Ninnasi Muttaqiin, S.M.B., M.SM., CFP., ANZIIF (Assoc.) CIP – Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB)

Membicarakan pernikahan akan melibatkan banyak subpembahasan. Demikian ketika kita mempelajari suatu pernikahan, kita bisa belajar dari dua cara yakni bagaimana cara menjalani pernikahan dan mempelajari kegagalan pernikahan-pernikahan yang pernah ada.

 Baik bagi Anda yang belum dan akan menikah atau yang sedang menjalani pernikahan, penting untuk terus mengetahui bagaimana caranya menjalani pernikahan dengan baik dan lebih baik lagi. Hal tersebut sesuai dengan naluri dasar manusia, berevolusi.

Salah satu subpembahasan mengenai pelajaran pernikahan adalah dengan mengetahui apa saja penyebab rusaknya pernikahan.

Ketika kita mengetahui risiko apa saja yang menyebabkan rusaknya pernikahan, maka kita dapat mengambil tindakan pencegahan dan meminimalkan terjadinya risiko tersebut.

Data rekapitulasi faktor penyebab perceraian di Indonesia tahun 2017 dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung menyebutkan bahwa alasan kedua terbanyak perceraian adalah faktor ekonomi dengan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sebagai alasan pertama. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang bisa kita minimalkan dengan berbagai cara.

Faktor ekonomi menjadi masalah utama yang muncul di permukaan karena banyaknya pasangan menikah yang tidak siap dengan risiko ekonomi dan keuangan.

Ketika kondisi ekonomi baik, mereka akan baik-baik saja, dan ketika kondisi ekonomi memburuk, maka memburuk pula kondisi pernikahan mereka. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya keterbukaan, komunikasi yang baik, dan tanggung jawab.

Banyak lapisan masyarakat yang masih menganggap tabu untuk membicarakan tentang ekonomi atau dalam hal ini adalah masalah keuangan sebelum menikah. Banyak tradisi yang bahkan menentang adanya perjanjian pranikah.

Sebelum memutuskan menikah, penting untuk kedua pihak saling terbuka dan mengomunikasikan bagaimana keadaan keuangan, pandangan tentang keuangan, pengelolaan keuangan, dan rencana keuangan hingga beberapa tahun ke depan setelah menikah.

Setelah mengetahui bagaimana pemikiran satu sama lain, perlu juga untuk mengajukan beberapa contoh masalah keuangan dalam pernikahan sebagai bahan bertukar pikiran. Jika hal ini atau itu terjadi, tindakan apa yang akan dilakukan, pencegahan apa yang akan diambil.

 Dalam tingkatan lebih lanjut, jika dirasa perlu, sebelum menikah silakan menemui perencana keuangan profesional untuk membantu merencanakan pengelolaan keuangan ketika kelak sudah menikah.

Demikian juga pada pasangan dalam pernikahan, jika selama ini belum pernah membahas mengenai keuangan rumah tangga dengan terbuka, maka mulai bicarakan dari sekarang.

Hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain pendapatan masing-masing pihak, siapa yang akan mengelola keuangan rumah tangga, jika setuju suami yang menafkahi istri secara rutin maka berapa nafkahnya, jika membuka rekening tabungan bersama maka bagaimana kesepakatannya, bolehkah istri bekerja, pekerjaan apa yang diizinkan atau tidak diizinkan, berapa uang yang akan diberikan pada orangtua masing-masing, bagaimana mengelola dana pendidikan anak, apa dan bagaimana keputusan investasi yang akan diambil, berapa banyak anggaran yang disisihkan untuk berlibur, berapa kali setahun merencanakan liburan, rencana umroh atau haji, jika keadaan ekonomi buruk (dipecat, bisnis bangkrut, dll) maka bagaimana sikap yang akan diambil, dan yang terakhir jika ada yang meninggal maka bagaimana wasiatnya.

Pasangan yang sudah mampu mengomunikasikan pandangan satu sama lain terkait keuangan, sering kali rasa terbuka untuk hal-hal lain akan mulai mengikuti. Dan terakhir, ketika terjadi masalah apapun, terutama keuangan, biasakan untuk duduk bersama, membicarakannya dengan kepala dingin, tenang, berkenan untuk saling mendengar, dan fokus pada mencari solusi. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry