Oleh: Dewi Diah F*

PADA tanggal 3 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien corona pertama  dan tanggal 16 Maret 2020 dikeluarkan kebijakan untuk work from home (WFH) dan social distancing selama minimal dua minggu. Sejak itu pula terjadi perubahan pola kegiatan dan gaya hidup. Yang sebelumnya para pekerja melakukan rutinitas berangkat kerja ke kantor menjadi harus bekerja dari rumah, begitu pula dengan mahasiswa yang sebelumnya rutin untuk berangkat kuliah ke kampus kemudian harus belajar dari rumah.

Hal ini tentunya mengubah pola arus kas khususnya kas untuk pengeluaran operasional bagi banyak orang. Selama WFH, para pekerja tidak banyak mengeluarkan operasional khususnya untuk transportasi dan tidak sedikit pula yang berpengaruh pada pengeluaran operasional makan karena yang biasanya sering membeli di luar menjadi lebih sering masak sendiri untuk menjaga higienitas. Tidak sedikit pula yang gaya hidupnya berubah, yang biasanya hampir setiap minggu pergi ke mall atau nongkrong di kafe, sekarang sudah tidak melakukan hal tersebut. Pola kegiatan tersebut pun sebagian besar masih terjaga hingga saat ini di masa new normal karena masih diterapkannya kebijakan social distancing. Ini tentunya menambah jumlah kas yang dimiliki oleh para pekerja.

Kas yang “menganggur” tersebut jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit, katakanlah minimal 30% dari gaji. Dari kas menganggur tersebut kemungkinan dialihkan untuk membeli kuota internet atau berlangganan wifi yang tentu nilainya masih dibawah pengeluaran operasional jika rutin berangkat ke kantor, membeli makanan di luar, dan entertainment seperti ke mall atau ke Kafe. Kas menganggur tersebut dapat digunakan untuk menambah tabungan ataupun mencari peluang investasi.

Pilihan investasi ada berbagai macam tetapi yang terpenting adalah pastikan bahwa investasi tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu pilihan investasi yang terdaftar di OJK adalah investasi saham. Investasi saham sekarang tidaklah serumit seperti zaman dahulu, sekarang sudah bisa dilakukan melalui online dan dengan modal yang tidak terlalu besar. Perubahan ini salah satunya sebagai buah dari  dukungan program pemerintah berupa “Yuk Nabung Saham”. Saham menjadi salah satu pilihan investasi yang menarik karena modal yang dibutuhkan sekarang cukup murah, hanya dengan membeli 1 lot saham terdiri dari 100 lembar maka kita sudah bisa menjadi salah satu pemilik perusahaan publik. Bahkan beberapa saham bluechip dapat dibeli dengan harga dibawah Rp. 500.000 per lot, jauh lebih murah jika kita berinvestasi properti seperti tanah.

Pada awal terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia, IHSG mengalami penurunan yang tentunya diakibatkan dari menurunnya harga-harga saham di bursa. IHSG pada tanggal 28 Februari 2020 adalah 5,452.70, kemudian pada tanggal 31 Maret 2020 melemah pada poin 4,538.93, pada bulan April dan Mei pun masih pada titik 4000-an, kemudian pada tanggal 8 Juli 2020 kembali menguat pada poin 5,076.17. Selama IHSG terkoreksi tersebut tentu saja disebabkan oleh terkoreksinya harga saham di bursa. Pada saham perbankan bahkan terkoreksi sangat tajam seperti saham bank BBCA pada tanggal 28 Februari 2020 harga saham sebesar Rp. 31.450 yang kemudian melemah selama kurun waktu sekitar 3 bulan berkisar pada harga 20.000an bahkan sempat menyentuh titik terendah Rp. 23.250. Begitu pula bank BUMN seperti BBNI, BBRI, dan BMRI juga mengalami penurunan. Harga BMRI sendiri sebelum adanya kasus Covid 19 adalah Rp. 7.350 selama masa pandemi menurun tajam pada level Rp. 4000-an, saham BBNI sebelum terjadi kasus Covid 19 adalah Rp. 7.025 yang kemudian menurun tajam pula pada level Rp. 3000-an, BBRI sebelum terjadi Covid 19 adalah Rp. 4.480 yang kemudian menurun pada level Rp. 2.000-an. Untuk barang consumer goods seperti saham ICBP yang semula berada pada posisi Rp. 10,275 selama pandemi menurun pada level Rp. 8.000-an. Pada Bulan Juli 2020, IHSG kembali mengalami kenaikan berada di level 5.000an yang tentu saja didorong oleh mulai pulihnya harga saham-saham di bursa. Jadi selama pandemi rata-rata saham harganya terkoreksi cukup tajam, namun penurunan ini hanya bersifat sementara karena adanya sentimen negatif atas kasus Covid 19 di Indonesia bukan karena fundamental perusahaan yang lemah yang tentunya setelah keadaan kembali pulih maka harga saham pun akan kembali ke harga awalnya.

Melihat hal tersebut tentu investor akan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan dengan membeli saham yang terkoreksi tajam untuk nantinya dijual kembali ketika harganya sudah naik. Hal tersebut pun dilakukan pula oleh Dewan Direksi Bank BCA. Diberitakan bahwa direktur utama Jahja Setiaadmadja menjual saham pada tanggal 9 dan 10 Juli 2020 pada harga sekitar Rp. 31.000-an. Direktur BCA, Henry Koenaifi menjual sahamnya pada tanggal 7 dan 8 Juli 2020 pada harga Rp. 29.000an dan Rp. 30.000-an. Direktur BCA, Lianawaty Suwono dan Rudy Santoso menjual sahamnya pada tanggal 9 Juli 2020 pada harga sekitar Rp. 31.000-an. Direktur Independen BCA, Erwan Yuris Ang menjual sahamnya pada tanggal 10 Juli 2020 pada harga sekitar Rp. 31.000-an. Menurut Jahja Setiaatmadja, aksi jual saham tersebut dilakukan sebagai bentuk diversikasi investasi dan merupakan hal yang biasa dilakukan oleh investor tanpa ada alasan khusus. Jika dilihat dari porsi kepemilikan, jumlah saham yang dijual tersebut masih dibawah 20% dari total kepemilikan saham mereka di BCA. Dapat disimpulkan bahwa mereka menjual sahamnya sebagai bentuk “take profit” atas saham yang pernah terdiskon. Jika kita juga mengambil kesempatan tersebut,membeli saham terdiskon pada periode Maret-April, tentu kita juga sudah memiliki potensi keuntungan tersebut.

Di masa new normal seperti saat ini, apakah kita sudah kehilangan kesempatan tersebut?  Jawabannya masih ada kesempatan, kita bisa mencari saham mana yang masih belum kembali ke harga semula sebelum adanya pandemi dan sebenarnya mayoritas saham memang belum kembali ke harga semula. Kita perlu mencari saham tersebut dengan fundamental bagus dan masih ada potensi keuntungan setidaknya sampai akhir tahun, yang tentu saja saham tersebut harus sesuai dengan preferensi investasi kita. Dapat pula kita berinvestasi saham untuk jangka panjang guna mendapatkan keuntungan berupa dividen, maka kita perlu mencari saham dengan fundamental bagus yang rutin membagikan dividen dengan dividend yield yang tinggi.

Sebenarnya ada semboyan yang menyebutkan bahwa “cash is king” terutama di saat ekonomi melemah seperti saat ini. Hal tersebut tentu benar, ketika krisis bahkan mungkin emas pun tidak laku karena orang tidak butuh emas untuk hidup, maka dari itu sebelum kita berinvestasi dan mengalihkan penggunaan dana operasional sehari-hari untuk hidup harus memastikan bahwa kas kita aman terlebih dahulu. Pastikan bahwa kita memiliki dana darurat sebanyak 3x atau 6x pengeluaran bulanan,bahkan lebih baik lagi jika sebanyak 3x atau 6x gaji, kemudian kita bisa menggunakan uang kita untuk berinvestasi. Tentu kita tidak ingin melewatkan kesempatan emas untuk mendapatkan keuntungan dengan membeli saham-saham yang sedang diskon besar bukan?

Jika ingin berinvestasi pada saham ada aturan yang tidak secara jelas disebutkan, yaitu bahwa dana yang kita gunakan adalah dana dingin, yaitu bukan dana penting yang jika kita misalkan mengalami kerugian maka akan membuat kita stress dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika kita memiliki uang pensiun dan kita tidak memiliki pemasukan utama lagi, maka jangan gunakan uang pension tersebut untuk berinvestasi khususnya investasi saham karena jika misalkan rugi maka kita tidak punya dana lagi untuk kehidupan sehari-hari. Investasi saham adalah investasi high risk yang tentu saja juga high return, maka ketika kita mengeluarkan uang untuk berinvestasi saham kita harus siap tidak hanya untung namun juga siap rugi. Maka pastikan bahwa uang yang kita gunakan benar-benar dana dingin.

Maukah kita mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan di masa new normal ini? Maukah kita ikut serta dalam membangun perekonomian bangsa melalui investasi saham? Semua jawabannya ada pada kita sendiri.

*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry