Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widya Yudha saat memberikan paparannya "Kebijakan Energi Terbarukan sebagai Trade Off Kelangkaan BBM Fosil" dalam Bincang  "Energy & Industry Outlook 2023" yang digelar oleh Pertamina Patra Niaga di Surabaya, Kamis (17/11/2022). DUTA/Wiwiek Wulandari

SURABAYA | duta.co – Keberadaan energi masih menjadi penentu dalam kinerja ekonomi suatu negara. Di Indonesia, konsumsi energi secara keseluruhan masih terus mengalami kenaikan dengan rata-rata sebesar 5,6 persen per tahun.

Dengan pertumbuhan tersebut, maka di tahun 2030, diperkirakan konsumsi energi bagi industri mencapai 49 persen, disusul transportasi sebesar 29 persen, Rumah Tangga 15 persen dan komersial sebesar 4 persen.

“Melihat kondisi tersebut, maka peran energi bagi pertumbuhan ekonomi sangatlah penting, karena konsumsi energi dalam struktur industri ada pada angka kumulatif 50-60 persen,” ungkap Kepala PKKPBI ITS Arman Hakim Nasution saat “Energy & Industry Outlook 2023” yang digelar oleh Pertamina Patra Niaga di Surabaya, Kamis (17/11/2022).

Pentingnya energi dalam menggerakkan ekonomi sebuah negara juga bisa dilihat dari kondisi sejumlah negara di Eropa yang saat ini mengalami kemunduran. “Jerman, yang dulunya industrinya adalah green industry dan sistemnya sudah 4.0. Tetapi karena ada masalah energi, maka saat ini Jerman atau Eropa menuju kemunduran karena harus menggunakan energi kotor lagi, menggunakan batu bara,” ungkapnya.

Agar suplai energi tetap stabil dan tidak mengalami kekurangan, maka harus ada transformasi energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) di sejumlah sektor yang mungkinkan, salah satunya di rumah tangga.

Maka solusinya adalah hal yang bisa di renewable-kan ya pakai energi EBT, misal  untuk rumah tangga. Jika bebannya 1300 KW kalau menggunakan panel surya kan mudah, atau energi angin yang disubsidi oleh pemerintah. Sementara industri karena untuk berubah berat, maka difokuskan ke fosil.

“Sehingga terjadi gabungan efisiensi antara yang bisa renewable apa, yang sulit berubah apa itu lebih fokus. Karena untuk memaksa industri beralih juga tidak bisa sebab akan menimbulkan ketidakpercayaan konsumen. terhadap industri terkait,” tandasnya.

Dari sisi transportasi, Manager STP Otomotif ITS, Bambang Sudarmanto mengatakan kenaikan konsumsi energinya adalah yang terbesar. Di tahun 2021, kenaikan konsumsi energi untuk sektor transportasi mencapai 2,91 persen, disusul industri sebesar 1,85 persen, Rumah Tangga sebesar 0,91 persen dak komersial sebesar 0,26 persen.

“Tingginya kenaikan konsumsi ini disebabkan oleh naiknya jumlah pengguna kendaraan, khususnya motor dan skuter. Dari tahun 2008-2015, kenaikan jumlah motor ran skuter mencapai dua kali lipat, dari 52 miliar unit motor menjadi 105 miliar motor. Tetapi penggunaan EBT di sektor transportasi ini masih sangat minim dan perlu ditingkatkan,” katanya.

Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Marketing Region Jatimbalinus, Deden Mochammad Idhani membenarkan bahwa konsumsi energi di tahun depan akan kembali mengalami kenaikan karena kegiatan masyarakat dan industri besar dan kecil sudah mulai bergerak normal.

“Kegiatan masyarakat dan industri besar dan kecil sudah mulai bergerak normal sehingga tahun 2023 otomatis memerlukan energi yang lebih besar. Oleh karena itu, salah satu kuncinya adalah kolaborasi semua elemen bangsa ini untuk hadapi tantangan 2023,” ujar Deden.

Dari sisis pemerintah, lanjutnya, pasti akan melakukan langkah-langkah strategis agar energi bisa disediakan sesuai dengan kebutuhan di 2023. Dan peran Pertamina dalam hal ini, sesuai dengan tugas dan fungsinya harus menyediakan energi BBM.

“Nah, Pertamina pasti akan berupaya menyediakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah di 2023. Dan kita komit membantu pemerintah untuk sediakan energi sesuai dengan kebutuhan. Tentunya tidak hanya pemerintah dan Pertamina, semua masyarakat dan stakeholder harus mendukung upaya pemerintah tersebut,” ungkapnya.

Dukungan, utamanya diperlukan untuk program transformasi energi dari energi fosil ke EBT. Karena Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan sangat besar. “Kita punya potensi besar tetapi belum termanfaatkan secara utuh,” tegas Anggota Dewan Energi Nasional, Satya  Widya Yudha.

Mantan anggota DPR RI tersebut menjelaskan, potensi Energi Terbarukan Indonesia mencapai   417,8 Giga Watt (GW). Sedangkan yang termanfaatkan hingga saat ini hanya sebesar 2,77 persen atau sekitar 11,6 GW. Dengan perincian energi ombak memiliki potensi 17,9 GW, geothermal sebesar 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air atau hydro 75 GW dan energi solar atau matahari memiliki potensi sebesar 207,8 GW.

“Karena itu, harus ada percepatan pengembangan EBT, diantaranya adalah dengan mengembangkan kendaraan listrik dan batrai hidrogen. Transformasi EBT juga harus mendapat dukungan penuh dan kesepakatan dari pemerintah daerah,” pungkasnya. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry