Prof Dr Aminuddin Kasdi MS, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (UNESA) (FT/MKY)

SURABAYA | duta.co – Prof Dr Aminuddin Kasdi MS, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (UNESA) melihat kondisi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekarang berbeda dengan PBNU tahun 1965, dalam menghadapi komunisme. Sekarang, diperlukan penguatan NU kultural sebagaimana KKNU-26 (Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926) yang digagas Gus Solah (almaghfurlah KH Salahuddin Wahid red.).

“PBNU sekarang terpecah belah. Ada yang ke kiri-kirian, ada Jaringan Islam Liberal (JIL), ada yang sibuk dengan ashabul qoror (pemangku kekuasaan), ada Islam Nusantara, ada doktrin anti Wahabi sehingga kalau ada celana cingkrang, jenggot langsung disebut Wahabi. Mereka ini tak peduli dengan kebangkitan komunisme,” demikian disampaikan Prof Dr Aminuddin Kasdi MS kepada duta.co, Ahad (25/4/21).

Mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII/1963-1965) dan GP Ansor (1965-1968) ini, bisa memahami kegelisahan sejumlah tokoh NU terkait pemutarbalikan buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building) oleh sejumlah oknum pejabat.

Hilangnya nama almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari dan munculnya tokoh-tokoh PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam buku yang diteken Direktur Sejarah dan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI itu, adalah hal aneh. Pun alasan lupa atau salah menghapus, sulit diterima. Bukankah buku itu disusun oleh sebuah tim yang ahli dalam sejarah.

“Lupa itu, manusiawi. Tetapi, masak iya, tim penulis yang berjumlah 6 orang (Dian Andika Winda, Dirga Fawakih, Ghamal Satya Mohammad, Saleh As’ad Djamhari, Teuku Reza Fadeli dan Tirmizi red), semuanya lupa. Saya sudah mendengar sendiri video Dirjen Kebudayaan Kemendikbud (Hilmar Farid red.) tentang Gerakan 30/S/PKI. Dia menyalahkan Orde Baru dan membela PKI. Ini pemutarbalikan fakta sejarah,” jelas sejarawan dari UNESA ini.

Memang, banyak kejanggalan yang sulit dipahami. Misalnya, disebut Kamus Sejarah Indonesia itu belum diterbitkan secara resmi, tetapi, kenyataannya sudah ada ISBN (International Standard Book Number).

Lalu, hilangnya nama tokoh nasional seperti Almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari, tetapi tokoh asing masuk. Tidak ditemukan sejarah Resolusi Jihad. Padahal aksi heroik ini sangat penting dalam mempertahankan Kemerdekaan RI. Kemudian, buku ini sudah diteken Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, berarti sudah selesai.

Masih menurut Prof Dr Aminuddin Kasdi, masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Pemutarbalikan sejarah oleh kelompok kiri, ini yang sering dikhawatirkan banyak orang. Ia mengingatkan peristiwa tahun 1965, bagaimana cara PKI ingin menguasai negara, membunuh para jenderal dan para kiai. Fakta ini mau diputarbalikkan.

“Padahal, faktanya tak terbantahkan. Bahwa PKI itu dalang di balik Gerakan 30 September 1965 atau Gestapu. Jauh sebelum itu, PKI sudah melakukan tindakan keji, termasuk peristiwa Madiun 1948. PKI berusaha merampas tanah milik para kiai yang didapat dari wakaf. Ingat peristiwa Mantingan, jelas sekali, sadis,” tegasnya.

Sekarang, lanjutnya, kader-kader PKI mendapat angin segar. Sayangnya, PBNU yang dulu begitu kekeh dan kokoh melawan komunis, terpecah belah. Karena PBNU sekarang mementingkan ashabul qoror. Akibatnya, setelah diberi jabatan, kekuasaan, lupa akan bahaya laten komunis. “Jadi, sekarang kita berharap kepada KKNU-26 yang digagas Gus Solah,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry