Nasim Khan bersama Menteri BUMN usai pembahasan Holding Ultra Mikro. (FT/IST)

JAKARTA | duta.co – Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), HM. Nasim Khan, secara tegas mendukung rencana pemerintah membentuk holding ultra mikro, dengan syarat pemerintah harus punya fungsi kontrol, Kamis (18/3/2021).

Rencana pembentukan holding ultra mikro tersebut, kata Nasim Khan, akan melibatkan tiga badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

“Saya minta pemerintah tetap memiliki fungsi kontrol terhadap kebijakan-kebijakan strategis perusahaan tersebut,” tegas Nasim Khan.

Pembentukan holding ultra mikro, kata Nasim, bisa memudahkan masyarakat dan pelaku UMKM dalam mengakses keuangan berbiaya murah hingga ke pelosok-pelosok desa di negeri ini.

“Dengan menyatukan BRI, PNM dan Pegadaian, maka harusnya dapat menjadi lebih efisien dalam melayani nasabah. Hal ini yang kita harapkan. Yang kita tahu, ketiga BUMN itu, sudah terbukti kredibel prestasinya, Insyha Allah Holding Ultra Mikro bisa lebih menyentuh dan membantu masyarakat dalam mengakses permodalan,” jelas Nasim ketika Rapat Kerja pembahasan Holding Ultra Mikro antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN di Komisi VI DPR RI, Senayan, Jakarta.

Selain meminta syarat fungsi kontrol pemerintah dalam pembentukan holding ultra Mikro, imbuh Nasim, pihaknya meminta agar pemerintah untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan strategi bisnis yang jelas supaya perusahaan tersebut nantinya bisa berkembang.

“BRI, PNM adalah perusahaan BUMN yang sudah berhasil mencetak laba, walaupun dalam situasi pandemi COVID-19, namun laba bersih PNM misalnya, bisa mencapai Rp 358 M dan laba BRI bisa mencapai Rp 18,65 Triliun, prestasi ini yang harus dikembangkan,” paparnya.

Kedua perusahaan ini, imbuh Nasim Khan, juga sudah menjalankan bisnisnya hingga ke pelosok-pelosok desa di negeri ini.

“Apabila tujuan holding adalah meningkatkan UMKM, maka harus didukung dengan prinsip kehati-hatian. Jangan sampai PNM dan BRI terseok-seok karena terhambat berbagai prosedur yang ditetapkan akibat holding ultra mikro. Untuk itu, kami menekankan agar proses holding bisa dipermudah,” bebernya.

Bukan hanya itu saja yang disampaikan Anak Buah Muhaimin Iskandar ini. Akan tetapi, Nasim Khan juga meminta pemerintah melalui kementerian BUMN untuk mengoptimalkan peran PT Pegadaian dalam memberikan kemudahan akses permodalan bagi masyarakat dan pelaku UMKM.

“PT Pegadaian ini telah mencetak laba Rp 2,02 Triliun di tahun 2020. Pemerintah seyogyanya dapat mengoptimalkan peranan perusahaan ini dengan memperkuat kinerjanya dan mempermudah masyarakat kecil mendapatkan akses,” katanya.

Nasim khan juga meminta agar perusahaan-perusahaan keuangan milik BUMN, khususnya perusahaan yang masuk dalam Holding Ultra Mikro untuk menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi yang sangat cepat saat ini.

“Kami minta perusahaan BUMN disektor keuangan untuk terus melakukan terobosan dan inovasi bisnis, serta selalu mempermudah masyarakat dalam mengakses modal,” tuturnya.

Apabila perusahan tersebut tidak berinovasi dan tidak mengantisipasi tantangan yang bakal terjadi ke depannya, kata Nasim Khan, maka dikhawatirkan, perusahaan Fintech bakal melengserkan peran perbankan. Apalagi, pinjaman uang saat ini sudah bisa lewat Fintech peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online.

“Selama ini ada kekhawatiran bahwa fintech bakal melengserkan perusahaan BUMN di bidang keuangan. Namun, kita tidak perlu cemas dengan hal tersebut. Namun, kinerja perusahaan harus lebih ditingkatkan dan lebih mendekat ke UMKM dengan cara mempermudah prosedur pinjaman modal,” pinta Nasim Khan.

Pemberian kemudahan akses modal bagi UMKM, kata Nasim Khan, tetap harus mengedepankan prosedur keamanan dan bunga yang terjangkau. Nasim juga menyakini industri keuangan milik BUMN bisa lebih maju dan cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Hal tersebut, jelas Nasim Khan, dibuktikan dengan adanya sejumlah terobosan-terobosan yang dilakukan Bank himpunan bank milik negara (Himbara) yang sudah masuk ke fintech seperti ‘LinkAja’. LinkAja merupakan dompet digital gabungan uang elektronik Bank Mandiri (e-cash), Bank BNI (Unikqu), Bank BRI (Tbank), dan Telkom Group (TCASH dan T-money).

“Apabila fintech swasta, menawarkan jasa melalui aplikasi online dengan sangat mudah. Maka, industri keuangan resmi di bawah naungan BUMN seharusnya lebih maju dengan melakukan inovasi yang lebih baik lagi. Kalau bisa industri keuangan resmi di bawah naungan BUMN menyediakan jasa pengajuan kredit secara online juga. Namun tetap harus mengedepankan prosedur keamanan dan kepercayaan masyarakat. Sehingga lembaga keuangan Pemerintah tidak tertinggal dari pihak swasta,” tambah Nasim.

Walaupun perusahaan fintech (financial technology) dalam beberapa tahun terakhir terus menjamur, kata Nasim, Pemerintah dan seluruh regulator terkait, perlu menyusun strategi supaya fintech dapat beriringan dengan industri Perbankan milik BUMN yang akhirnya memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

“Seharusnya pihak Pemerintah memahami bahwa swasta yang menjalankan fintech bertujuan memudahkan dan membantu masyarakat kecil di berbagai daerah. Idealnya BUMN tidak menjadikan fintech sebagai pesaing, namun supaya bisa co-existence (hidup bersama) membantu atau melayani masyarakat kecil. Namun, Jika ada fintech yang buruk, maka tugas aparat untuk mmberikan teguran dan bila perlu sanksi pembinaan terhadap fintech,” ujar Nasim.

Sekedar informasi, pada rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Kementerian BUMN, Komisi VI DPR RI memutuskan untuk mendukung rencana pemerintah membentuk holding ultra mikro yang melibatkan tiga BUMN, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero). (her)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry