Mohammad Ghofirin – Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Teknologi Digital

PENYELENGGARAAN pendidikan di Indonesia dewasa ini semakin melupakan pesan-pesan etika dan moralitas. Pendidik lebih sebagai pengajar yang menitikberatkan pada pencapaian materi daripada pencapaian kualitas kepribadian peserta didik.

Mahasiswa dituntut untuk menguasai materi yang diajarkan tanpa memperdulikan ajaran nilai-nilai baik atau buruk, dan benar atau salah. Akibatnya banyak lulusan yang pandai namun tidak memiliki kepribadian yang baik.

Lulusan semacam ini cenderung akan menggunakan kepandaiannya untuk menguntungkan kepentingan diri sendiri walaupun harus mengorbankan kepentingan orang lain.

Pendidik dituntut tidak hanya mengajarkan penguasaan disiplin ilmu, namun harus diiringi dengan pendidikan yang memuat nilai etika, dan profesionalisme. di Indonesia dikembangkan model Pendidikan Karakter.

Pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai/karakter baik (good character) dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran akuntansi. Nilai/karakter dikaji kemudian dimasukkan ke dalam Silabus, Satuan Acara Perkuliahan (SAP), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran akuntansi dimaksudkan untuk melahirkan sumber daya manusia yang unggul bukan hanya dari segi intelektualnya, tetapi juga dari segi watak dan kepribadiannya. Dengan demikian pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran akuntansi akan berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.

Selain pendidikan karakter, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kecerdasan emosional peserta didik. Goleman (2005) mengatakan bahwa “keberhasilan seseorang sebesar 20% dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual, sedangkan 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional.”

Kecerdasan emosional bertumpu pada perasaan yang timbul akibat adanya stimulus, baik dari dalam maupun dari luar diri seseorang.

Emosi pada diri seseorang yang dilatih dengan baik akan melahirkan sikap tenang dan bijaksana, sikap yang sesuai dengan norma dan etika. Sedangkan emosi yang dibiarkan menguasai pikiran dan hati seseorang akan melahirkan sikap gegabah dan terburu-buru, bahkan cenderung bertentangan dengan norma dan etika.

Info  Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Kecerdasan emosional yang mencakup pengendalian diri, semangat,  ketekukan, kemampuan memotivasi, dan empati merupakan dorongan bagi seseorang untuk melakukan tindakan sesuai etika.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kecerdasan emosional tertentu pembelajaran akuntansi berpengaruh terhadap etika calon akuntan.

Sekolah/universitas memiliki peran penting dalam menanamkan kecerdasan emosional melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus diberikan kepada peserta didik secara komprehensif dan berkelanjutan.

Dengan pendidikan karakter diharapkan peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosional merupakan bekal penting dalam mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalani hidup sesuai dengan etika. Pendidikan karakter yang berisi ajaran nilai mulia dapat diterima oleh peserta didik yang memiliki kesiapan emosional.

Peserta didik yang tidak memiliki kesadaran  dan kepedulian akan sulit menerima  nilai-nilai kebaikan yang diajarkan. Pendidikan karakter memerlukan kecerdasan emosi agar seseorang terbiasa berbuat sesuai etika.

Kecerdasan emosional merupakan penopang landasan pendidikan karakter untuk memberi dorongan melakukan tindakan sesuai etika. Dengan demikian interaksi antara pendidikan karakter dan kecerdasan emosional akan mampu mempengaruhi etika para calon Akuntan. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry