Mbah Lydia (Mbah Londo), saat ditemui duta.co sedang keliling mengayuh sepeda angin mencari orang yang membutuhkan jasa pijat, Rabu, (22/6/22). (FT/LOETFI)

SIDOARJO | duta.co – Mencari nafkah di usia senja seharusnya bukan menjadi kewajiban, terlebih bagi seorang nenek yang sudah lanjut usia (Lansia). Di Sidoarjo, masih banyak kita temui Lansia yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan harian. Salah satunya Mbah Lidya, janda 70 tahun yang seakan tak mengenal lelah. Dirinya terus memaksimalkan usia demi pundi-pundi rupiah guna mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk bertahan hidup.

Kemiskinan dan keterbatasan ekonomi masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah wanita paruh baya di Sidoarjo satu ini, yang rela tetap banting tulang di usianya yang sudah amat senja.

Seperti dijalankan Mbah Lydia, perempuan yang biasa dipanggil mbah Londo warga Dusun Ketintang, Desa Jimbaran Wetan, Kec. Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo tetap semangat mengayuh sepeda anginnya demi penghasilan yang tak pasti. Pasalnya, profesi yang ditekuni yakni tukang pijat keliling.

Semua terpaksa dilakukan oleh mbah Londo demi bisa menghidupi dirinya dan juga sang cucu. Apabila ia tidak bekerja, mereka tidak akan bisa makan dan menyambung kehidupannya.

Ditemui duta.co, Rabu, (22/6/22) disela berkeliling mengayuh sepeda anginnya di sekitaran jalan Desa Popoh penghubung Desa Grabagan kecamatan Tulangan, Mbah Londo menceritakan keluh kesahnya.

“Disini saya bersama cucu 3, anak 2 yang satu keterbelakangan mental. Saya sudah 10 tahunan bekerja pijat keliling. Keahlian inikan dari orang tua meninggal dan menurun ke saya, saya yang meneruskan,” ujarnya.

Dari pagi sampai malam Mbah Londo beraktivitas. “Bila ada yang memanggil, saya berangkat. Misal tidak ada yang manggil kadang saya ketempat orang tanya (menanyakan) mungkin butuh jasa setrika atau suruh bersih-bersih rumah,” tambahnya.

Pukul 09.00 WIB pagi, Mbah Londo sudah berangkat beraktivitas pijat keliling dengan mengayuh sepeda angin. Kemudian nanti antara pukul 13.00-14.00 WIB ia pulang ke rumah, kemudian pukul 15.00 Mbah Londo berangkat kembali.

“Terpaksa saya kerja seperti ini untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan cucu-cucu dan anak saya yang memiliki keterbelakangan mental. Kalau saya tidak kerja terus siapa yang membantu, karena memang tidak ada yang membantu untuk keberlangsungan hidup makan dan lainnya,” keluhnya.

“Pemerintah Desa tidak ada bantuan, berharap bantuan untuk kehidupan sehari-hari, juga keberlangsungan hidup saya bayar kos sebulan Rp250 ribu dan listrik (lampu) Rp50 ribu,” terang nenek 70 tahun tersebut.

Mbah Londo melanjutkan, “Anak pertama saya di Samarinda tetapi juga keadaannya pas-pasan, dan anak saya yang kedua keterbelakangan mental, yang hidup bersama saya, terus yang ketiga ayahnya cucu saya yang semenjak pisah dengan istrinya ya gimana gitu (goncangan jiwa). Jadi selama ini cucu sekolahnya ya saya yang membiayai,” cerita Mbah Londo.

Mbah Londo berharap mendapat bantuan sepeda dari semua pihak untuk bekerja, akan tetapi bukan sepeda ayun, melainkan sepeda yang ada mesinnya.

“Soalnya kalau sepeda angin, ontelnya terlalu capek kalau ada panggilan jauh-jauh terkadang keliling hingga magrib gitu. Sedangkan sepeda yang ada motor (mesinnya) nya itukan agak ringan,” ucap mbah Londo sambil berlinang meneteskan air mata.

Dikesempatan berbeda, Plt. Kepala Dinas Sosial Sidoarjo, Ahmad Misbahul Munir, saat dikonfirmasi duta.co di Pendopo Delta Wibawa terkait bantuan untuk duafa maupun lainnya mengatakan, kalau untuk bantuan seperti itu setahun sebelumnya diajukan. “Ini yang akan ada bantuan kursi roda dan lainnya, penganggarannya (pengajuannya) tahun kemarin 2021,” ujar Misbah singkat. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry