Gubernur Khofifah saat gelaran acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran II Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga Tahun Anggaran 2020 di Hotel Grand Mercure, Surabaya. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta seluruh bidan di Jawa Timur, memantau secara ketat pertumbuhan bayi-bayi yang berada di wilayah kerjanya. Langkah tersebut dilakukan untuk mencegah stunting sedini mungkin.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, prevalensi stunting balita umur 0 sampai 59 bulan di Jawa Timur mencapai 32,81 persen. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi stunting nasional yakni sebesar 30,8 persen.

Sementara berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), per 20 Juli 2019 prevalensi stunting balita di Jawa Timur sebesar 36,81 persen.

Adapun, tiga daerah tertinggi prevalensinya yakni di Kota Malang sebesar 51,7 persen, Kabupaten Probolinggo 50,2 persen, dan Kabupaten Pasuruan 47,6 persen.

Bidan adalah ujung tombak kesehatan ibu dan anak. Tidak hanya soal kematian ibu dan bayi, namun juga terkait pencegahan stunting.

“Saya ingin kurva pertumbuhan bayi-bayi di Jawa Timur sempurna, baik itu perkembangan berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala bayi. Jika ada stunting, tolong diidentifikasi dan segera ditangani bersama-sama,” ungkap Khofifah saat gelaran acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran II Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga Tahun Anggaran 2020 di Hotel Grand Mercure, Surabaya, Senin (16/9).

Khofifah mengatakan upaya pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan. Bidan, kata dia, harus mendampingi sekaligus mengawal tumbuh kembang janin hingga lahir dan melalui 1000 hari pertama kehidupan (HPK).

Menurutnya, banyak ibu hamil dan yang memiliki bayi kurang paham bahkan tidak tahu pola pengasuhan yang benar seperti apa. Mereka, lanjut Khofifah, tidak tahu bahwa bahaya stunting mengintai sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi. Tak mengherankan jika kasus stunting tidak hanya ditemukan pada masyarakat berpenghasilan rendah dan masuk kategori miskin, namun juga mereka yang berada.

“Sejak hamil kondisi si ibu hamil harus benar-benar diperhatikan oleh bidan, bagaimana nutrisinya, pemeriksaannya harus rutin. Kemudian pada saat lahir harus ASI eksklusif. Makanan bayinya setelah 6 bulan itu juga harus betul-betul dijaga,” imbuhnya.

Akibat Pernikahan Dini

Terkait keberadaan Kampung KB, Khofifah berharap keberadaan kampung KB dapat berkontribusi maksimal dalam mengikis angka prevalensi stunting di Jawa Timur mengingat program ini dirancang untuk mengintegrasikan berbagai program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga dengan program-program pembangunan secara lintas sektor. Kampung KB juga diharapkan dapat memberi edukasi untuk menurunkan pernikahan dini usia.

“Saya berharap  jumlah Kampung KB di Jawa Timur semakin ditambah jumlahnya dan ditingkatkan kontribusinya.  Terutama di daerah-daerah pelosok dan terpencil. Dengan demikian semakin banyak masyarakat Jatim yang tersosialisasikan  informasi tentang pola hidup sehat, pencegahan stunting sejak dini, juga  risiko  pernikahan dini mengingat nikah dini usia di Jatim masih sangat tinggi. Pada saat yang sama diharapkan  makin banyak yang akses program tis tas untuk SMA dan SMK sehingga anak usia sekolah di didorong untuk melanjutkan sekolah,” ujarnya.

Khofifah menambahkan, maraknya pernikahan dini juga turut menyumbang tingginya angka stunting di Jawa Timur. Usia ayah dan ibu yang masih sangat muda membuat risiko bayi stunting menjadi ikut meningkat. Inilah yang menjadi alasan dirinya berharap jumlah Kampung KB di Jawa Timur terus ditambah.

“Secara fisik, mental, dan ekonomi mereka belum siap untuk menjadi orangtua. Pengetahuan mereka mengenai asupan gizi bayi juga belum luas sehingga risiko stunting jauh lebih besar,” tuturnya. (rls,zal)