Prof Muslimin Ibrahim, Guru Besar FKIP Unusa. DUTA/endang

Pidato Pengukuhan Prof Muslimin sebagai Gubes Unusa

SURABAYA | duta.co – Pendidikan karakter saat ini sangat diperlukan bagi anak-anak Indonesia yang berada di zaman serba teknologi (generasi Z).

Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) , Prof Muslimin Ibrahim dalam pidato pengukuhannya menyebutkan karakter adalah determinan, life skills, sekaligus keunggulan dalam persaingan global. Lebih dari sekedar perkataan. Karakter adalah sebuah pilihan yang membawa kesuksesan.

Dalam pengukuhan, Kamis (6/1/2022), Prof Muslim mengatakan karakter menjadi tujuan pendidikan nasional seperti tercantum di dalam Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan membawa peserta didik agar memiliki dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, serta memiliki kecakapan hidup mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

“Karakter bukanlah anugerah semata, tetapi dibangun sedikit demi sedikit dengan pikiran, perkataan, perbuatan nyata, pembiasaan, keberanian, usaha keras dan bahkan dibentuk dari kesulitan demi kesulitan saat menjalani kehidupan,” ujarnya.

Di dalam proses itu seseorang belajar mengenal nilai-nilai karakter secara kognitif, diikuti dengan penghayatan nilai secara afektif, kemudian ditunjukkan dengan pengamalan nilai/karakter secara nyata. Singkat kata karakter dibangun dari gnosis ke praksis.

Membangun karakter akan efektif jika dilakukan melalui jalur pendidikan, dilakukan secara terencana, sistematik, dan berkesinambungan serta menjadi tanggungjawab semua guru/dosen mata pelajaran (tidak hanya mapel agama dan PPKN). Pendidikan karakter adalah membimbing orang untuk secara sukarela mengikatkan diri pada nilai (Voluntary personal commitment to value).

“Sebagian ahli berpendapat bahwa karakter tidak dapat diajarkan tetapi ditularkan. Agar dapat menular tentu harus ada yang “sakit” terlebih dahulu. yaitu orang yang memiliki karakter unggul yang bertindak sebagai model untuk ditiru. Hal ini memang ada benarnya karena 75% siswa belajar melalui pengamatan,” katanya.

Selama ini model diharapkan datang dari guru. Guru menjadi model karakter yang dapat diamati, kemudian ditiru oleh siswa. Sayang sekali dengan berjangkitnya pandemi Covid-19 yang menyebabkan sekolah ditutup sementara, berakibat pemodelan oleh guru tidak dapat terjadi lagi.

Pembelajaran karakter terintegrasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dapat menjamin tersedianya model, karena model diambil dari fenomena IPA sendiri. Guru perlu memaknai model-model tersebut agar dapat diketahui, dihayati, kemudian diamalkan oleh siswa.

Prof Muslim menyontohkan pendidikan karakter terintegrasi dengan IPA salah satunya  pengendalian diri pada kupu-kupu. Ketika sekelompok siswa belajar tentang bagaimana telur kupu-kupu menetas menjadi ulat, kemudian ulat membentuk kepompong untuk selanjutnya berubah menjadi kupu-kupu dewasa, mereka akan menemukan konsep perubahan bentuk atau metamorphosis sempurna.

Mereka akan mengidentifikasi tahapan perubahan berdasar fakta hasil pengamatannya. Sejauh ini, proses tersebut adalah pengajaran. Melalui pengamatan siswa belajar konsep metmorfosis, tahapan-tahapannya, perilaku setiap tahapan dan seterusnya.

Pada umumnya pembelajaran yang dilakukan di kelas, berhenti sampai pada tahapan ini (pengajaran). Pada pembelajaran karakter terintegrasi IPA, pembelajaran harus dilanjutkan, dengan menjadikan temuan pada tahapan pengajaran sebagai model karakter.

Guru dapat mengajak siswa mengamati lebih jauh bagaimana sifat dan perilaku ulat, yaitu rakus, banyak makan, merusak, bentuknya membuat orang menjadi jijik dan seterusnya (sikap negatif). Selanjutnya ulat melakukan pengendalian diri, dia tidak lagi makan, dia “berpuasa”.

“Hasilnya, siswa dapat melihat lahirnya kupu-kupu yang indah. Guru dapat menggaris bawahi fakta yang terjadi yaitu: “jika menginginkan perubahan menjadi lebih baik, maka setiap kita harus mampu mengendalikan seperti dicontohkan oleh kupu-kupu tadi. Kita harus menyadari bahwa hak kita dibatasi oleh hak orang lain,” ungkapnya.  ril/hms

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry