Linkage tidak hanya dituntut pada target uang yang disalurkan dan meminimalisir angka non performing loan semata tetapi juga selayaknya bagaimana caranya pembiayaan tersebut optimal meningkatkan kesejahteraan yang memanfaatkan Pembiayaan UMi.

Selain itu, Penyalur dan Lembaga Linkage perlu juga ‘jemput bola’ agar penyalurannya tepat sasaran kepada yang membutuhkannya, khususnya kepada penduduk miskin dan pengangguran yang membutuhkan modal usaha namun mereka minim informasi dan akses, malu bahkan enggan untuk memanfatkan Pembiayaan UMi yang difasilitasi oleh Pemerintah tersebut. Kegiatan jemput bola juga untuk mencegah penyalahgunaan fasilitas tersebut yang hanya sekedar memanfaatkannya namun tidak ada niat sungguh-sungguh untuk menjalankan usaha. 

Segmen utama Pembiayaan UMi adalah mereka yang menjalankan Usaha Ultra Mikro atau bahkan mereka yang belum dan ingin memulai usaha yang mungkin belum berpengalaman dalam menjalankan usaha sehingga perlu diberikan pendampingan dalam menjalankan usaha.

Oleh karena itu, kegiatan pendampingan kepada wirausaha UMi seharusnya bukan merupakan pekerjaan tambahan bagi Penyalur tetapi menyatu dalam kegiatan Pembiayaan UMi. Keberadaan Penyalur itu sendiri tentu diharapkan sebagai mitra paling dekat  yang mengetahui dan memahami kondisi penerima Pembiayaan UMi.

Dalam memberikan pendampingan tersebut diperlukan upaya interaksi yang efektif, mendorong keterlibatan dan berbagi pemikiran dengan penerima Pembiayaan UMi. Penting juga kepada pendamping untuk mengenali dan menggali peluang-peluang usaha skala UMi ada di lingkungan sekitar penerima Pembiayaan UMi. 

Pada tahap awal pendampingan yang perlu dilakukan adalah menjelaskan tujuan dan kepentingan serta manfaat dari Pembiayaan UMi, dipastikan penerima Pembiayaan UMi telah memahami pentingnya hal tersebut.

Pendamping perlu menyampaikan fakta bahkan angka terkait kondisi Penerima dan situasi di lingkungan sekitarnya sehingga diharapkan dapat membuat keputusan usaha yang tepat. Perlu juga disampaikan potensi masalah dan kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya agar mereka paham dan sadar risiko dan bagaimana menangani risiko tersebut.

Dari hasil penggalian informasi mengenai situasi di lingkungan sekitarnya, pendamping mungkin mempunyai gagasan usaha UMi. Namun, Pendamping juga perlu menggali ide dan minat dari penerima Pembiayaan UMi untuk menghasilkan jenis usaha yang tepat bagi penerima Pembiayaan UMi. Kegiatan tersebut penting, selain membuat penerima Pembiayaan UMi lebih kreatif juga diharapkan berkomitmen untuk mewujudkan ide usaha menjadi kenyataan dan berhasil.

Selanjutnya adalah pendamping dan penerima Pembiayaan UMi perlu menyepakati apa yang harus dikerjakan dalam menjalankan usaha, kapan usaha tersebut akan dilaksanakan dan target waktu dan hasil usaha tersebut. Disini, pendamping bukan hanya menagih dan memungut cicilan tetapi perlu melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan usahanya.

Untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi para pelaku UMi, pendamping perlu juga menggandeng orang lain yang diakui keahlian, keterampilan, kapasitas, pengalaman dan kematangan, baik orang di bidang usaha sama atau tokoh yang diakui dan dikenal atau dikagumi terutama oleh penerima Pembiayaan UMi. Tujuannya adalah mereka dapat berbagi pengalaman, gagasan, cara pandang baru dan berbeda, nasehat, petunjuk dan motivasi agar sukses dalam menjalankan usaha. Bahkan, kegiatan tersebut merupakan kesempatan untuk terhubung dan memperluas jaringan usaha.

Hal yang perlu diingat, tujuan pendampingan adalan menolong orang lain untuk berpikir dan bertindak kreatif agar berhasil dalam menjalankan usaha dengan tanpa mengambil alih secara tidak langsung  proses kegiatan usaha yang sedang dijalankan, artinya yang aktif adalah tetap penerima Pembiayan UMi. Hal ini penting untuk meningkatkan rasa percaya diri, tanggung jawab dan kemandirian dalam menjalankan usaha UMi atau bahkan untuk mengembangkan usahanya. 

Melalui kegiatan pendampingan yang inovatif dan bukan rutinitas, maka diharapkan Pembiayaan UMi optimal membantu mengurangi kemiskinan dan pengangguran dengan melahirkan wirausaha baru sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan. Yang terpenting adalah ‘yuk kita beli produk hasil Ultra Mikro’.

*Penulis adalah Kepala Subbagian Keuangan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry