Suami istri petani warga Randegan RT 1 RW 1 panen sawi ditengah mahalnya harga pupuk, Kamis, (29/9/22). (FT/LOETFI)

SIDOARJO | duta.co – Mahalnya harga pupuk (mess) dan obat-obatan pertanian, membuat sebagian besar petani menjerit. Hal ini dikarenakan harga pupuk terus melambung, namun hasil panen naik turun.

Seperti yang dikeluhkan sepasang suami istri petani sawi ditegalan sepetak ukuran 15 meter X 40an meter yang disewanya, mengeluhkan harga pupuk yang tinggi dan susahnya mendapatkan pupuk subsidi, Kamis, (29/9/22).

Berdasarkan Kepmentan Nomor 5 Tahun 2022, alokasi jenis pupuk subsidi, pupuk urea, dan NPK ditambah. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan tetap akan memberlakukan pembatasan jenis pupuk bersubsidi mulai 1 Oktober 2022.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan tetap akan memberlakukan pembatasan jenis pupuk bersubsidi mulai 1 Oktober 2022. Saat ini, pemerintah memberikan subsidi untuk lima jenis pupuk. Sejauh ini, Kementan menyatakan belum ada rencana pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan.

Cantoro (56), salah satu petani Desa Randegan RT 1 RW 1 Tanggulangin, yang mengeluh atas mahalnya harga pupuk, mengatakan, “Kalau tegal (tanah) ini saya sewa, awal sebelum ditanami sawi ini, tidak ditanami, karena banyak suket semua seperti itu (sambil menunjuk rumput alang-alang) ini sewa sebelumnya disewa orang ditanami jagung,” terang Cantoro.

Ditanya hanya bertani di lahan yang seukuran tersebut apa cukup hasilnya dengan harga pupuk yang sangat mahal?

Cantoro menjawab, “Insyaallah nutut kalau harga sawi satu iket seribu, satu bongkok Rp10 ribu, sebab biasanya harga Rp5-Rp6ribu. Dan harus ada pembeli, karena kita jualnya ke pasar tinggal antar. Kulo kantun ngeteraken, kalau tidak punya bakul tidak berani nandur sakmenten, rugi mas,” jawabnya.

“Kecuali pas larang, nggeh bakule ingkang keliling mados,natteh ngantos Rp 20 ewu setunggal bongkok (kurang lebih 10 iket.red), mas,” ungkapnya saat ditemui duta.co, Kamis, (29/9/22).

Senada, Suwarsih, istri Cantoro menambahkan, ia dan suaminya akan tetap bertahan walau obat (pupuk) mahal. Terlebih tidak ikut Poktan.

“Wong tani menjerit mess dan obat mahal, harga mess (pupuk) dan obat mahal, hasil panen murah dan dijual tidak nutut, sedangkan hasil tani harga turun, mengadu ten sinten mas? yek nopo protes seh nggeh mboten semerap,” keluh Suwarsih.

Cantoro dan istri menceritakan lebih lanjut, kalau mess beli disitu tidak boleh karena subsidi, jadi gimana kita mendapatkan mess, padahal ada jatah sebetulnya untuk polowijo.

“Harga mess mahal dan susah mendapatkannya, sampai saya beli mess yang gambar Kebo Cap Petro Rp500 ribu, jauh dari yang subsidi kisaran Rp140 ribu sampai Rp160 ribu,” terangnya.

Ia berharap pemerintah memperhatikan kebutuhan mess subsidi dan memberikan solusi bagaimana kebutuhan petani.

Terpisah, pihak Dinas Pangan dan Pertanian melalui Kabid Sarpras dan Perkebunan, Nusfa Muzdalifah, menanggapi mahalnya pupuk dan susahnya mendapatkan pupuk subsidi. Ia mengatakan, pupuk subsidi tidak boleh dijual kepada pihak-pihak.

“Pupuk subsidi itu diberikan kepada 1. Petani yang bergabung dalam kelompok tani, 2. Luas maksimal lahan 2 ha/musim, dan 3. namanya tercantum didalam e-RDKK,” pungkasnya kepada wartawan. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry