MIGOR BEKAS : Nur Huda bersama minyak goreng goreng bekas yang setelah diolah nya yang mau dikirim ke perusahaan di Surabaya. (duta.co/yudi irawan)

SIDOARJO | duta.co – Nur Huda warga Desa Kemuning dicap warga kampung nya sebagaiĀ  penjual minyak goreng bekas, sampai disebut orang orang melanggar hokum membuat nama Huda Jelek. Tapi siapa sangka sisa minyak goreng atau jelantah yang sering kita anggap limbah dan dibuang begitu saja, ternyata bisa diolah menjadi biodiesel. Ditangan pemuda kreatif asal Kecamatan Tarik, Sidoarjo.

Ditangan, Nur Huda (30), Warga Desa Kemuning, Kecamatan Tarik. Minyak bekas pengorengan bisa menghasilkan pundi-pundi uang.

“Ide awal saya usaha supplier minyak jelantah ini berawal dari Bapak saya. Yang mengatakan saat itu di tahun 2015. Lalu saya belajar dan mencari info bagaimana mendapatkan minyak jelantah dalam jumlah banyak. Lalu kemudian saya jual kembali,” Kata Nur Huda,Ā  (21/6).

Pria yang mengaku sebagai karyawan swasta di perusahaan daerah Warugunung Surabaya. Biasa melakukan pengumpulan minyak jelantah dari restoran, home industri dari berbagai tempat di Jawa Timur. Setelah selesai bekerja dia hunting mencari minyak bekas pengorengan.

“Biasanya saya ambil minyak jelantah dari restoran, home industri pengorengan seperti di Balongbendo, Mojokerto, Kediri, dan di Tulungagung perusahaan kacang sanghai. Awal mula pengambilan perusahan atau home induatri yang mempunyai minyak jelantah selalu bilang untuk apa. Lalu saya jelaskan untuk bahan baku Biodiesel,” Ujar Nur Huda.

Dikala hampir semua masyarakat terkena dampak covid-19 yang mengakibatkan ekonomi lesu. Nur Huda mengaku dalam sebulan dia mendapatkan penghasilan rata-rata Rp 10-15 Juta rupiah.

Bapak satu anak lulusan SMK YPM Tarik, ini bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Setelah berhasil kerjasama dengan salah satu perusahaan Dari hasil penjualan minyak jelantah ke PT Delta Hijau Abadi (DHA) di daerah Surabaya yang menggelolah minyak jelantah menjadi bahan baku Biodiesel.

“Sebagai supplier, satu minggu saya bisa kirim 2 ton minyak jelantah. Harga jual per satu ton 5 juta. Rata-rata penghasilan saya setelah dipotong biaya produksi antara 10-15 juta,” lanjut Nur Huda.

Nur Huda mengaku juga seringkali bekerjasama dengan Ibu-Ibu PKK di daerah Mojokerto. Dalam sosialisasinya dia mengatakan jangan buang minyak goreng bekas ke sungai atau ke tanah akan menyumbat saluran air sehingga mencemari lingkungan.

Kerjasama yang dia lakukan yakni membeli minyak goreng bekas dari Seharga Rp 4000/ per 1,5 Liter botol minuman.

“Alhamdullilah dengan banyaknya respon dari Ibu2 PKK yang peduli tidak mencemari lingkungan dan mengumpulkan untuk dijual kembali. Setidaknya kita membantu perekonomian mereka,” pungkas Nur Huda. (yud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry