Dr Moh Mukhrojin, MSi adalah Penyuluh Agama Islam Kota Surabaya, Pengasuh Pondok Pesantren

“Pemerintah harus turun tangan, menyadarkan kelompok masyarakat yang ‘tersesat’ dalam memandang korban Covid-19. Usulan Prof Rochmat Wahab sangatlah tepat.”

Oleh : Dr Moh Mukhrojin, MSi

MENARIK! Menyimak hasil diskusi online Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU29) tentang penolakan jenazah korban Covid-19, sangatlah menarik. Ini persoalan serius, di mana pemerintah dituntut secepatnya menyadarkan warga yang tersesat dalam bersikap.

Diskriminasi atau stigma buruk bagi ODP (Orang Dalam Pengawasan) dan PDP ( Pasien Dalam Pengawasan) akibat ketakutan tertular novel corona virus desise-19 (Covid-19) semakin merajalela. Banyak penolakan warga terhadap jenazah korban Covid-19 dimakamkan di wilayahnya, padahal keluarga bersama tim medis sudah melakukan protokol keamanan pemakaman dengan begitu ketat. Ini adalah tamparan keras bagi sohibul musibah.

Dalam acara Mata Najwa diceritakan, ada empat perawat rumah sakit (suster) di RSU Persahabatan Jakarta Timur, diusir dari kostnya. Warga  menolak karena dianggap membawa virus. Terpaksa para suster ini menginap di rumah sakit. Betapa ‘jahat’ penolakan tersebut.

Masih di acara Mata Najwa, juga diceritakan ada jenazah korban Covid-19 ditolak di dua tempat. Kemudian dikebumikan di wilayah lain, tetapi saat warga lain mengetahui itu jenazah Covid-19, masyarakat ikut geger, minta dibongkar kuburannya. Astaghfirullah! Tidak adakah yang mampu menghentikan semua ini?

Diceritakan lagi ada seorang yang berada di kota status zona merah, padahal bukan ODP. Dia tidak diperbolehkan masuk ke kos, bahkan diusir dan ditulisi orang yang datang dari kota itu, tidak diperbolehkan masuk wilayahnya. Ini sudah kebablasan.

Di satu sisi, kebablasan ini dinilai sebagai kesadaran dan kewaspadaan pada Covid-19, dengan membentuk masyarakat menjaga jarak. Padahal, ini bentuk kebablasan, dan sudah meninggalkan hati nurani manusia itu sendiri.

Pemerintah harus turun tangan, menyadarkan kelompok masyarakat yang ‘tersesat’ dalam memandang korban Covid-19. Usulan Prof Rochmat Wahab, agar segera dibentuk tim khusus, turun ke masyarakat, menyadarkan para penolak jenzah korban Covid-19, adalah tepat.

Pemerintah jangan larut bablas. Tidak perlu sibuk menyiapkan lahan baru untuk pemakaman korban Covid-19. Jika itu yang terjadi, maka, sama halnya ‘membuang’ korban Covid-19, di mana menurut para ulama mereka ini adalah mati sahid. Di samping itu, penyiapan lahan baru untuk pemakaman justru memperberat beban sohibul musibah.

Masyarakat yang Sakit

Coba dibayangkan! Perawat dan dokter yang, menjadi garda terdepan dalam menangani kasus ini, sudah mempertaruhkan nyawa demi kesembuhan pasien Covid-19, tampil seadanya, karena keterbatasan APD (Alat Pelindung Diri), semestinya menjadi pahlawan, tiba-tiba tertular dan mati, jenazahnya juga ditolak oleh masyarakat.

Pekan kemarin, penulis mendengar sendiri, seorang (tamu) dokter dari RS Dr. Soetomo, yang minta tolong agar keluarga besarnya didoakan, karena dia sedang menangani pasien Covid-19. Doanya agar pasien cepat sembuh dan mereka tetap sehat, tidak tertular. Keluarganya tetap tenang, tidak cemas.

Permintaan doa itu disampaikan dengan menjaga jarak, tidak masuk ke dalam rumah, karena khawatir membawa virus. Betapa mulia dokter ini, betapa besar perhatiannya terhadap pasien. Betapa peduli terhadap orang lain. Sampai-sampai ia tidak mau mendekat. Betapa sedihnya kita, kalau orang seperti ini kemudian diperlakukan tidak manusiawi.

Maka, sudah seharusnya seluruh elemen masyarakat, bersama pemerintah segera meluruskan hal yang tidak benar ini. Harus ada pemahaman yang utuh. Bahwa, pasien ODP maupun PDP adalah korban, mesti dibantu dengan mengisolasi mereka di rumahnya masing masing, jika  perlu mendukung kebutuhan mereka, agar tidak ke luar rumah untuk bekerja.

Begitu juga jenazah korban Covid 19, semua rumah sakit sudah mempunyai protokol standart penanganannya, selain dikafani sesuai ajaran agama, juga dipeti khusus, sehingga sekali tidak ada masalah dikubur di mana pun.

Menurut dr. Edi Suyanto SpF SH, MH Kepala Depertemen Kedokteran Forensik dan Mediklegal RSU dr. Soetomo Surabaya “ Secara ilmiah ilmu kedokteran, korban atau jenazah kemungkinan menular sudah tidak ada. Apalagi virus corona harus hidup pada inangnya. Inangnya mati, virusya juga mati. Sama dengan HIV/AIDS sama dengan H5N1 (Flu Burung)”.

Islam Memandang Korban Wabah

Dalam sejarah Islam banyak juga sahabat yang wafat terkena wabah pandemi seperti  ini. Dan itu bukan aib bahkan Allah mengangkat derajat orang yang meninggal karena wabah. Mereka dihukumi syahid sebagaimana Rasulullah saw bersabda :

“Rasulullah saw. bertanya (kepada sahabatnya): ‘Siapakah orang yang mati syahid di antara kalian?’ Mereka menjawab: ‘Orang yang gugur di medan perang itulah syahid ya Rasulullah,’

Rasulullah pun bersabda: ‘Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid.’

Para sahabat bertanya: ‘Mereka itu siapa ya Rasul? ‘Jawab Rasulullah saw: ‘Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah (bukan karena perang) juga syahid, orang yang tertimpa tha’un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid.” (HR Muslim).

Dalam Hadits di atas dijelaskan bahwa orang yang meninggal karena wabah seperti Corona ini disepadankan dengan orang yang gugur di dalam medan perang, mati Syahid. Allah SWT berfirman dalam QS. Annisa: 74

“Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.”

Jika Allah SWT memuliakan orang yang mati karena wabah dengan sebutan syahid, maka, kita umat Islam sudah barang tentu wajib memuliakanya. Ada banyak manfaat jika kita memuliakan orang yang meninggal karena Covid 19. Diantaranya: Siapa pun yang terkena Covid 19 akan dengan senang hati melapor kepada petugas dan tidak takut akan stigma jelek masyarakat.

Sehingga virus tidak tersebar pada masyarakat luas. Jika mereka dikucilkan dan distigma buruk maka kemungkinan mereka takut melapor, ujungnya sembunyi sembunyi di tengah warga dan menyebabkan virus ini berkembang semakin luas. Maka, semestinya, kita menjauhi penyakitnya, mencintai orangnya. (*)

Dr Moh Mukhrojin, MSi adalah Penyuluh Agama Islam Kota Surabaya, Pengasuh Pondok Pesantren.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry