Zulkifli S Ekomei

“Perubahan UUD’45 itu juga diistilahkan sebagai kudeta konstitusi. Hari ini, kita telah tiba di puncak piramida keterpurukan bangsa.”

Oleh : Zulkifli S Ekomei

SEBENTAR! Saya ingin mengingatkan kejadian tahun 1999-2002, yang dilakukan beberapa orang anggota MPR. Setelah saya pelajari berdasar data dan fakta, serta kesaksian beberapa mantan anggota MPR, (sebut saja para ‘Penghianat Senayan’), mereka telah mengubah konstitusi karya agung para pendiri negeri ini yaitu UUD’45. Akhirnya berlakulah UUD’45 palsu atau UUD 2002 dalam hukum ketatanegaraan kita. Nah! Sekarang kita rasakan dampaknya.

Banyak hal mendasar yang telah diubah oleh mereka. Salah satunya adalah kedaulatan yang tadinya ada di tangan rakyat, lalu dirampok melalui partai-partai, sehingga partai-partai sangat dominan menentukan Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/ Wakil Bupati dan menentukan siapa saja yang bisa menjadi legislator, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa, banyak pejabat yang terpilih melalui Pilpres, Pilkada dan Pileg, selain kapasitasnya dan kualitasnya di bawah standard, juga bermental penjahat, koruptor, menjadi calo proyek, menjadi pejabat yang gampang disuap.

Demokrasi berbiaya tinggi sekitar Rp 24 triliunan dana APBN (uang rakyat) ditambah triliunan rupiah untuk menjadikan presiden dan wakil presiden, ditambah belasan triliun untuk menjadikan gubernur, bupati dan wakil rakyat, membawa dampak sikap hidup materialisme, hedonisme dan hancurnya mentalitas jujur dan etos kerja generasi bangsa dan selalu muncul koruptor kelas kakap bernilai triliunan rupiah.

Perubahan UUD’45 itu juga diistilahkan sebagai kudeta konstitusi. Dan hari ini pula, kita telah tiba di puncak piramida keterpurukan bangsa.

Sebelum merebaknya pandemi Covid-19, para ‘Penghianat Senayan’ ini sedang sibuk membahas Omnibus Law, suatu kumpulan hukum yang jelas-jelas bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pemilik modal. Untuk para bandar yang selama ini membiayai partai-partai di setiap kegiatannya.

Memang ada beberapa partai yang terkesan tidak masuk kategori ini. Tetapi, kebanyakan tergantung cukong, meski sangat sulit melakukan pembuktian. Yang jelas mereka tidak pernah memungut iuran anggota, sehingga patut dipertanyakan darimana mereka menghidupi partainya.

Lalu saat terjadi Pandemi Corvid-19 hingga hari ini, makin terlihat betapa amburadulnya pemerintahan yang dibentuk oleh mereka. Fenomena yang menarik untuk dicermati belakangan adalah terjadinya diskoordinasi antara presiden dengan menterinya dalam keputusan lockdown.

Dalam pidatonya, Jokowi melarang dan akan memberi sanksi atau menindak tegas yang melanggar, jika daerah memutuskan melakukan lockdown, tapi kemudian menteri dalam negeri memberikan ijin lockdown. Ini malah sudah diterapkan di Tegal, salah satunya.

Ini membuktikan terjadinya krisis kepercayaan pada pemerintah, menyusul krisis keuangan yang kian sulit diatasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar menggila, pertumbuhan ekonomi mungkin kurang dari 5%, kemiskinan hanya turun 1% apalagi sekarang dengan anjuran “stay at home” dan “work from home“, makin meneguhkan tingkat kemiskinan yang nyata.

Yang sangat disayangkan, para ‘Penghianat Senayan’ nyaris tidak terdengar suaranya, bahkan terkesan menghilang. Mereka yang seharusnya bertanggungjawab atas segala kesemrawutan ini. Sebagai garda terdepan rakyat, justru tak terlihat batang hidungnya, bahkan kiprahnya, sehingga pantas untuk dinyatakan sebagai “Parliament Lockdown”. Tak ada suara, hening, dan tak ada pergerakan. Mereka layak di- lockdown.

Pemimpin yang Insaf

Jika kondisi ini berlangsung terus, maka, bisa dipahami kalau kemudian rakyat mencabut mandat mereka dan mengambil kembali kedaulatannya dengan cara apa pun dan lalu mengembalikan konstitusi dasar ke asalnya, yakni UUD’45 yang asli.

Dari sini kita kembali membangun harapan, karena warisan terbaik dari para pendiri bangsa adalah ‘politik harapan’, bukan ‘politik ketakutan’. Republik ini berdiri di tiang harapan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Jika kita kehilangan harapan, maka kita juga kehilangan identitas sebagai bangsa.

Krisis ekonomi dan keuangan juga kesehatan (pandemik) memang tidak hanya melanda negeri ini, seluruh dunia mengalaminya. Namun setidaknya, banyak pemimpin negara lain membuktikan kapasitas dan kualitas kepemimpinan mereka.

Pemimpin yang mengerti cara bertahan dan melindungi rakyatnya: Dengan mensubsidi rakyatnya selama lockdown dengan cara potong gaji, urunan dan lain-lain.

Di Indonesia? Boro-boro urunan, cicilan kredit saja bermasalah, sementara para wakilnya entah raib ke mana. Maka ‘Lockdown Parliament’ itu adalah hal yang paling cocok untuk mereka yang memperalat rakyat demi naik ke kursi kekuasaan.

Dengan ‘Parliament Lockdown’, akan memaksa para pemimpin itu insaf dan instrospeksi diri bahwa ruang kebebasan yang memungkinkan mereka berkuasa hanya bisa dipertahankan sejauh dipertautkan dengan tanggung jawab dan penghormatan pada rakyat pemilihnya, dan Tuhan yang memberi mereka amanah berupa kekuasaan.

Bermula dari keinsafan para pemimpin di pusat kekuasaan, semoga akan mengalir berkah ke akar rumput, membawa bangsa ke luar dari kelam krisis menuju terang harapan. Semoga…

Salam Patriot Proklamasi

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry