Mudahnya kita mengakses informasi tanpa batas, pesatnya perkembangan tehnologi dan kemampuan kolaborasi yang memungkinkan orang bisa melakukan hal hal menakjubkan. Itulah kondisi dan lingkungan yang kita tinggali saat ini.
Media sosial dan tehnologi menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Untuk itu, menjadi individu yang memiliki kemampuan kritis berkaitan dengan media dan tehnologi adalah suatu keharusan agar kita mampu beradaptasi baik dalam bekerja maupun beraktifitas dengan baik.
Di abad ini selain dituntut mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, juga memiliki kemampuan dan keahlian yang berdaya saing, sehingga mampu berkompetisi dengan baik di era pesatnya persaingan generasi muda antar bangsa dalam segala aspek kehidupan. Pentingnya individu untuk memiliki karakteristik moral(keimanan dan ketaqwaan terhadap agama, kejujuran, rendah hati, tanggung jawab, mandiri, apresiatif, sederhana, berbagi,dsb.) dan Karakter Kinerja .(kompeten, Kreatif, inovatif, kritis, solutif, komunikatif, kolaboratif, literasi tehnologi ).
Demikian halnya dalam kontek memberikan pendidikan abak di era millenium. Karena bagaimanapun karakter dan kualitas seorang ibu akan sangat menentukan kualitas anaknya.
Peran seorang ibu, selain dituntut multi fungsi, di era millenium ini ia mendapat tugas yang lebih berat lagi karena dituntut lebih lagi karena era kebebasan informasi tidak selalu memberikan dampat posiif apalagi jika relefansinya dengan ketepatan usia anak. Selain lebih ketat dalam memberikan pengawasan terhadap penggunakan gawai anak anaknya, ia harus sensitif, responsif terkait aktifitas dan interaksi dunia medsos. Mampu membekali anak dengan keterampilan tentang dunia digital . Dalam hal ini, ia akan mampu memberdayakan bagaimana pola interaksi dunia digital medsos yang lebih bertanggungb jawab.
Seorang ibu juga harus mampu memberdayakan anaknya dengan keterampilan untuk dapat memilah dan memilih konten serta aktivitas di dunia digital yang sesuai dengan tahapan usia perkembangan anak, selian menjadi pendamping anak di dunia digital. Kemampuan dalam menjalin komunikasi yang efektif sesuai kebutuhan anak dan sesuai dengan dengan tujuan pengasuhan. Memastikan sikap dan ucapannya memberikan dampak positif, bukan sebaliknya. Soal durasi penggunaan tehnologi digital, harus disepakati bersama dan konsisten dalam menjalankannya.
Sedemikian dalamkah pengaruh ibu pada pendidikan dan pembentukan karakter anak-anaknya? Dengan kata lain, apakah ibu merupakan pusat pelatihan sumber daya manusia (SDM) bagi anaknya? Jawabannya, tanggungjawab pendidikan anak adalah tanggungjawab kedua orang tua, bapak dan ibu. Bapak sebagai direktur pendidikan yang memberikan arah dan visi pendidikan anak. Sedangkan ibu sebagai manajer pendidikan yang melaksanakan tugas dan memegang kendali sehari-hari. Ibu yang beinteraksi langsung dengan anak hampir sepanjang waktu, khususnya jika sang anak belum sekolah dan ibu memilih tidak bekerja di luar rumah.
Michael Armstrong mendefinisikan Ibu sebagai pusat pendidikan dan pelatihan SDM. Ia berpendapat, pelatihan (training) sebagai modifikasi perilaku yang sistematis melalui pembelajaran (learning) yang terjadi sebagai hasil pendidikan, instruksi, pengembangan dan pengalaman yang terencana. Learning didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil praktek dan pengalaman.
Bila demikian, maka orang yang bisa melakukan tugas ini secara tepat adalah seorang ibu. Mulai bangun tidur hingga berangkat tidur lagi, seorang anak, khususnya balita, tidak lepas dari campur tangan ibunya. Dalam tiap interaksi ibu bisa menanamkan nilai-nilai positif dalam diri anaknya melalui ucapan, sikap dan perilaku atau contoh nyata. Mengingat ibu adalah orang pertama yang berinteraksi dengan anaknya, maka tugas ibu adalah membentuk perilaku melalui teladan sehari-hari. Seorang ibu bisa menanamkan nilai-nilai, keyakinan (belief) bagi anaknya. Belief yang baik akan membuat sang anak memiliki cara pandang/persepsi (perception) yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.
Persepsi ini akan menentukan sikap (attitude) sang anak dalam merespon peristiwa atau masalah yang dihadapiya. Selanjutnya, sikap ini yang akan mempengaruhi perilaku (behaviour) seseorang. Bila ingin memiliki anak dengan perilaku yang baik, maka harus memberikan input atau nilai-nilai yang baik pada anak.
Ibu sebagai Role Model karena ibu adalah figure pertama dan utama yang dilihat anak. Ibu menjadi panutan atau role model bagi anak-anaknya. Karena menjadi contoh dan panutan, ibu harus menjadi pribadi yang baik.
Berkata dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Prof Dr Dzakiah Darajat, 80% perilaku anak dipengaruhi oleh apa yang dilihat. Tugas ini tidak mudah. Karena sang ibu harus menjaga kata-kata, sikap dan perilaku baik dalam kondis susah atau senang. Mengingat ada ‘malaikat’ kecil yang selalu memperhatikannya dan akan menirunya.
Dengan menimba ilmu pengasuhan anak dan memperkuat keyakinan bahwa semua tugas yang dilaksanakan itu bernilai ibadah, seorang ibu akan mudah mendidik anak. Menjadi ibu ideal itu sulit, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Berbekal ilmu dan pengetahuan yang mumpuni, seorang ibu akan menjadi ibu idaman. Ciri ibu idaman:
Memberi teladan yang baik, mampu mendidik anak untuk mandiri dan problem solver memotivasi, menginspirasi dan mampu menciptakan suasana.situasi yag aman bagi anak anaknya.
Untuk itu, ibu harus selalu memiliki keinginan dan kemampuan untuk meng-upgrade/meningkatkan kualitas diri seorang ibu. Peran ibu sangat penting dalam proses pembentukan karakter anak dan kesejahteraan keluarga. Anak-anak yang baik dan berprestasi, lahir dari ibu dan lingkungan yang baik. Mengingat peran ibu yang krusial dalam pembentukan kepribadian anak, maka ibu harus selalu meningkatkan ilmu, pengetahuan dan keterampilan. Tradisi untuk terus mengembangkan kualitas diri ini sudah menjadi tradisi dan dibudayakan di lingkungan kampus STIESIA Surabaya. Mulai dari program program kajian religius yang dikhususkan untuk para dosen, karyawati yang tujuannya untuk meningkatkan keimanan dan mempererat jalinan silaturahmi antar civitas akademika STIESIA dan karyawannya.
Ikatan Wanita Stiesia (IWATA) adalah wadah organisasi yang rutin mengadakan pertemuan tiap bulan yang diisi bermacam kegiatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada anggotanya, yang notabene para ibu.. Sekaligus, sebagai perwujudan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, STIESIA melaksanakan program Pengabdian kepada Masyarakat berupa pelatihan kepada para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menegah) yang mayoritas pelaku UMKM adalah terdiri dari kaum ibu.
Melalui pelatihan ini, kaum ibu diharapkan memiliki pemahaman komprehensif terhadap bidang bidang seperti keuangan, pemasaran produk dan jasa, etika bisnis, perpajakan dan packaging. Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilan tambahan ini nantinya akan membekali kaum ibu untuk memulai membuka bisnis atau wirausaha secara mandiri. Sehingga mereka lebih professional dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini akan membuat kaum ibu bisa lebih berdaya secara ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. *
Penulis : Wininatin Khamimah, SE, MSi, Dosen Tetap STIESIA Surabaya