Ratusan peserta memadati ruang pertemuan Museum NU. Tidak semua peserta mendapat kursi, terpaksa harus menggelar karpet. (FT/mky)

SURABAYA | duta.co – Ratusan peserta dialog ‘Melawan Kebangkitan PKI dalam Prespektif Mempertahankan Pancasila dan NKRI’ sepakat melangkah bersama guna menghadapi komunisme yang semakin mendapat ‘angin segar’ di negeri ini.

“Jangan mau dipecah belah dengan isu khilafah. Umat Islam Indonesia hari ini diacak-acak dengan isu tersebut. Sebagian orang ‘diternak’ untuk menghantam sesama muslim. Padahal, isu itu hanya untuk merusak konsentrasi umat Islam, agar komunis leluasa bergerak,” jelas Drs Choirul Anam, Dewan Kurator Museum Nahdlatul Ulama (NU) dalam sambutannya, Rabu (5/8/2020).

Menurut Cak Anam, dalam sejarahnya, umat Islam tidak mudah diadu. Kecuali mereka yang sudah ‘diternak’ oleh kekuatan kapitalis. Ia kemudian menyebut contoh ketika umat Islam harus bangkit bersama melawan pemerintah kolonial serta penista agama, sebelum merdeka. Umat Islam bersatu melalui suatu federasi Islam yang bernama Majelis Islam A’laa Indonesia (MIAI) di Surabaya, 21 September 1937.

MIAI dibentuk atas inisiatif tokoh NU, KH Wahab Hasbullah, KH Ahmad Dahlan Ahyad (Pengasuh PP Kebondalem Surabaya juga pendiri Taswirul Afkar), serta tokoh Muhammadiyah, KH Mas Mansur, dan Tokoh PSII, Wondoamiseno. Hari ini, umat Islam perlu menyatukan langkah, terutama dalam menghadapi kebangkitan ideologi komunis.

“Gedung Museum NU ini bisa dijadikan pusat gerakan anti-komunis. Seluruh umat Islam, termasuk NU dan GP Ansor tidak bisa melupakan kekejaman PKI,” tambah Cak Anam disambut pekikan takbir ratusan peserta dialog dari berbagai daerah ini.

Ketua Umum GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Drs Arukat Djaswadi, menyambut baik tawaran Museum NU sebagai pusat gerakan umat Islam melawan PKI. Menurut Arukat, umat Islam butuh wadah bersama untuk konsolidasi melawan kebangkitan PKI.

“Terima kasih Pak Anam, ini luar biasa. Dengan demikian gerakan kita akan lebih sistematis,” timpal Arukat yang notabene Ketua Center for Indonesian Community Studies (CICS) ini.

Menurut Arukat, dirinya sudah puluhan tahun mengadang kebangkitan PKI. Kali ini, benar-benar mendapat dukungan semua pihak. Terlebih untuk mendorong penegakan hukum terkait komunisme di negeri ini. Diakui, bahwa, aparat penegak hukum, seperti polisi, ini masih gamang untuk menghalau mereka.

“Tetapi, kita tidak boleh menyerah menghadapi kenyataan ini. Kita harus bersatu padu, karena kader-kader PKI telah berhasil menempati sejumlah posisi strategis. Umat Islam jangan sampai tercerai berai. Begitu pula hukum terkait larangan komunisme, jangan biarkan tumpul. Saya merasakan polisi masih gamang menghadapi semua ini. Padahal ada UU No 27 tahun 1999,” jelas Arukat Djaswadi.

Selain Cak Anam dan Arukat Djaswadi, hadir pula dalam acara dialog yang dimoderatori Dr Latief ini, adalah Prof Dr Aminuddin Kasdi (Sejarawan UNESA), KH KH Ibrahim Rais,  Ketua Pembina Yayasan Kanigoro yang mengalami langsung kekejaman PKI. Ada juga Dr Ir Zainal Abidin, MS Koordinator Mata Kuliah Bela Negara UPN ‘Veteran’ Jawa Timur, serta Prof Prof DR Misranto SH MHum Rektor Universitas Merdeka, Pasuruan.

Peserta dialog datang dari berbagai daerah, seperti Lumajang, Jember, Pasuruan, Jombang, Mojokerto, Kediri, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan. “Jangan berhenti di sini. Kita terus bergerak sampai pintu komunisme benar-benar tertutup di Indonesia,” jelas Ustad Syam dari Surabaya kepada duta.co. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry