PALEMBANG | duta.co –  Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan perjuangannya mengembalikan kedaulatan rakyat dilakukan setelah ia bertransformasi menjadi pejabat negara.

Hal itu disampaikan LaNyalla untuk menjawab pertanyaan publik berkaitan dengan sikap dan konsistensinya memperjuangkan kedaulatan rakyat yang disampaikan langsung kepadanya, baik melalui Whatsapp, maupun platform media sosial lain.

Pertanyaan itu berkaitan dengan sikap dan konsistensinya memperjuangkan kedaulatan rakyat. Rata-rata mereka mempertanyakan mengapa baru belakangan ini Senator asal Jawa Timur itu bersikap kritis ketika mengupas persoalan yang dihadapi bangsa ini.

“Ada banyak pertanyaan dari beberapa kalangan, mengapa akhir-akhir ini saya kritis dengan narasi-narasi fundamental tentang negara. Dulu kemana saja? Begitu inti dari banyak pertanyaan jika saya simpulkan,” tutur LaNyalla saat menyampaikan keynote speech pada diskusi publik Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute) Sumatera Selatan, Selasa (28/6/2022).

Karena menurutnya, ia kerap dipandang sebagai preman atau stigma negatif lainnya, termasuk koruptor. Meskipun dirinya tidak pernah divonis sebagai terpidana kasus korupsi. Sehingga wajar muncul pertanyaan seperti itu. Padahal, menurutnya, kalau pun dirinya preman, adalah preman yang berpikir, dan preman yang bertransformasi menjadi pejabat negara dengan kewajiban sumpahnya.

“Pertanyaan itu wajar bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi Ketua DPD RI pada 2 Oktober 2019, dini hari, silam. Karena sejak saat itu, saya paham betul bahwa saya telah melakukan transformasi posisi dari sebelumnya aktivis organisasi menjadi pejabat negara. Sehingga saya wajib berbicara tentang negara,” papar LaNyalla.

Karena sejak dilantik, dirinya memutuskan untuk keliling Indonesia, karena dirinya Ketua Lembaga Negara yang mewakili daerah. Dengan tujuan untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dari daerah.

“Saya ingin lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. Apalagi lembaga ini dibiayai dari APBN, meskipun jauh lebih kecil dibanding anggaran DPR RI,” jelas LaNyalla.

Dari perjalanan itu, LaNyalla menemukan dua persoalan yang hampir sama, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.

LaNyalla menyimpulkan jika dua persoalan itu merupakan persoalan fundamental bangsa ini yang tak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, LaNyalla mengatakan persoalan tersebut hanya symptom dari sebuah penyakit dalam.

Oleh karenanya, untuk mengurainya harus di hulu, bukan di hilir. Ini semua tentang arah kebijakan negara yang dipandu melalui konstitusi dan ratusan undang-undang yang ada.

“Saya sering mengatakan bahwa ini bukan soal pemerintah hari ini saja atau Presiden hari ini saja, tetapi persoalan kita sebagai bangsa,” tegas LaNyalla.

Oleh karena itu, saat DPD RI menjadi penyelenggara Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 lalu, LaNyalla mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua lembaga negara saat itu, termasuk Presiden dan Wakil Presiden.

“Sejak saat itu, saya terus menerus meresonansikan, bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa, karena negara ini semakin hari semakin sekuler, liberal dan kapitalis,” beber LaNyalla.

Sebab itu, LaNyalla kerap menyatakan kepada semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan, bukan politisi. “Negarawan tidak berpikir next election, tapi berpikir next generation,” imbuhnya.

LaNyalla pun menyampaikan terima kasih kepada Simpul Jaringan Umat Institute, untuk terus menggelorakan semangat merebut kembali kedaulatan rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Dengan begitu, rakyat tidak hanya menjadi penonton kesibukan para ketua umum partai politik yang saling berkunjung dan menggelar rapat-rapat tertutup untuk menentukan suksesi kepemimpinan nasional negara ini.

“Karena pada hakikatnya, demokrasi harus menjadi alat rakyat untuk mencapai tujuan. Karenanya tidak boleh terjadi, rakyat justru menjadi alat demokrasi. Rakyat adalah pemilik sah negara ini. Maka, sudah semestinya kedaulatan ada di tangan rakyat,” tegas LaNyalla.

LaNyalla rela menghabiskan waktunya, semata-mata agar rakyat berdaulat. Tak terbersit sama sekali hal itu dilakukannya agar ia bisa menduduki posisi Presiden RI kelak.

“Saya tegaskan, ini bukan karena keinginan saya menjadi Presiden. Saya tidak akan pernah meminta jabatan. Bagi saya, jabatan bukan urusan saya, tetapi menjadi urusan dan takdir dari Allah SWT. Dan saya sudah sampaikan di Bandung kemarin, jika saya ditakdirkan Allah SWT memimpin bangsa ini, maka pekerjaan besar yang saya lakukan adalah mengembalikan Kedaulatan rakyat kepada pemilik negara ini, yaitu rakyat Indonesia asli,” demikian LaNyalla.

Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifuddin. Hadir pula Ketua Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute), Khalifah Alam dan sejumlah akademisi, tokoh dan aktivis lintas elemen dan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Palembang.

Sedangkan narasumber yang dihadirkan adalah Pengamat Politik Rocky Gerung, Guru Besar Sosiologi UIN RF Palembang Prof Abdullah Idi, Ketua Gerakan Reformasi Politik Indonesia Andrianto, Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Direktur Pusat Kajian Potensi dan Pembangunan Daerah Solehun.(*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry