disampaikan H Agus Solachul A’am, cucu almaghfurlah KH Wahab Chasbullah

SURABAYA | duta.co – Cucu pendiri NU (Nahdlatul Ulama) H Agus Solachul A’am, menolak keras adanya persepsi, bahwa, politisi NU kebal terhadap hukum Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Kalau ada bukti-bukti keterlibatan mereka — meski itu kader NU — tetap diproses hukum. (Kedudukan) mereka itu sama di depan hukum.

“Saya menolak keras kalau dikatakan politisi NU, kebal hukum. Karena relativ banyak kader NU yang harus berhadapan dengan hakim Tipikor. Dan ingat! NU dan para kiai, tidak akan melindungi kadernya yang terjerat hukum,” demikian disampaikan H Agus Solachul A’am, cucu almaghfurlah KH Wahab Chasbullah kepada duta.co, Selasa (15/10/2019) pagi.

Menurut Gus A’am, panggilan akrabnya, dirinya perlu menyampaikan ini, lantaran beredar opini di media sosial, bahwa, ada kader NU yang selalu lolos dari jerat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Rumor ini kemudian dikaitkan dengan dugaan intervensi tokoh penting di PBNU.

“Tidak ada intervensi. Karena PBNU itu konsisten dengan pemberantasan korupsi. Ini perintah agama, perintah para kiai dan sudah ditetapkan melalui Munas Alim Ulama NU serta kajian (bahtsul masail) para pakar fikh. Jadi, tidak sembarangan. Kerja KPK akan didukung penuh NU,” jelasnya.

Koruptor Tidak Perlu Disalati

Masih menurut Gus A’am, NU sudah berkesimpulan, bahwa, korupsi termasuk kejahatan luar biasa. Karena itu para pelakunya harus dihukum secara maksimal. Bahkan, ketika meninggal dunia nanti, para koruptor dilarang untuk disalati.

“Para kiai sudah berfatwa, bahwa, korupsi itu implikasinya luas atas penderitaan rakyat, sampai memutuskan pelakunya layak dihukum mati,” ujar Gus A’am sembari menegaskan, ini bukti NU tidak hanya bergerak secara moral, tapi sekaligus memberikan dukungan kepada KPK.

Hal ini juga pernah disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Kiai Said juga mengutuk keras praktik korupsi yang dilakukan para pejabat negara.

Alasannya, sama, dampak kerusakan korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara tak dapat dielakkan. Karena itu, para koruptor sudah selayaknya diberi imbalan setimpal atas perbuatan haram yang menyengsarakan rakyat itu.

Menurut Kiai Said sebagaimana diwartakan nu.or.id, NU sejak lama telah memperhatikan hal ini. Pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Jakarta tahun 2002, wacana pendeskreditan terhadap koruptor sudah mencuat.

Tak Ada Alasan KPK Takut

Sampai-sampai Forum Munas menyatakan, jenazah koruptor tak wajib disalati umat Islam. “Jadi menurut NU, kiai-kiai dan warga nahdliyin ndak usah nyolatin jenazah koruptor. Biar disholatin satpamnya saja,” kelakar Kiai Said dalam sebuah forum diskusi di Jakarta.

Semangat yang sama juga diberikan pengurus NU di tingkat bawah. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Demak, misalnya, juga pernah menggelar bahtsul masail (putaran ke XII) di Masjid Jami Kalisari Sayung Demak tentang korupsi.

Para pembahas mengemukakan dua jawaban hukum dalam pandangan fiqih. Pertama, bahwa korupsi merupakan perbuatan pencurian dengan alasan ada unsur kesengajaan. Pencurian harta negara yang dilakukan dengan pengetahuan dan keahlian, hukumannya jelas, yaitu qishos atau potong tangan.

Adapun hukum yang kedua adalah penghianatan. Dalam hal ini tidak ada pengambilan harta secara samar-samar, tapi terjadi penyalahgunaan wewenang dengan jabatan dan kekuasaan. Maka hukuman bagi para penghianat tergantung pada kebijakan sang hakim/qodli.

“Para kiai dengan hati-hati menjawab persoalan ini karena akan berimplikasi pada aturan hukum yang ada di Indonesia. Sumber hukumnya tetap dari kitab yang selama ini di pakai rujukan para kiai dan ulama NU,” kata Katib Syuriah PCNU Demak KH Abdul Rosyid saat itu.

Kiai Rosyid menambahkan, dalam kesempatan itu forum mengangkat kembali hasil Munas Alim Ulama NU di Pondok Gede tahun 2002, yang memutuskan koruptor tidak disalati. Keputusan ini merupakan upaya menimbulkan efek jera dengan menggunakan pendekatan agama.

“Yang mensholati koruptor tidaklah kiai dan kaumnya, namun cukup keluarganya saja,” jelas Kiai Rosyid.  Nah, dengan begitu, tidak ada alasan bagi KPK untuk takut mengejar koruptor, meski mereka berasal dari politisi NU. (mky, nu.or.id)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry