PENGADILAN AHOK: Terdakwa penodaan agama Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama pada sidang lanjutan ke-9 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2). (IST)
PENGADILAN AHOK: Terdakwa penistaan agama Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama pada sidang lanjutan ke-9 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2). (IST)

JAKARTA | duta.co –Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan segera menentukan nasib Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI. Menurut Tjahjo, keputusan posisi Ahok hanya tinggal menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus yang kini menjeratnya.

“Saya tinggal menunggu tuntutan Jaksa setelah saksi-saksi di persidangan selesai,” kata Tjahjo di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (7/2).

Tjahjo menyebut Undang-undang mensyaratkan bahwa petahana yang maju lagi akan cuti sampai masa kampanye selesai. Di mana masa cuti kampanye Pilkada DKI Jakarta akan berakhir pada 11 Februari 2017, bertepatan dengan hari terakhir kampanye.

Namun, karena Ahok kini masih menghadapi proses hukum dalam kasus penistaan agama, maka nasib Ahok kembali memimpin Jakarta ditentukan oleh tuntutan jaksa.

“Kalau tuntutan jaksanya lima tahun, ya saya akan memberhentikan sementara, sampai proses incracht (berkekuatan hukum tetap), ” jelas Tjahjo.

Sebaliknya, jika Jaksa Penuntut Umum menuntut Ahok dengan hukuman di bawah lima tahun, maka Kemendagri akan tetap kembali memimpin Jakarta paska masa cutinya habis.

“Kalau tuntutannya di bawah lima tahun, ya dia (Ahok) tetap menjabat gubernur. Kecuali dia kena OTT (operasi tangkap tangan) atau ditahan, dia (otomatis) kita berhentikan, karena mengganggu jalannya pemerintah, ” tutur Mendagri.

Dijelaskan Tjahjo, aturan itu tak hanya berlaku bagi Ahok. Sejumlah wilayah di Indonesia seperti Banten dan Sumatera Utara beberapa waktu lalu juga mengalami nasib serupa. “Maka kita tinggal tunggu apa tuntuan Jaksa di persidangan, ” imbuh dia.

Sesuai Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah, atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan sementara, jika menjadi terdakwa dalam suatu tindak kejahatan. Aturan tersebut, berlaku untuk kepala daerah yang terancam hukuman pidana penjara minimal lima tahun.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta agar Mendagri berpegang pada aturan yang ada, apakah perlu menonaktifkan Ahok atau tidak. “Kalau aturannya sebagai terdakwa, harus diberhentikan sementara, maka seharusnya itu diterapkan,” ujar Fadli.

Jika Mendagri tidak mengikuti aturan yang ada, Fadli menilai bahwa mendagri berpihak kepada calon nomor urut dua di kontestasi demokrasi ibu kota tersebut. “Kalau Mengadri tidak menerapkan berarti berpihak. Jika tidak diterapkan sesuai UU yang berlaku, itu artinya adanya penyimpangan,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.

Ahok sendiri kini berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan penistaan agama, karena mengutip Surat Al-Maidah ayat 51, saat kunjungan kerja di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016 lalu.

 

Peringatkan Saksi Ahli MUI

Sementara itu, majelis hakim beberapa kali mengingatkan anggota Komisi Fatwa MUI Hamdan Rasyid yang dihadirkan sebagai ahli, pada sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/2).Hamdan dihadirkan sebagai ahli oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian di Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan. Pertama, Hamdan diingatkan saat selesai disumpah sebagai saksi ahli. Ketika ditanya mengenai keilmuannya, Hamdan menyampaikan salam pembuka terlebih dahulu di hadapan majelis hakim.

“Assalamualaikum. Sebelum saya memberi keterangan, saya mau berterima kasih karena dihadirkan sebagai saksi ahli. Bagi saya, angka sembilan adalah angka sakral karena Walisongo juga ada sembilan. Begitu juga dengan angka tujuh, tanggal hari ini, ada tujuh langit…,” kata Hamdan.

Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto lalu memotong pembicaraan Hamdan sembari mengingatkan supaya Hamdan menjawab pertanyaan majelis langsung ke intinya guna mempersingkat waktu. “Maaf ahli, to the point saja ya,” kata Dwiarso.

Persidangan pun dilanjutkan. Saat majelis bertanya, Hamdan diingatkan lagi karena tidak menjawab pertanyaan. Majelis menanyakan apa terjemahan kata aulia pada Surat Al-Maidah ayat 51. “Terjemahan aulia ada macam-macam, tolong ahli jelaskan,” kata hakim.

“Aulia itu pemimpin. Bisa dicek. Tidak pernah dalam sejarah umat Islam mengangkat pemimpin kafir,” kata Hamdan. Pernyataan itu membuat majelis mengingatkan Hamdan agar menjawab saja pertanyaan yang diajukan tanpa melebar ke hal lain.

Kali ketiga Hamdan diingatkan oleh majelis adalah ketika ia ditanya apakah siapa pun yang menyampaikan Alquran berarti menyampaikan kebenaran. Hamdan menjawab pertanyaan itu dengan kembali menyinggung Ahok.

“Pasti kebenaran karena Quran dari Allah. Namun, kalau bilang dibohongi pakai Surat Al-Maidah, itu penistaan,” ucap Hamdan.

“Saya tidak tanya itu,” kata hakim.

Pada awal persidangan, kuasa hukum Ahok menolak Hamdan sebagai ahli karena dianggap tidak objektif. Hamdan dinilai punya kepentingan dengan saksi sebelumnya, Ketua MUI Ma’ruf Amin.

Namun, majelis hakim tetap ingin mendengar keterangan Hamdan. Soal apakah keterangannya akan digunakan atau tidak, itu akan menjadi kewenangan hakim.

Saat tiba giliran tim pengacara Ahok untuk bertanya kepada Hamdan, mereka memutuskan untuk tidak mengajukan pertanyaan sama sekali. ful, kcm, dit

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry