Wininatin Khamimah, SE, MSi, Dosen Tetap STIESIA Surabaya (duta.co/dok)

Mudahnya kita mengakses informasi tanpa batas,  pesatnya perkembangan tehnologi  dan kemampuan kolaborasi  yang memungkinkan orang bisa melakukan hal hal menakjubkan. Itulah  kondisi dan lingkungan  yang kita tinggali  saat ini.

Media sosial dan tehnologi menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Untuk itu, menjadi individu yang memiliki kemampuan kritis berkaitan dengan media dan tehnologi  adalah suatu keharusan agar kita mampu beradaptasi baik dalam bekerja maupun beraktifitas dengan baik.

Di abad ini selain dituntut mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, juga memiliki kemampuan dan keahlian yang berdaya saing, sehingga mampu berkompetisi dengan baik di era pesatnya persaingan generasi muda antar bangsa dalam segala aspek kehidupan.  Pentingnya individu untuk memiliki karakteristik moral(keimanan dan ketaqwaan  terhadap agama, kejujuran, rendah hati, tanggung jawab, mandiri, apresiatif, sederhana, berbagi,dsb.) dan  Karakter Kinerja .(kompeten,  Kreatif, inovatif, kritis, solutif,  komunikatif, kolaboratif, literasi tehnologi ).

Demikian halnya dalam kontek memberikan pendidikan abak di era millenium. Karena bagaimanapun karakter dan kualitas seorang ibu  akan sangat menentukan kualitas anaknya.

Peran seorang ibu, selain dituntut multi fungsi,  di era millenium ini ia  mendapat tugas yang lebih berat lagi karena  dituntut lebih lagi karena era kebebasan informasi tidak selalu memberikan dampat posiif  apalagi jika relefansinya  dengan ketepatan usia anak. Selain lebih ketat dalam memberikan pengawasan terhadap penggunakan gawai anak anaknya, ia harus sensitif, responsif terkait aktifitas dan interaksi dunia medsos. Mampu membekali anak dengan keterampilan  tentang dunia digital . Dalam hal ini, ia akan mampu memberdayakan bagaimana pola interaksi dunia digital medsos yang lebih bertanggungb jawab.

Seorang ibu juga harus mampu memberdayakan anaknya  dengan keterampilan untuk dapat memilah dan memilih konten serta aktivitas di dunia digital yang sesuai dengan tahapan usia  perkembangan anak, selian  menjadi pendamping  anak di dunia digital. Kemampuan dalam menjalin komunikasi yang efektif sesuai kebutuhan anak dan sesuai dengan dengan tujuan pengasuhan. Memastikan  sikap dan ucapannya  memberikan dampak positif, bukan sebaliknya. Soal durasi penggunaan tehnologi digital, harus disepakati bersama dan konsisten dalam menjalankannya.

Sedemikian dalamkah pengaruh ibu pada pendidikan dan pembentukan karakter anak-anaknya? Dengan kata lain, apakah ibu merupakan pusat pelatihan sumber daya manusia (SDM) bagi anaknya?  Jawabannya, tanggungjawab pendidikan anak adalah tanggungjawab kedua orang tua, bapak dan ibu.  Bapak sebagai direktur pendidikan yang memberikan arah dan visi pendidikan anak. Sedangkan ibu sebagai manajer pendidikan yang melaksanakan tugas dan memegang kendali sehari-hari.   Ibu yang beinteraksi langsung dengan anak hampir sepanjang waktu, khususnya jika sang anak belum sekolah dan ibu memilih tidak bekerja di luar rumah.

Michael Armstrong mendefinisikan Ibu sebagai pusat pendidikan dan  pelatihan SDM. Ia berpendapat, pelatihan (training) sebagai modifikasi perilaku  yang sistematis melalui pembelajaran (learning) yang terjadi sebagai hasil pendidikan, instruksi, pengembangan dan pengalaman yang terencana. Learning didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil praktek dan pengalaman.

Bila demikian, maka orang yang bisa melakukan tugas ini secara tepat adalah seorang ibu.  Mulai bangun tidur hingga berangkat tidur lagi, seorang anak, khususnya balita, tidak lepas dari campur tangan ibunya. Dalam tiap interaksi ibu bisa menanamkan nilai-nilai positif dalam diri anaknya melalui ucapan, sikap dan perilaku  atau contoh nyata. Mengingat ibu adalah orang pertama yang berinteraksi dengan anaknya, maka tugas ibu adalah membentuk perilaku melalui teladan sehari-hari. Seorang ibu bisa menanamkan nilai-nilai, keyakinan (belief) bagi anaknya. Belief yang baik akan membuat sang anak memiliki cara pandang/persepsi (perception) yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.

Persepsi ini akan menentukan sikap (attitude) sang anak dalam merespon peristiwa atau masalah yang dihadapiya. Selanjutnya, sikap ini yang akan mempengaruhi perilaku (behaviour) seseorang.  Bila ingin memiliki anak dengan perilaku yang baik, maka harus memberikan input atau nilai-nilai yang baik pada anak.

Ibu sebagai Role Model karena  ibu adalah figure pertama dan utama yang dilihat anak. Ibu menjadi panutan atau role model bagi anak-anaknya. Karena menjadi contoh dan panutan, ibu harus menjadi pribadi yang baik.

Berkata dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Prof Dr Dzakiah Darajat, 80% perilaku anak dipengaruhi oleh apa yang dilihat.  Tugas ini tidak mudah. Karena sang ibu harus menjaga kata-kata, sikap dan perilaku baik dalam kondis susah atau senang. Mengingat ada ‘malaikat’ kecil yang selalu memperhatikannya dan akan menirunya.

Dengan menimba ilmu pengasuhan anak dan memperkuat keyakinan bahwa semua tugas yang dilaksanakan itu bernilai ibadah, seorang ibu akan mudah mendidik anak.   Menjadi ibu ideal itu sulit, tetapi bukan berarti tidak mungkin.  Berbekal ilmu dan pengetahuan yang mumpuni, seorang ibu akan menjadi ibu idaman. Ciri ibu idaman:

Memberi teladan yang baik, mampu mendidik anak untuk mandiri dan  problem solver memotivasi, menginspirasi dan mampu menciptakan suasana.situasi yag aman bagi anak anaknya.

Untuk itu, ibu harus selalu memiliki keinginan dan kemampuan untuk  meng-upgrade/meningkatkan  kualitas diri seorang ibu. Peran  ibu sangat penting dalam proses pembentukan karakter anak dan kesejahteraan keluarga. Anak-anak yang baik dan berprestasi, lahir dari ibu dan lingkungan yang baik. Mengingat peran ibu yang krusial dalam pembentukan kepribadian anak, maka ibu harus selalu meningkatkan  ilmu, pengetahuan dan keterampilan.   Tradisi untuk terus mengembangkan kualitas diri ini sudah menjadi tradisi dan dibudayakan di lingkungan kampus STIESIA Surabaya. Mulai dari program program kajian religius  yang dikhususkan untuk para dosen, karyawati  yang tujuannya untuk meningkatkan keimanan dan mempererat jalinan silaturahmi antar  civitas akademika STIESIA dan karyawannya.

Ikatan Wanita Stiesia (IWATA) adalah wadah organisasi yang  rutin mengadakan pertemuan tiap bulan yang diisi bermacam kegiatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada anggotanya, yang notabene para ibu..  Sekaligus, sebagai perwujudan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, STIESIA melaksanakan  program Pengabdian kepada Masyarakat berupa pelatihan  kepada para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menegah) yang mayoritas pelaku UMKM adalah terdiri dari kaum ibu.

Melalui pelatihan ini, kaum ibu diharapkan memiliki pemahaman komprehensif terhadap  bidang bidang seperti  keuangan, pemasaran produk dan jasa, etika bisnis, perpajakan dan packaging. Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilan tambahan ini nantinya akan membekali kaum ibu untuk  memulai membuka bisnis atau wirausaha secara mandiri. Sehingga mereka lebih professional dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini akan membuat kaum ibu bisa lebih berdaya secara ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. *

Penulis : Wininatin Khamimah, SE, MSi, Dosen Tetap STIESIA Surabaya

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry