Oleh : Sutrisno

 

“SIKAP hati-hati dan digunakan untuk hal yang produktif dan memberikan imbal yang jelas dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)” Itulah pesan Presiden Joko Widodo kepada Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). 

Kita sebagai anak bangsa Indonesia patut untuk berbangga, bahwa kita bisa bertahan dengan tegak dalam menghadapi berbagai problematika, mulai pandemi Coronavirus (Covid-19), perang dagang Amerika vs Tiongkok hingga perang Rusia vs Ukrania dan Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan APBN-nya tetap tangguh menjaga ekonomi nasional agar tetap stabil.

Di sinilah diperlukan pengambilan kebijakan dan penyelarasan realisasi pengeluaran APBN, sehingga diperlukan revisi sekala prioritas pengeluaran, misalnya penekanan pada belanja Kesehatan dan bantuan-bantuan langsung kepada masyarakat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di kalangan masyarakat bawah yang terkena dampak pandemi Covid-19 dan goncangan ekonomi global secara langsung. 

Pada pelaksanaan APBN 2023 yang akan datang untuk menuju kestabilan tetap terjaga maka ditetapkan 6 bidang skala prioritas pembangunan yaitu bidang Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, bidang Kesehatan, bidang Penanggulangan Kemiskinan, bidang Ketahanan Pangan, bidang Infrastruktur serta bidang Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.

Postur APBN dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 terdapat tren kenaikan dari tahun ke tahun kecuali ada sedikit penurunan sebesar 1,30% pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2021, yaitu tahun 2020 sebesar Rp.2.613,8 triliun, tahun 2021 sebesar Rp.2.750 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp.2.714,2 triliun serta tahun 2023 direncanakan sebesar Rp.3.014,7 triliun, maka jika dilihat dari besaran belanja terdapat tren kenaikan dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2022 dibanding tahun 2021.

Jika dari sudut besaran surplus/ defisit anggaran, yaitu tahun 2020 sebesar (852,9) tahun 2021 sebesar (1.006,4) dan tahun 2022 sebesar (868) serta pada tahun 2023 direncanakan sebesar (598,2) triliun rupiah. Maka kita bisa melihat bahwa defisit anggaran APBN dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 mengalami tren penurunan nilai defisit kecuali pada taun 2021 yang mengalami kenaikan defisit anggaran bila dibandingkan dengan defisit anggaran tahun sebelumnya.

Hal ini disebabkan adanya penurunan dari segi penerimaan dan terdapat kenaikan dari segi belanja yang terjadi pada saat pandemi Covid-19. Sedang dalam kondisi yang sangat tinggi menyerang negara kita sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan roda ekonomi di tengah masyarakat yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan ekonomi dan turunnya tingkat daya beli masyarakat yang disebabkan oleh terhentinya mobilitas orang akibat pandemi Covid-19. 

Sedangkan kebutuhan pengeluaran tetap tinggi bahkan malah semakin naik guna untuk menyediakan berbagai kebutuhan stimulus yang diberikan kepada masyarakat. 

Dan tren penurunan dari sudut defisit tersebut hal yang sangat baik karena menggambarkan bahwa kegiatan dunia usaha ekonomi telah tumbuh dan berkembang di lapisan masyarakat sehingga ada pertumbuhan kenaikan dari sektor penerimaan negara. 

Hal tersebut bisa dilihat pada tren persentasi angka defisit dai tahun 2020 sampai dengan tahun 2023, yaitu tahun pada tahun 2020 sebesar (5,07) tahun 2021 (5,70) dan tahun 2022 sebesar (4,85) serta pada tahun 2023 direncanakan turun menjadi (2,85) persen.

Kontrol atas realisasi atau pelaksanaan APBN sangat dibutuhkan, sehingga semangat transparansi di era keterbukaan global dapat dilaksanakan baik dari sisi pemerintah selaku pengelola APBN secara internal (selain BPK dan BPKP) maupun di pihak luar pemerintah atau eksternal baik dari pihak luar selaku pemangku kepentingan sebagai pelaku penerima manfaat APBN maupun dari pihak ketiga sebagai pengawas independent yang pada akhirnya pengelolaan APBN dapat dapat berjalan sesuai semangat keterbukaan dan disalurkan secara tepat sasaran. 

Pelaku kontrol atau pengawas pelaksanaan pengelolaan APBN dapat dari pihak luar dan dari pihak internal. Pihak luar tersebut adalah para Aparat Penegak Hukum (APH), yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yang kita semua telah mengetahui dan paham cara kerja dalam pemberantasan korupsi sesuai mekanisme kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing instansi tersebut sehingga hal tersebut tidak perlu kita bahas disini.

Apa yang disebut dengan pengawasan secara internal di kementerian keuangan? Adalah  peraturan perundangan yang berlaku di lingkup internal kementerian keuangan yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 105/KMK.1/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.1/2019 tentang Manajemen Risiko.

Apa arti dari Risiko dan Manajemen Risiko? Risiko adalah Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak terhadap pencapaian sasaran organisasi sedangkan Manajemen Risiko adalah Proses sistematis dan terstruktur yang didukung budaya sadar risiko untuk mengelola risiko organisasi pada tingkat yang dapat diterima guna memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian sasaran organisasi. 

Dalam KMK Nomor 105/KMK.1/2021 dijabarkan bahwa Proses Manajemen Risiko memuat yang berkaitan manajemen risiko yaitu : Perumusan Konteks, Identifikasi Risiko, Analisa Risiko, Evaluasi Risiko, Mitigasi Risiko dan Pemantauan dan Reviu yang bermuara pada Konsultasi dan Komunikasi.

Tahap perumusan konteks bertujuan untuk memahami lingkungan dan Batasan penerapan manajemen risiko yang mencakup langkah-langkah penentuan ruang lingkup periode, penetapan sasaran organisasi, identifikasi pemangku kepentingan, penetapan struktur Unit Pengendali Risiko dan penuangan hasil.

Tahap identifikasi risiko yaitu proses identifikasi untuk mencari kejadian, penyebab,dampak risiko. Risiko terdapat dua kemungkinan yaitu downside risk artinya risiko yang berdampak kejadian gangguan atau peningkatan sebuah risiko dan upside risk artinya  risiko yang berdampak kejadian yang menguntungkan atau penurunan risiko. Proses identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan metode : analisis data historis, analisis penyebab dampak risiko, benchmarking, curah pendapat/brainstorming dan dari pendapat ahli.

Tahap analisis risiko adalah proses inventarisasi pengendalian internal yang dilaksanakan dalam hal pendataan aktivitas pengendalian, memastikan aktivitas pengendalian dan pencatatan aktivitas pengendalian yang bertujuan untuk menetapkan level kemungkinan sebuah risiko dengan jalan pendekatan frekuensi dan probabilitas level dampak dengan metode analisis data, statistik, benchmarking, simulasi/proyeksi, pendapat ahli dan konsensus pimpinan.

Tahap evaluasi risiko yaitu proses penyusunan prioritas risiko, keputusan mitigasi risiko dan penentuan besaran atau level risiko residual harapan. Tahap mitigasi risiko merupakan tindakan yang bertujuan untuk menurunkan dan/ atau menjaga besaran dan/ atau level risiko utama hingga mencapai risiko residual harapan maka selanjutnya perlu dilakukan penyusunan mitigasi dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya dan dampak risiko.

Tahap pemantauan dan reviu  berfungsi dengan tujuan untuk memastikan implementasi manajemen risiko berjalan secara efektif sesuai dengan rencana dan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan proses manajemen risiko yang dilakukan secara berkelanjutan atau terus menerus sepanjang periode dan pemantauan secara berkala baik secara bulanan, triwulanan maupun tahunan.

Pemantauan juga dilakukan terhadap proses bisnis suatu organisasi apakah pengelolaan keuangan sudah benar dan tidak ada konflik kepentingan maupun benturan kepentingan yaitu pemantauan kepada pengelola keuangan perbendaharaan dan pihak vendor atau rekan kerja pihak ketiga, sehingga dapat dipastikan bahwa proses manajemen pengelolaan keuangan negara bisa dipastikan bebas dari kolusi nepotisme dan korupsi (KKN), bebas dari benturan kepentingan. Dan proses reviu sangat penting untuk mengetahui kekurangan manajemen risiko guna dilakukan penyempurnaan selanjutnya.

Tahap komunikasi dan konsultasi  merupakan aktivitas mencari dan penyampaian informasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap sebuah risiko yang dilaksanakan secara berkala, insidental dan diskusi kelompok yang terarah yang arah utama untuk kesempurnaan proses manajemen risiko pengelolaan keuangan negara.

Lalu apa tujuan akhir dari proses manajemen risiko pengelolaan keuangan negara itu? tujuannya adalah menciptakan Budaya Sadar Risiko bagi seluruh insan kementrian keuangan, sadar risiko atas ada hambatan dan kendala yang harus diminimalisir sehingga visi dan misi organisasi dapat tercapai, budaya sadar risiko diharapkan akan tercipta dilingkungan kementrian keuangan sesuai dengan nilai-nilai kementerian keuangan dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai kementrian keuangan tersebut adalah Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan yang menjadi nafas kegiatan proses bisnis sehari-hari.

 

*Kepala Seksi Kepatuhan Internal Bidang SKKI Kantor Wilayah DJPb Provinsi Jawa Timur

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry