Dinas Pangan dan Pertanian gelar Sinkronisasi HIPPA/GHIPPA, Kamis, (15/9/22). (FT/LOETFI)

SIDOARJO | duta.co – Kurang lebih 20 orang terdiri dari petani dan perwakilan petani, Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dan Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air (GHIPPA) mendatangi kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, Kamis, (15/9/22) siang. Hal ini guna sinkronisasi data HIPPA/GHIPPA Kabupaten Sidoarjo bertempat di lobby kantor Dinas.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian, Dr. Eni Rustianingsih, ST., MT mengatakan, untuk penanganan dan solusi kebutuhan air harus sepakat dalam RTTG, dengan PU SDA, UPTD, dan HIPPA untuk menangani masalah air untuk petani, lahannya berapa butuh air sekian-sekian. “Sepakat dulu dengan Petani. Nanti saya menyampaikan usulkan kebutuhan pompa kepada pak Bupati untuk para petani,” terang Eni.

Sementara, salah satu petani yang tergabung dalam HIPPA dari Kecamatan Jabon dari Desa Semambung, mengatakan, selama ini belum pernah ada kordinasi petani, HIPPA dengan PU Pengairan. “Desa saya paling Timur perbatasan Pasuruan. Satu tetes pun saya tidak pernah menggunakan air tawar,” ungkapnya.

“Keluh kesah petani itu kalau pada saat pupuk bantuan datang, petani pada bingung untuk mendapatkannya,” pungkasnya.

Narasumber, Bapak Achron, pemerhati irigasi menyampaikan, dari Rencana Tata Tanam Global (RTTG) diusulkan tingkat satu tambahan debit air. “Mana yang memang harus membutuhkan air pada saat itu, RTTG harus disusun, lokasi debit bisa diusulkan di wilayah 1 selain Oktober-Juni, sehingga nanti bisa sinkron tingkat 1 dan 2,” terangnya dalam paparan.

“Saya mengusulkan kebutuhan untuk tanaman berapa, PDAM berapa dan industri berapa total kebutuhan Sidoarjo itu berapa,” ujarnya.

Menghitung air itu relatif berarti melihat kondisi lapangan. Pertama, Pola tanam mulai Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, bagaimana padi, 129 hari polowijo 85, jagung 80, merupakan rencana secara global setiap tahun apakah itu padi-padi polowijo, padi-poliwijo.

“Berpedoman data dari BMG membaca musim. Itu yang perlu dimanfaatkan betul oleh bapak sekalian.dengan harapan mendapatkan IP 300. Debit akan terprogram untuk berapa hektar mana saja yang dipakai oleh HIPPA sehingga nanti tidak sama kekurangannya kalau dihitung dan disepakati,” jelasnya.

“Pola tanam kalau tidak sampai IP 300 perlu identifikasi permasalahan dan alternatif pemecahan masalah bila tidak mencapai IP 300,” pungkasnya.

Revany Febrianto, selaku Penyuluh Pertanian kec. Jabon di Jabon menyampaikan, luas tanah 1387 Hektar baku luasan tanah dan 1361 Hektar. “Kita tunggu kalau tidak air baru ditanami nunggu kering. Pada intinya jabon itu wilayah unik mas. Soalnya dekat dan berbatasan langsung dengan laut. Kalau musim kemarau khusus wilayah Desa Semambung, Kupang, dan Permisan itu selalu terendam air,” ungkapnya kepada duta.co disela kegiatan.

Karena itu, tidak bisa dilakukan kegunaan tanam, khususnya padi. Untuk tahun ini baru bisa tanam di MT II (Musim tanam). Karena di MT I kondisi lahan masih tergenang air hujan. Apalagi belum ditambah pasang surut air laut yang masuk ke areal persawahan. Kalau di musim kemarau, khusus di wilayah tersebut malah sangat-sangat kekurangan air.

Letak desa tersebut merupakan desa paling bawah di wilayah kec. Jabon, yang mana akan lebih membebani biaya tanam untuk membeli BBM solar. Untuk kegiatan tanam padi, petani di Semambung, Kedungpandan mengandalkan pompa air untuk memenuhi kebutuhan air pada masa tanam.

“Satu tahun bisa tanam dua kali itu luar biasa,panen sekali saja susah khusus di Desa Semambung dan Permisan juga desa Kupang kendalanya di air,” pungkasnya.

Senada, Sutejo, staf Sarpras Dimas Pangan dan Pertanian menambahkan, “Dinas pertanian yang merupakan bagian dari komisi irigasi berusaha mencarikan solusi permasalahan air di lahan dengan mepertemukan hippa, petugas dan instansi terkait,” pungkasnya. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry