Dr HM Sukron Djazilan, SAg, MPd – Dosen FKIP

“Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, laki-laki maupun perempuan dalam keadaan yang beriman maka sungguh Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh Kami akan memberi meraka balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (an-Nahl;97)

Banyak orang yang merasa bahwa hidup mereka telah berakhir karena masalah dan kesulitan yang tak kunjung selesai. Mereka merasa dalam keadaan di jalan yang buntu, mereka melihat pandangan masa depan dengan putus asa.

Mengapa? Karena mereka mengikuti nilai-nilai yang salah serta memelihara sifat egois dan manipulatife. Dalam al-Qur’an juga dijelaskan bahwa orang yang selalu berputus asa bagaikan orang yang sudah mati, maka dari itulah kita harus berusaha sekuat kemampuan kita untuk menyalakan hidup kita dengan iman.

Dunia dan umat manusia telah banyak berubah, dan mengalami kemajuan setelah kalimat itu dikatakan, tetapi sebenarnya kenyataannya masih berlaku sampai saat ini.

Dalam realitanya, masih banyak orang yang merasa kurang bahagia dan tidak melihat jalan keluar bagi masalah yang mereka hadapi. Mereka tidak bias melakukan apapun sesuai dengan apa yang ia inginkan. Bahkan lebih parah lagi, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Bagi mereka tidak ada pilihan lain, kecuali menerima kenyataan yang menyedihkan.

Dalam ayat diatas Allah telah menjanjikan bahwa cahaya hidup bisa dinyalakan kembali. Allah akan memulihkan hidup kita jika kita meneguhkan keimanan dan belajar berbuat baik. Iman adalah sebuah fondasi yang paling utama untuk mencapai kehidupan bahagia dan memuaskan. Namun, iman tersebut menjadi sebuah kata yang sering disalahartikan. Karena keimanan mengandung makna politis dan spiritualis.

Dalam hal politis ketika iman tersebut kita gunakan sebagai identitas suatu kelompok. Misalnya kita mengatakan kepada orang lain bahwa saya adalah seorang muslim.

Sedangkan keimanan spiritual merupakan serangkaian yang membebaskan kita dari berbagi batasan dan memberi kita banyak kemungkinan dalam hidup. Pengertian inilah yang terkadang dalam iman sesuai dengan ayat di atas. Secara tidak langsung bisa kita pahami bahwa jika kita beriman maka hidup kita akan berubah secara drastis dan memiliki hidup yang lebih baik.

Nabi Muhammad selalau menunjukkan rasa bahagia dengan apa yang dimilikinya dan membicarakanya penuh rasa syukur. Beliau juga terbiasa meminta petunjuk, bimbingan, perlindungan, dan bertambahnyaa kebaikan di setiap harinya.

Beriman berarti mengetahui bahwa kehidupan ini tidak lepas dari sebuah konsekuensi. Karena hidup hari ini merupakan hasil dari apa yang kita lakukan pada masa lalu, dan sebaliknya pula apa yang kita lakukana sekarang menentukan hidup kita masa depan.

Orang yang beriman berusaha mendisiplinkan diri untuk menghilangkan pikiran pesimis. Sebagaimana dalam Kitab ad-Durrul Mantsur di jelaskan bahwa “Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir” Jadi, agar cahaya iman kita tetap menyala dalam kehidupan kita, banyaklah berpikir. Berpikir adalah proses terakhir setelah kita tahu dan belajar.

Sebab, jika kita hanya tahu saja tentang Islam, tapi belum menyempatkan diri untuk belajar, maka besar kemungkinan kita tak akan pernah bisa mencapai derajat berpikir. Jadi, biasakan kita melalui proses Knowing, Learning, and Thinking: tahu, belajar, dan berpikir. Jika kita tahu bahwa Islam mengajarkan kebaikan, maka kita akan belajar tentang kebaikan itu, dan berusaha untuk memikirkan bagaimana menyampaikan kebaikan itu kepada orang lain.

Inilah yang Insya Allah akan menjadikan cahaya iman tetap menyala bagi kita. Kita bukan hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri, tapi berupaya juga menyelamatkan orang lain agar bisa menerima cahaya iman. Sehingga akan banyak orang yang berbuat untuk memelihara keimanan ini agar tetap hidup dalam diri mereka.

Ketika cahaya iman tetap menyala dalam hati dan pikiran kita, insya Allah kita tidak akan pernah berada dalam kegelapan. Iman akan hidup dan memberikan tenaga bagi kita untuk memandu ke jalan yang benar. Kita tak akan pernah terpengaruh dengan kerusakan yang melingkari kehidupan kita. Ya, ibarat ikan yang hidup di air laut yang penuh dengan garam.

 Air laut yang asin itu, selama ikan masih hidup bisa bergerak ke sana kemari, asinnya air laut tak akan mampu meresap ke dalam tubuhnya. Tapi begitu ikan mati, maka air laut yang asin itu akan dengan mudah menyusup ke dalam tubuhnya. Sehingga tubuh ikan itu menjadi asin. Seorang Muslim yang keimanannya tetap hidup dalam dirinya, insya Allah tak akan mudah larut dalam kehidupan yang rusak. Dan, harus dipahami bahwa keimanan itu harus kita pelihara terus secara istiqomah. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry