“Dari sini, semakin jelas, bahwa, Paslon nomer satu, Eri-Armuji hanya mengandalkan hasil kerja Risma. Padahal yang disebut ‘Kebaikan’ atau prestasi Risma semakin hari, semakin ‘tergerus’ dengan problem Surabaya yang kian menumpuk.”

Oleh Dr Moh Mukhrojin, MSi

COBLOSAN (Rabu Wage, 9 Desember 2020) tinggal menghitung hari. Ternyata, warga Surabaya masih banyak yang bertanya: Pilih mana? Meneruskan Kebaikan atau Menyelesaikan Persoalan?

Kalau memilih ‘Meneruskan Kebaikan’ berarti mencoblos Eri-Armuji, paslon nomor urut 01. Sebaliknya, jika memilih ‘Menyelesaikan Persoalan’, sehingga ‘Surabaya To The Next Level’, berarti mencoblos Machfud ArifinMujiaman, paslon nomor urut 02. Terserah!

Kata ‘terserah’ bagi warga Surabaya, bukan berarti pasrah. Warga metropolis ini, dikenal jauh lebih rasional dibanding daerah-daerah lain, dalam memilih pemimpin. Hasil survey Poltracking Indonesia menegaskan, bahwa, sebanyak 49.4 persen pemilih Walikota Tri Rismaharini di Pilwali 2015, mencoblos paslon nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman daripada Eri-Armuji.

Di sini pasangan Eri-Armuji hanya memperoleh angka 37 persen. Poltracking Indonesia sendiri, baru kali ini mengeluarkan hasil survei peta elektabilitas paslon di Pilwali Surabaya 2020 usai Pilpres lalu. Berdasarkan data ini, paslon yang dikenal peduli, Machfud Arifin-Mujiaman mengungguli Eri-Armuji sebesar 11.6 persen suara di segmentasi pemilih Tri Rismaharini.

Manajer Riset Poltracking Indonesia, Masduri menyebutnya sebagai potret perilaku pemilih (Surabaya) yang rasional. Tak hanya unggul di segmentasi pemilih Risma saja, paslon MAJU (Machfud Arifin-Mujiaman) juga mengungguli Eri-Armuji secara elektabilitas. Pasangan tersebut menorehkan 51.7 persen suara.

Sedangkan Eri-Armuji hanya mendapatkan 34.1 suara di masyarakat Kota Surabaya. Dengan data tersebut pasangan Machfud Arifin-Mujiaman unggul sejauh 17.6 persen suara dari pesaingnya di Pilwali 2020. Dari data ini, hanya 5 persen warga Surabaya yang masih merahasiakan jawabannya. Sementara itu, sebanyak 9.2 persen belum menentukan pilihannya alias undecided voters.

Hari ini, masing masing calon melempar klaim, menguatkan argumen sendiri. Paslon nomer satu misalnya, Eri-Armuji,  yakin PDIP yang sudah 20 tahun terakhir sebagai jagoan, tak akan terkalahkan. Kota Surabaya, bagi mereka adalah ‘Kandang Banteng’ yang sulit dikalahkan.

Sementara paslon nomor urut dua yang didukung banyak parpol, tak kalah semangat untuk ‘membobol’ Kandang Banteng. Mereka juga door to door menyampaikan program unggulanya  kepada Warga Surabaya. Seru!

Yang menarik: Ketika kita membaca tagline masing-masing. Eri-Armuji misalnya, kelewat ‘sujud’ kepada Risma. Beberapa spanduk dan baliho di jalanan, tampak jelas ia berharap pendukung Risma tumplek blek jadi satu untuknya. Pasangan ini tak segan-segan memasang tagline “Meneruskan Kebaikan”.

Sementara, paslon nomer dua (MAJU) memilih tagline ” Surabaya To The Next Level” dengan menuliskan beberapa komitmenya seperti Surat Ijo menjadi SHM, Jalan mulus, bebas macet, bebas banjir yang selama ini menghantui warga Surabaya.

Dari sini, semakin jelas, bahwa, Paslon nomer satu, Eri-Armuji hanya mengandalkan hasil kerja Risma. Padahal yang disebut ‘Kebaikan’ atau prestasi Risma semakin hari, semakin ‘tergerus’ dengan problem Surabaya yang kian menumpuk.

Apa yang ditulis Majalah Fortune, bahwa, Risma menjadi jagoan ke 24 dari 50 pemimpin dunia, telah terkoreksi oleh kalangan kampus. Pengamat Politik Universitas Brawijaya, (UNIBRAW) Malang Faza Dhora Nailufar, mengatakan, popularitas Risma sebenarnya bukan sepenuhnya berasal dari sejumlah prestasi, melainkan lebih dipengaruhi oleh peran bingkaian media.

Pasalnya, sejak memimpin Surabaya hingga saat ini, kota pahlawan ini masih diliputi sejumlah permasalahan, Seperti banjir dan semakin buruknya layanan tansportasi. “Dia memang berhasil menjadikan media daring sebagai bingkai. Tetapi, sebaliknya, segala kekurangan tidak diberitakan. Risma sendiri terbuai pujian dan tidak lagi termotivasi untuk membenahi segala karut marut metropolitan,” demikian Faza seperti dikutip Surabayapagi.com.

Bukan cuma Faza Dhora Nailufar, seorang kepala Kantor Kementerian di Surabaya juga mengeluhkan hal serupa. Misalnya, Surabaya ini, ternyata, satu satunya kota yang tidak ada Lembaga Keagamaan, seperti LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran), BWI (Badan Wakaf Indoesia), dan BAZNAS ( Badan Amil Zakat Nasional).

Padahal menurutnya seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur, ada, kecuali Kota Surabaya. Penduduk kota ini juga mayoritas beragama Islam. Hal ini sangat ironi karena lembaga tersebut sebagai mercusuar  umat Islam dalam dakwah bil hal.

Surabaya yang menjadi pusat Resolusi Jihad, mestinya memiliki rasa semangat untuk merawat nilai-nilai agama. Apa susahnya Surabaya memikirkan kader-kader yang konsen di MTQ. Toh ketika mereka juara, juga akan mengangkat marwah Kota Surabaya. Terlebih aspek agama ini jika diprioritaskan akan berdampak pada keadaan Kota Surabaya yang Balatun Thayibatun Wa rabbun Ghafur (Aman, Damai dan penuh Ampunan).

Nah dari sini, semakin jelas, apakah kita akan memilih ‘Meneruskan Kebaikan’ atau berharap naik kelas, “Surabaya To The Next Level”? Tak perlu didekte, karena warga Surabaya jauh lebih cerdas dalam memilih walikota dan wakil walikota-nya. Bukankah Nasbul Imamah wajibun, memilih pemimpin yang baik dan benar, adalah wajib. Waallahu’alam bish-shawab. (*)

Dr. Moh. Mukhrojin, M.Si adalah Dosen  Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Panglima Sudirman Surabaya & Dosen Luar Biasa UNTAG Surabaya, Pengasuh Pesantren Bismar Almustaqim

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry