dr Husin Thamrin SpPD-KGEH FINASIM (kiri) mencoba memberikan rasa rileks pada pasien dengan cara memijat. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Obesitas atau kegemukan bisa menjadi penyebab terjadinya Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).

Hal itu diungkapkan dr Husin Thamrin SpPD-KGEH FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam National Hospital Surabaya. Dikatakan dr Husin, GERD pada orang obesitas akibat tingginya tekanan di perut.

Ia menjelaskan obesitas dapat mempengaruhi terjadinya luka pada lambung, sementara tekanan pada perut dapat memicu refluks asam lambung yang lebih mudah terjadi.

“Jadi kalau merasa obesitas, segera diturunkan berat badannya. Karena orang obesitas akan menyebabkan banyak penyakit, salah satunya GERD,” jelas saat edukasi tentang GERD di NH, beberapa waktu lalu.

Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada lambung adalah paparan bahan-bahan tertentu, seperti makanan atau minuman yang merangsang produksi asam di lambung. Beberapa contohnya adalah kafein, alkohol, rokok, makanan pedas, cokelat dan keju.

Husin juga mencatat bahwa  penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), seperti natrium diklofenak juga dapat menyebabkan luka pada lambung jika dikonsumsi dalam jangka panjang. “Karena itu, penggunaan obat-obatan semacam itu harus diawasi oleh dokter,” tandasnya.

GERD sendiri berbeda dengan asam lambung biasa. Dikatakan Husin, GERD merupakan sebuah penyakit yang mengacu pada kerusakan yang terjadi pada esofagus akibat aliran asam lambung yang berulang.

Gejala GERD dapat berlangsung terus-menerus dan menyebabkan keluhan yang signifikan. Diagnosis GERD umumnya dikonfirmasi melalui prosedur endoskopi, di mana kerusakan pada esofagus dapat terlihat.

Husin juga menekankan bahwa meskipun asam lambung dapat naik ke atas tanpa menyebabkan kerusakan, kondisi tersebut bukanlah GERD melainkan Non-Erosive Reflux Disease (NERD).

Meskipun gejalanya serupa dengan GERD, keberadaan kerusakan pada esofagus perlu dibuktikan melalui pemeriksaan medis yang tepat.

“Melalui prosedur endoskopi, tingkat keasaman lambung dapat terdeteksi dengan akurat, paparan asam lambung dapat menyebabkan kerusakan pada lambung, dan tingkat keparahannya dapat mencapai tingkat dada bahkan hingga ke tenggorokan,” ungkap Husin.

Jika seseorang mengalami gejala GERD, seperti keluhan pada bagian atas perut yang tidak mereda dengan pengobatan atau adanya riwayat muntah darah dan tinja berwarna hitam, penting untuk segera mencari bantuan medis.

“Di Unit Gawat Darurat, dokter yang bertugas biasanya sudah mengetahui tindakan yang perlu diambil untuk memastikan apakah keluhan tersebut berasal dari jantung atau dari luar jantung. Dokter juga akan merekam aktivitas jantung pasien untuk menyingkirkan kemungkinan masalah jantung,” terangnya.

Husin menekankan bahwa diagnosa dan penanganan GERD harus dilakukan secara tepat. Jika pasien tidak dapat menjalani endoskopi, terapi empiris dapat diberikan terlebih dahulu.

Namun, jika gejala masih berlanjut atau ada alarm symptom, maka endoskopi harus dilakukan sesegera mungkin untuk mengonfirmasi diagnosa dan merencanakan penanganan yang tepat.

Terapi empiris harus dilakukan selama minimal 14 hari, dan jika kondisi membaik, terapi dapat diteruskan hingga 28 hari.

“Penyakit GERD dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan bagi penderitanya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang penyebab, gejala, dan penanganannya sangat penting bagi individu yang menderita kondisi ini,” tutupnya. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry