Eksekusi yang tidak lazim. Ribuan aparat kepolisian dibantu ribuan SATGAS Parpol mengosongkan ASTRANAWA. Barang-barang redaksi pun berantakan. (FT/ridho)

SURABAYA | duta.co – Menunggu putusan gugatan perlawanan eksekusi No 1121/BTH/2019/PN.SBY oleh majelis hakim, Senin (15/6/2020) Petisi Melawan Eksekusi Graha ASTRANAWA yang diinisiasi wartawan Duta Masyarakat dan duta.co di seluruh daerah di Jawa Timur, dikirim ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI, Prof Dr Mohammad Mahfud MD.

Petisi juga diunggah melalui change.org, mulai Senin (15/6/2020) siang. Sampai berita ini diunggah, sudah 97 tandatangan yang mendukung. Sejumlah komentar turut menyertainya. Mayoritas prihatin dengan penegakan hukum di negeri ini. “Hukum hanya tajam ke bawah. Apalagi kalau yang dihadapi penguasa atau petinggi Parpol,” demikian disampaikan salah seorang wartawan.

“Ini bukan semata karena menimpa kantor kita, ASTRANAWA. Lebih dari itu, penegakan hukum di PN Surabaya patut dipertanyakan. Kekhawatiran Prof Mahfud MD soal industri hukum, harus menjadi atensi bersama. Kita kirim petisi, batalkan eksekusi yang terang-terangan melanggar hukum,” demikian Hendy Yustoro wartawan Duta Masyarakat perwakilan Kabupaten dan Kota Blitar dalam Webinar bersama Pemimpin Umum HU Duta Masyarakat Drs Choirul Anam, pemilik ASTRANAWA, Rabu (10/6/2020).

Bedah kasus eksekusi ASTRANAWA ini mengambil momen halal bi halal 1441 H. Dibahas juga sejumlah pendapat pakar hukum dari berbagai kampus. Dari pendapat Dr Sri Setiadji, SH. MHum (Univeritas 17 Agustus Surabaya), Dr Agus Sukarmadji, SH, MHum (Universitas Airlangga), Dr Iwan Permadi SH, MHum (Universitas Brawijaya) sampai pendapat Dr Taufik Iman Santoso, SH, MHum dari Universitas Surabaya (UBAYA).

Acara ini dipandu Eko Pamudji, General Manager Duta Masyarakat. Kandidat doktor ilmu politik dan komunikasi ini, mengatakan, bahwa, fakta hukum kepemilikan tanah ASTRANAWA tidak seharusnya dikesampingkan oleh pendapat hakim. Putusan Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby oleh majelis hakim yang diketuai Yulisar SH MH dengan anggota masing-masing Harijanto SH MH dan  Zainuri SH, telah ‘memberangus’ banyak fakta hukum. Ini berbahaya bagi masa depan penegakan hukum.

“Logika hukum mana yang bisa diterima. Tanah ASTRANAWA ini diperoleh Cak Anam dengan hibah dan sejumlah ganti rugi dari warga pemilik pada tahun 1997. PKB belum lahir. Kok bisa dikalahkan dengan selembar memo YKP (Yayasan Kas Pembangunan) Surabaya yang jelas-jelas bukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN),” jelas Eko mengawali diskusi.

Sudah begitu, eksekusi berjalan dengan ‘tangan besi’. Ribuan polisi dikerahkan. Tidak ada kesempatan untuk menunjukkan fakta-fakta hukum atas kecerobohan dan kesalahan fatal saat eksekusi. Padahal, saat itu, sudah ada bukti gugatan perlawanan yang telah diterima PN Surabaya, No 1121/BTH/2019/PN.SBY.

“Setuju dengan bahasa Cak Anam, ini bukan eksekusi, tetapi, perampasan hak. Sampai Pemred Duta Masyarakat diborgol. Kita bikin petisi sebagai bentuk perlawanan, adalah tepat. Ini sekaligus dukungan kepada Majelis Hakim yang sedang mengadili gugatan perlawanan eksekusi di PN Surabaya, agar memutus dengan seadil-adilnya. Gugatan perlawanan itu rencananya diputus pekan ini,” tegasnya.

Enoh Kurniawan, wartawan Duta Masyarakat yang biasa meliput jalannya sidang di PN Surabaya, juga mengaku heran. Eno, demikian ia akrab dipanggil, setuju dengan mengirim petisi sebagai bentuk dukungan kepada majelis agar berani memutus perkara ini seadil-adilnya.

“Apa yang disampaikan Prof Mahfud MD, Menko Polhukam RI, bahwa, industri hukum bisa menghancurkan negara, adalah benar. Kalau pengadilan sudah tidak bisa dipercaya, ini tanda-tanda kehancuran sebuah negara. Saya setuju membuat petisi untuk melawan Eksekusi ASTRANAWA ini, tentu, dengan menyertakan fakta-fakta hukum yang terabaikan,” jelas Eno.

Setelah mendengar masukan seluruh wartawan dari berbagai daerah, Pemred Duta Masyarakat, Mokhammad Kaiyis membuka satu persatu fakta hukum kepemilikan ASTRANAWA, berikut kekacauan hukum dari putusan Hakim Yulisar (Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby), serta Penetapan Eksekusi dari PN Surabaya No 20/EKS/2019/PN.Sby.

Mantan wartawan Majalah Editor Jakarta ini, juga mengungkapkan adanya Putusan Hakim PN Surabaya No:770/Pdt/2016/PN.Sby atas gugatan Cak Anam kepada YKP, di mana putusan tersebut justru memenangkan Cak Anam, menyatakan TIDAK SAH bukti kepemilikan PKB berupa SP 024/VIII/YKP/SP/2000. Kini, putusan tersebut masih dalam proses Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Proses eksekusi yang sulit diterima naluri manusia. Sampai terjadi pemborgolan Pemred Duta Masyarakat. (FT/ridho)

Berikut 12 fakta hukum yang ‘diberangus’ melalui putusan perkara Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby, Jo No 761/Pdt.G/2016/PT Sby Jo No 743/Pdt/2018 yang hanya berdasarkan (satu-satunya bukti milik PKB) selembar SP 024/VIII/YKP/SP/2000:

  1. Tanah ASTRANAWA ini sudah dimiliki Cak Anam sejak Tanggal 16 Juni 1997, disertai 4 Surat Tanda Hak Milik (STHM) dilengkapi Akta Notaris No 44 Tanggal 7 Mei 1987. Notaris/PPAT A Kohar SH. Saat itu PKB BELUM LAHIR.
  2. Akta Notaris Tantien Bintarti, SH No 128 tanggal 28 Agustus 2000 yang dibuat Cak Anam dengan YKP, bukan akta jual beli, melainkan akta penyelesaian masalah. Cak Anam menyerahkan 4 STHM ke YKP, sementara YKP — yang menguasai izin pengeringan wilayah — menyerahkan buku tabungan lunas kepada Cak Anam. YKP TIDAK PERNAH MEMBELI/MEMILIKI TANAH TERSEBUT.
  3. Eksekusi ASTRANAWA tidak seharusnya terjadi. Apalagi saat eksekusi berlangsung, sudah ditunjukkan adanya gugatan perlawanan No 1121/BTH/2019/PN.SBY, yang sudah dijadwalkan hari dan tanggal sidang.
  4. Eksekusi ASTRANAWA tidak seharusnya terjadi. Karena gugatan perkara perdata  No:770/Pdt/2016/PN.Sby yang diajukan Cak Anam kepada YKP dengan tegas membatalkan SP 024/VIII/YKP/SP/2000, satu-satunya bukti yang dimiliki PKB, yang menyebut obyek tanah di Kecamatan Rungkut, sementara ASTRANAWA ada di Kecamatan Gayungan. Saat eksekusi dilakukan perkara perdata Nomor 770/Pdt/2016/PN.Sby itu, masih dalam proses Banding.
  5. Eksekusi ASTRANAWA tidak seharusnya terjadi. Karena AMAR putusan yang dipakai dasar eksekusi, Perkara Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby, Jo No 761/Pdt.G/2016/PT Sby Jo No 743/Pdt/2018 justru MENGHUKUM Tergugat II (dalam hal ini YKP) untuk membuat Buku Tabungan atas nama PKB, dan sampai sekarang tidak dilakukan.
  6. Surat Persetujuan SP 024/VIII/YKP/SP/2000, satu-satunya bukti yang dimiliki PKB, adalah surat memo internal YKP. Orang AWAM HUKUM saja paham, bahwa, SP itu bukan Alas Hak Atas Tanah, juga bukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Apalagi dalam surat trsebut tidak jelas batas-batas tanah dimaksud. Untuk mempertegas ini, bisa dilihat Putusan PTUN No 168/G/2019/PTUN.SBY yang sudah berkuatan hukum tetap.
  7. Keterangan saksi ahli, Dr Taufik Iman Santoso di depan majelis hakim sidang perlawanan PN Surabaya, dengan jelas menerangkan, bahwa, eksekusi itu melanggar hukum. Karena putusan Perkara Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby, Jo No 761/Pdt.G/2016/PT Sby Jo No 743/Pdt/2018 amarnya membatalkan Akte Nataris Tantien Bintarti, SH No 128 tanggal 28 Agustus 2000, itu berarti secara otomatis mengembalikan status tanah tersebut pada posisi semula, sebelum akte itu dibuat. YKP harus mengembalikan 4 STHM yang diserahkan Cak Anam.
  8. Alasan majelis hakim dalam sidang Perlawanan di PN Surabaya, bahwa, eksekusi ASTRANAWA sudah dilakukan, ini yang membuat mereka repot, menurut Dr Taufik, tidak boleh dibiarkan. Karena prinsip hukum itu, tidak boleh merugikan orang lain.
  9. Pendapat pakar hukum (Legal Opinion) Dr Sri Setiadji, SH. MHum (Univeritas 17 Agustus Surabaya), Dr Agus Sukarmadji, SH, MHum (Universitas Airlangga), Dr Iwan Permadi SH, MHum (Universitas Brawijaya), setelah membaca proses kepemilikan tanah, menyimpulkan, bahwa, status hak atas tanah ASTRANAWA itu melekat sepenuhnya kepada Drs Choirul Anam.
  10. Secara tegas dan jelas, bahwa, kapasitas hukum partai politik (PKB) bukan merupakan subyek hukum yang patut mendapatkan hak atas obyek yang disengketakan. Berdasarkan UU No 2 Tahun 2011 Partai Politik diberikan status badan hukum hanya bisa memperoleh HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, karena Parpol tidak diberikan hak milik sebagaimana diatur dalam PP No 38 Tahun 1963.
  11. Menurut pendapat pakar hukum Dr Sri Setiadji, SH. MHum (Univeritas 17 Agustus Surabaya), Dr Agus Sukarmadji, SH, MHum (Universitas Airlangga), Dr Iwan Permadi SH, MHum (Universitas Brawijaya) Parpol tidak dapat memperoleh tanah dengan cara hibah jika tanah yang dihibahkan itu berupa hak milik.
  12. Kesaksian Sdr Drs M Musyafak, yang tercantum di halaman 48 putusan Perkara Nomor 86/Pdt/2016/PN.Sby, yang menjadi pertimbangan Hakim Yulisar, bahwa, tanah ASTRANAWA adalah pemberian Cak Narto kepada PKB karena telah mendukung sebagai Walikota Surabaya Sunarto, sangat patut diragukan kebenarannya.

Orang yang awam hukum paham, jika benar kesaksian tersebut, maka, pemberian itu bagian dari gratifikasi. Jika tidak, ini bagian dari saksi palsu. Inilah yang sedang didalami oleh sebuah LSM anti korupsi di Surabaya, SCWI (Surabaya Coruption Watch Indonesia) yang sedang mendesak DPRD Kota Surabaya, untuk dilakukan digelar hearing tanah ASTRANAWA, dan DPRD Kota Surabaya belum berani menjawab. (mky,eno)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry