KEPINCUT: Para pengusaha Perancis terpikat dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Perancis bahkan berkomitmen untuk mengembangkannya. (FT/merdeka)

JAKARTA | duta.co — Pemerintah Perancis berjanji untuk membantu mengembangkan berbagai proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Bantuan serta kerja sama itu diawali dengan launching French Reneable Energy Group 1 (FREG) di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di Jakarta, hari ini, Selasa (28/2/2017).

“Kami sudah bertemu dengan Menteri ESDM dan menandatangani kesepakatan dan juga sudah meluncurkan perusahaan dengan energi terbarukan di Indonesia,” ujar Menteri Luar Negeri Perancis, Jean Marc Ayrault saat ditemui di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (28/2)

FREG sendiri merupakan wadah perusahaan Perancis yang beroperasi di Indonesia maupun para pelaku usaha Perancis yang tertarik untuk masuk ke sektor EBT di Indonesia. FREG akan menjadi kepanjangan tangan dari French Syndicate of Renewable Energy (SER), organisasi EBT terbesar di Perancis.

Sementara, Menteri ESDM, Ignasius Jonan menjelaskan, komitmen pemerintah menggunakan EBT 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025. Kerja sama ini untuk mendukung target tersebut.

Meski demikian, Jonan mengaku, untuk mencapai target itu, belum tentu terealisasi. “Tapi setidaknya kita berusaha untuk mencapai sekitar 20 (persen),” ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (28/2).

Dia menjelaskan, salah satu tantangan adalah tarif penggunaan EBT. Di negara yang lebih maju seperti Perancis atau Eropa Barat lainnya, menurutnya tantangan ini kurang terasa lantaran berpendapatan lebih tinggi.

“Jadi di Perancis, atau Eropa Barat pengadaan sekitar 40 ribu dolar AS PDB per kapita dengan persentase yang sangat rendah orang-orang yang mendapatkan sesuatu yang kurang dari 10 ribu dolar AS. Sangat rendah, mungkin hanya 5 persen,” tuturnya.

Di Indonesia, imbuhnya, kesenjangan ekonomi masih besar. Ia merincikan sekitar 5 persen berpendapatan sebanyak 100 ribu dollar AS per tahun. Sebanyak 20 hingga 30 persen di bawah 2.000 dolar AS per tahun. “Atau mungkin kurang dari 1.000 dolar AS per tahun,” tutur mantan Menteri Perhubungan itu. (rep/cnn)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry