KPK ditekan dari berbagai sisi. Terbaru demo menyerbu KPK. (FT/IST)

JAKARTA | duta.co – Angkat tangan! Sejumlah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sikap ekstrem,  angkat tangan dan menyerahkan urusan korupsi ke tangan Presiden Jokowi.

“Kami mempertimbangkan sebaik-baiknya, maka, kami pimpinan sebagai penanggung jawab tertinggi, menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden,” demikian Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019) sebagaimana dikutip merdeka.com.

Karuan, wartawan yang mendengar pernyataan Agus ini, terkaget. Apalagi saat itu, Agus didampingi pimpinan KPK lainnya yakni Laode M Syarif, Saut Situmorang. Hadir juga Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

“Kami menunggu perintah, apakah kami masih dipercaya sampai bulan Desember, apa masih berjalan seperti biasa,” tambahnya.

KPK juga tidak mau berpolemik soal personal. Soal Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK misalnya, pihaknya tidak akan melawan ketetapan tersebut. Atas sikapnya ini, Agus juga minta maaf.

“Mohon maaf kalau kami menyampaikan hal-hal yang kurang berkenan bagi banyak pihak,” tegasnya.

Tak kalah menarik, Agus Rahardjo juga mengaku prihatin, karena ada kabar pembahasan RUU ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

“Draf yang sebenarnya kami tidak mengetahui. Pembahasannya sembunyi-sembunyi. Kami juga mendengar rumor dalam waktu yang sangat cepat akan diketok, disetujui,” ujarnya.

Ia mengaku tak habis pikir, ada kegentingan apa sampai RUU KPK ini dipaksakan. “Kita bertanya seperti yang ditanyakan Pak Laode (Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif), ada kegentingan apa hingga harus buru-buru disahkan,” katanya.

Hal yang sama disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) Jerry Semampow. Jerry dalam debat Manuver DPR di Akhir Masa Jabatan’ di KompasTv, Jumat (13/9/2019), mengatakan, banyak keganjilan dalam proses RUU KPK ini.

“Presiden selalu menjawab belum baca RUU KPK? Eh, tahunya surat persetujuan sudah diteken dan dikirim ke DPR. Ini sama dengan mengkhianati rakyat, berarti ada del di belakang,” jelas Jerry.

Hal yang sama disampaikan Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti. Masih di acara KompasTv, Ray heran, merasa aneh dengan ‘semangat’ DPR dan pemerintah untuk merevisi UU KPK. Padahal, dari prosedurnya saja sudah salah. Semua asas dalam pembuatan peraturan undang-undang, dilanggar.

Masih soal prosedur, Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi dari 30 universitas di Indonesia juga mengaku heran. 30 Kampus ini sampai menyurati Presiden Jokowi agar mengurungkan niat mengirim surat presiden (surpres) dan membatalkan pembahasan revisi UU KPK.

Perwakilan Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi se-Indonesia, Oce Madril mengatakan, 30 kampus ini diwakili oleh dosen di masing-masing Fakultas Hukum. Tujuannya menyuarakan penolakan revisi UU KPK.

“Kami menyatakan sikap menolak revisi dan mengirimkan sikap ini kepada presiden lewat surat sore ini. Karena tahapan sekarang ada di tangan presiden, setelah DPR mengusulkan RUU ini,” kata Oce, Rabu (11/9). Tetapi, nyatanya, surat 30 Kampus itu pun tak menggetarkan hati Jokowi.

Seperti diketahui, setelah pemilihan pimpinan KPK, Kamis (12/9/2019), Badan Legislasi DPR RI mulai membahas revisi UU KPK. Ini setelah Jokowi menandatangani surat yang ditujukan kepada Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, pada Rabu (11/9/2019).

Hanya ada waktu 2 minggu mereka membahas puluhan pasal. Mungkinkah? “Jangankan seluruh pasal. Satu pasal saja perdebatannya sampai berminggu-minggu. Tidak masuk akal,” katanya sambil menutup debat dengan kalimat: ‘Jangan Beri Kesempatan Orang Menggarong Uang Negara’.

Masalahnya: Apa yang tidak bisa dikerjakan DPR kita, meski waktu tinggal sesaat? Jangan-jangan benar rumor KPK, bahwa RUU ini bakal diketok lebih cepat. Waallahu’alam. (mky,mdk,kompastv)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry