CORONA : Ketua PCNU Kota Kediri, KH Abu Bakar Abdul Jalil (Irfan Marzuki/duta.co)

KEDIRI|duta.co – Virus Corona diketahui telah menyebar di beberapa negara. Berbagai prosedur diterapkan untuk mewaspadai dan mencegah penyebaran virus Covid-19 ini. Beberapa negara membatasi kegiatan yang potensi berkumpulnya warga dalam jumlah banyak di satu tempat.

Seperti di Italia, kompetisi sepak bola paling bergengsi Serie-A, terpaksa dihentikan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Pemerintah Saudi Arabia juga mengumumkan penghentian sementara kegiatan di Masjidil Haram termasuk ibadah umroh. Menyikapi hal ini, Ketua PCNU Kota Kediri, KH Abu Bakar Abdul Jalil berusaha memberikan penjelasan agar tidak muncul kegaduhan khususnya bagi Umat Islam di Indonesia.

“Ada kaidah Ushul Fiqih yang menyebutkan bahwa menolak kerusakan itu lebih baik daripada mencari kebaikan. Artinya Pemerintah Saudi ini mungkin menerapkan kaidah tersebut. Jadi umrah itu baik, tawaf itu baik, sa’i itu baik. Namun jika hal tersebut menimbulkan resiko penularan dan terjangkitnya virus Corona tersebut maka melarang melakukan umrah itu juga tidak ada salahnya, artinya boleh saja daripada terkena penyakit,” tuturnya

Ditemui usai mengisi pengajian Kamis Pagi di Masjid Setono Gedong Kota Kediri, Gus Ab sapaan akrabnya menyampaikan. Bahwa seandainya ada muslim yang positif terjangkit virus corona, kemudian qadarullah akhirnya meninggal dunia. Maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan keluarga dan ahli warisnya.

“Keluarga harus mencatat atau mengamati kira-kira ibadah apa yang ditinggalkan oleh penderita, misalnya karena kondisi sakit yang tidak mungkin sehingga tidak bisa sholat, maka kewajiban ahli waris keluarga mengamati ada berapa hari proses yang tidak bisa dilaksanakan. Maka keluarga seharusnya meng-qadha-i sholat yang ditinggalkan. Meskipun meng-qadha-i sifatnya bukan wajib, namun alangkah baiknya untuk di-qadha-i.

Sebagai muslim mekipun sudah meninggal, harus tetap dipenuhi empat haknya sebagai mayit, yaitu tetap memandikan, mengkafani, mensalatkan dan menguburkan. “Hanya yang syahid saja yang tidak perlu dimandikan, kemudian mengkafani dan mensholatkan. Kalau sebagian keluarga kerabat sudah ada yang mensalati, yang lain tidak wajib”, jelas Gus Ab sebelumnya telah menggelar pertemuan dengan Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar.

Terakhir adalah menguburkan. Jika dikhawatirkan jasad jenazah masih bisa menularkan virus, seandainya tidak ada yang bersedia mengiringkan sampai kuburan juga tidak masalah. “Takziah sampai mengiringkan ke pemakaman itu hukumnya sunnah dan fardhu kifayah. Seandainya tidak dilakukan tidak apa-apa,” imbuhnya.

Terkait perilaku bersalaman yang juga berubah, saat ini beberapa sekolah meniadakan ritual salaman murid kepada guru saat masuk dan pulang sekolah. Bahkan Wapres KH. Ma’ruf Amin mempwrkenalkan salaman corona, caranya, dengan menangkupkan kedua tangan di depan dada kepada orang yang ingin disalami tanpa bersentuhan satu sama lain.

Saat diminta penjelasan, andainya ritual salaman sehabis salat jamaah ditiadakan demi mencegah penularan virus Corona, Gus Ab menuturkan nasehat penting. “Pertama, dibuat sederhana saja jangan terlalu dibesar-besarkan masalah salaman. Salaman sehabis salat berjamaah itu tidak wajib, kalau pemerintah melarang salaman, alasannya pasti untuk kebaikan. Tapi agama tetap menganjurkan salaman,” terang beliau. (fan/nng)