Keterangan foto tagar.id

Apakah toleransi yang dipelopori NU dengan mencampur-aduk ritualan itu dapat diterima umat beragama? Ternyata tidak! Umat Kristen sejati justru menulis komentarnya, begini: ”Ini yang namanya manusia bangsat lagi ngumpul. Salah satu hal yang membuat gue malas ke gereja adalah, hal-hal bodoh seperti ini…”.”

Oleh: Choirul Anam*

SEPERTI disebut sebelumnya (Supernatural-6), tokoh spiritual Ki Ismoyo Prabu Depro, akan bercerita mengenai kejadian aneh dan kebijakan ala Fir’aun yang semaugue, yang justru menjadi tanda akan berakhirnya kekuasaan itu sendiri. Bisa jadi, karena mungkin kecelakaan.

Peristiwa aneh dan kebijakan tidak adil itu, sudah pula diketahui umum. “Rakyat  sudah pada tahu dan telah merasakannya. Saya hanya melihat rahasia di balik keanehan dan ketidak-adilan itu sebagaimana pesan leluhur nusantara,”ujar Ki Ismoyo sambil menyitir ayat: ”Dan janganlah kamu katakan terhadap orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah (bahwa mereka) itu mati, bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadari (QS: al-Baqarah, ayat (154).”

Tiga tahun terakhir ini, Ki Ismoyo beserta tim spiritual (di antaranya Ki Agus Shodiq dan Mas Podo Kuncoro), melakukan ritual di pusara (makam) para leluhur baik di Jawa maupun luar Jawa.

“Saya dan tim telah menerima wejangan dan tanda-tanda khusus dari Eyang Semar Sabdo Palon, Syekh Subakir, Eyang Gajah Mada dan para raja, termasuk Bapak Soekarno. Semua wejangan menuju pada tanda aneh dan ketidak-adilan penguasa yang berpontensi mengakhiri kekuasaannya sendiri. Makin aneh, makin dekat tanda-tanda kejatuhannya.”

Believe it or not! “Orang boleh percaya boleh tidak. Karena persoalan gaib itu, tersembunyi, tidak terjangkau panca indera maupun akal sehat. Tapi ingat, Sang Pencita memberikan pengetahuan tentang yang gaib kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya,”tandas Ki Ismoyo sembari menyinggung ayat suci (QS: Ali “Imron, ayat (179): “Dan Allah sekali-kali idak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yang gaib, tetapi Alah memilih siapa yang dihendakinya-Nya di antara utusan-utusan-Nya.”

Jangan dikira para leluhur yang telah lama tiada itu, tidak berpengaruh apa-apa terhadap kehidupan bernegara kita. “Dengan izin Sang Pencipta, beliau-beliau itu diturunkan kembali ke bumi untuk membimbing para “Satrio Piningit” guna menyelamatkan sekaligus  mengembalikan kejayaan nusantara,” kata Ki Ismoyo.

Coba tengok beberapa kejadian aneh sepanjang tahun 2020—terutama pada dua bulan penutup (November-Desember). Banyak peristwa aneh yang menjadi perhatian publik. Contoh misalnya, belum lama ini, hampir semua media memberitakan sejumlah pejabat negara terjaring OTT (Operai Tangkap Tangan) KPK.

Dua Menteri Kabinet Jokowi: Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dari PDIP tertangkap tangan KPK pada Jum’at (4/12/2020). Dan sebelumnya, Rabu (25/11/2020), juga menimpa Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Partai Gerindra.

Lalu pada bulan yang sama, dua kepala daerah juga terkena OTT KPK. Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo, pada Kamis (3/12/2020), dan Walikota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna, pada Jum’at (27/11/2020). Publik ramai membicarakan nasib para pejabat negara yang menyalah-gunakan dana di musim pandemi Covid-19 itu.

Tentu, mereka akan terkena pernyataan Ketua KPK dan Menkopolhukam Mahfud MD, bahwa korupsi di masa pandemi terancam hukuman mati. Inilah tantangan berat pemerintah Jokowi dalam penegakan hukum. Rakyat memonitor: apakah benar pelakunya dikenakan pidana berat/mati, atau justru sebaliknya—seperti vonis ringan pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Peristiwa aneh itu, lanjut Ki Ismoyo, bukan hanya tertuju pada Juliari dari partai wong cilik (PDI-P) yang diduga justru merampas hak wong cilik. Tapi seperti cover story Majalah Tempo “Korupsi Bansos Kubu Banteng” itu, ternyata juga ada dugaan keterlibatan putera Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dalam hal rekomendasi penyediaan goodie bag (tas wadah Bansos sembako) oleh PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau PT. Sritex.

Dari dugaan korupsi Bansos kubu Banteng itu, akan muncul berbagai komentar. Politisi Demokrat, Benny K. Harman, misalnya, sudah berteriak : “Musuh bersama kita bukan hanya Covid-19 yang tak jelas kapan berakhir,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (15/12/2020). Tapi musuh bersama kita yang “paling dahsyat ialah pemimpin hasil pemilu demokratis yang tiba-tiba berubah wajah menjadi otoriter dan represif. Dialah monster, pembunuh demokrasi yang sesungguhnya. Ngerti? Rakyat memonitor,”tegasnya.

Muncul lagi keanehan lain: apakah dugaan korupsi Bansos akan diusut KPK sampai keakar-akarnya, atau berhenti pada Juliari Batubara. Atau malah seperti Harun Masiku yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK pada (Kamis 9 Januari dan sebagai DPO 27 Januari 2020), toh sampai hari ini, hampir setahun, belum juga tertangkap. Lalu bagaimana pula nasib Tempo yang mengungkap kebenaran itu: apakah aman-aman saja atau justru mendapat tekanan dan teror. Yang terang, kini banyak wartawan senior mengajak membantu Tempo. Ada apa?

Ternyata, Tempo, selain dituding tendensius menyerang PDI-P- Puan Maharani dan Gibran, juga HP jusnalis Tempo mengalami upaya peretasan. Tempo juga kehilangan banyak iklan, karena pemasang umumnya perusahaan swasta, milik konglomerat dan atau BUMN, kini ketakutan beriklan di Tempo. Padahal, laporan investigasi, selain harus menugaskan wartawan tangguh, berintegritas dan hanya berpihak pada kebenaran, juga memerlukan biaya tinggi karena wartawan Tempo haram terima amplop apalagi suap.

Sebagai alumni Tempo, saya percaya reputasi Tempo masih terjaga. Laporan Tempo pasti cover both side. Pemberitaan Tempo telah melalui verifikasi ketat dan berjenjang dalam mengungkap kebenaran. Bersih dari tendensi maupun keberpihakan. Hanya pihak yang khawatir terbongkar kejahatannya atau BuzzeRp, yang menuduh Tempo tendensius.

Pemimpin redaksi Tempo, Wahyu Dhyatmika, menegaskan laporan Tempo tentang Korupsi Bansos, sudah menerapkan disiplin verifikasi ketat. “Tempo telah melalui upaya verifikasi berlapis dan konfirmasi dalam rangka mempersiapkan laporan,”ujar Wahyu, Selasa (22/12/2020). Itulah reputasi Tempo yang terjaga dari dulu hingga sekarang. Dan pembaca percaya.

Keanehan lain yang masih lengket di otak kita, adalah peristiwa toleransi beragama yang dibungkus politisasi “Ucapan Selamat Natal”. Baru kali ini pembesar PBNU (Rais Aam KH. Miftachul Akhyar, Katib Aam Yahya Cholil Staquf, Ketum KH. Said Aqil Siraj, dan Sekjen HA. Hilmy Faishal Zaini) mengedarkan meme “PBNU mengucapkan “SELAMAT NATAL dan Tahun Baru 2021”.

Meme PBNU ini sangat manjur. Buktinya, beberapa struktur di bawahnya, seperti PWNU Riau misalnya, sampai menggelar “Yasinan” bersama  malam Natal guna mendo’akan perayaan Natal tahun ini berlangsung aman dan lancar. Di Surabaya beda lagi. Sejumlah warga NU ikut merangkai “Pohon Natal” lalu dibawa keliling kendaraan bertuliskan: “Barakallahu fii umrik Yesus”.

Banyak pula beredar video ritual Marhaban, baca al-Qur’an, seruan Azan  bersama Misa dan Kebaktian di beberapa gereja. Lalu ditambah seruan Menag baru Yaqut: “Beri ucapan Selamat Natal, Mari Rayakan dalam Kesederhanaan dan Ciptakan Toleransi,”kata Yaqut sambil menegaskan dirinya adalah “menteri semua agama”.

Apakah toleransi yang dipelopori NU dengan mencampur-aduk ritualan itu dapat diterima umat beragama? Ternyata tidak! Umat Kristen sejati justru menulis komentarnya, begini: ”Ini yang namanya manusia bangsat lagi ngumpul. Salah satu hal yang membuat gue malas ke gereja adalah, hal-hal bodoh seperti ini. Tolonglah ketua PGI serukan kepada seluruh gereja di Indonesia, untuk stop dengan hal bodoh begini. Biarkan umat Kristen beribadah sesuai aturan Kristen.”

Lebih seru lagi adalah komentar Natalius Pigai. Tokoh Kristen/Katolik sejati yang juga mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini, membagikan tangkapan layar berita berjudul: “Menag: Selamat Natal 2020, Rayakan dengan Sederhana dan Terus Berbagi Kasih.” Mungkin Menag Yaqut berharap dapat pujian dari umat Kristiani. Ternyata, Natalius malah menilai ucapan selamat Natal tidak tulus dari non kristiani sudah berlebihan. Ia menyarankan agar umat non-kristiani sebaiknya menjalankan agamanya dengan benar. Coba! Bukan pujian malah cemoohan.

“Ayahku Protestan Kingmi & Ibu Katolik. Saya tegas! Tidak butuh ucapan Natal, baik ‘tidak tulus’ juga ‘berlebihan’ dari luar Kristiani. Jalankan saja agamamu dengan benar,” kata Natalius melalui akun Twitter @Natalius Pigai2, Minggu (27/12/2020).

Memang, luar biasa aneh toleransi beragama di era Jokowi-Ma’ruf ini. Dan keanehan itu pun dipelopori NU dan Ansor. Setidaknya, PBNU era Kiai Said Aqil Siraj dan Kiai Miftachul Akhyar ini, rupanya, ingin dicatat sebagai pelopor toleransi, penganjur memberikan ucapan “Selamat Natal” (baca: itu hanya oknum elit PBNU produk penjarahan muktamar NU ke-33 di Alun-Alun Jombang saja, yang menganjurkan. Karena, mereka memang bernafsu pada kekuasaan, tahta dan jabatan serta  syai’un-syai’un akhar).

Sebaliknya umat NU (nahdliyin) dan pengasuh pesantren pada umumnya, tetap teguh berpegang pada fatwa KH. Hasyim Asy’ari  dan empat Mazhab Mujtahidin dalam hal toleransi beragama. Toleransi diwujudkan dalam bentuk saling memahami dan mengerti agamamu, agamaku. Tidak perlu saling memberi ucapan selamat,  tidak pula saling merendahkan dan mengganggu. Damai, aman, tenteram beribadah menurut aturan keyakinan dan agama masing-masing. Cukup!

Keanehan Menag Yaqut Cholil Qoumas, tidak berhenti hanya di panggung Natal saja. Usai dilantik, Yaqut langsung berpidato dengan gagahnya akan  melakukan “afirmasi” kelompok Syi’ah dan Ahmadiyah yang, selama ini, dianggap kurang mendapat perlakuan sama dengan kelompok agama lain dari negara.

Wow…”sungguh hebat dan tegas menteri agama kita yang baru ini”. Begitulah puji-puji para BuzzeRp dan pendukung Yaqut yang berseliweran di medsos. Bahkan Abu Janda, tokoh baru Banser, minta Yaqut permudah izin pendirian gereja di Indonesa. Afirmasi? Affirmation: the act of affirming, or that which is affirmed Ahmadiyah dan Syi’ah? Jangan-jangan Yaqut ini tidak paham apa yang dipidatokan. Atau belum membaca apa sesungguhnya Tupoksi Kementerian Agama.

Persoalan Ahmadiyah dan Syi’ah bukan soal perlakuan sama, juga bukan pula diukur dengan HAM atau demokrasi. Melainkan menyangkut soal penyimpangan, penodaan, penistaan dan perbedaan pokok dalam ber-Islam dengan yang dianut umat Islam Indonesia.

Perbedaan pokok dan penyimpangan serta penodaan ajaran Islam oleh Ahmadiyah dan Syi’ah pun, telah lama diselesaikan MUI dalam bentuk fatwa (Ahmadyah Qodiyan) pada 1 Juni 1980 yang ditanda-tangani Dewan Pimpinan MUI, Prof. Dr. Hamka (Ketua) dan Drs. H. Kafrawi (Sekretaris). Sedangkan rekomendasi tentang faham Syi’ah, juga telah diselesaikan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1984, yang diteken Prof. KH. Ibrahim Husen LML (Ketua) dan H. Musytari Yusuf, LA (Sekretaris).

Terbaru, terkait ajaran Syi’ah Tajul Muluk, Sampang, Madura, juga telah beredar meme petikan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1787 K/Pid/2012. Isi pokoknya: menyatakan bahwa “ajaran Syi’ah menyimpang dari Agama Islam”. Terkait ajaran Syi’ah Tajul Muluk, justru disebutkan “sebagai bentuk penodaan/penistaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156 huruf a KUHP”.

Tajul Muluk sendiri beserta sejumlah pengikutnya, sudah pula menerima dan berikrar kembali kepada ajaran Islam yang benar. Mereka telah lama kembali ke kampung halaman dan diterima masyarakat dalam suasana kehidupan damai, rukun dan tenang. Lantas apanya yang mau diafirmasi Menag Yaqut?

Apakah penistaan dan penodaan agama (misal, Ahmadiyah yang meyakini Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan kitab sucinya bukan al-Qur’an tapi Tazkirah) itu, yang mau dihidupkan kembali? Diungkit dan diangkat lagi, diakui dan ditegaskan kembali agar terjadi kegaduhan? Entahlah, jika memang Yaqut ditugasi untuk terus membuat kegaduhan?

Karena kegaduhan Yaqut bukan hanya berhenti pada seruan Selamat Natal dan afirmasi Syi’ah-Ahmadiyah saja. Baru setelah diumumkan (belum dilantik), Yaqut sudah dipuji-puji pendukungnya karena  tegas: “Saya akan menjadikan Islam sebagai “Inspirasi” bukan “Aspirasi”. Apa pula maksudnya bro?

Pernahkah Yaqut membaca pendapat jumhur ulama’/fuqaha’ yang memberi ta’rif apa itu Islam? Islam adalah wadl’un ilaahiyun—undang-undang atau ketetapan hukum yang diturunkan Allah Swt. Untuk siapa? Untuk manusia berakal sehat—saa’iqun lazawi al-‘uquuli al-saliimati. Tapi tidak berhenti hanya di akal sehat saja. Sebab, kalau berhenti hanya dalam pikiran, namanya renungan atau ilham, atau dalam bahasa Yaqut “insprasi”.

Ada tindak lanjutnya bro! Yakni, setelah masuk di akal sehat, lalu dijalankan dengan ihtiar atau upaya yang terpuji menuju kesejahteraan dunia dan akhirat—bi ihtiyaarihimu al—mahmuudi ilaa maa yuslihuhum fii ma’aasyihim wa ma’aadihim. Inilah cita-cita (aspirasi) yang harus dilaksanakan setelah mendapat inspirasi dari sumbernya: al-Qur’an dan al-Hadits. Jadi, Islam itu diperuntukkan manusia berakal sehat meliputi “inspirasi” sekaligus “aspirasi”. Dan mereka yang memaknai Islam hanya sebagai ‘inspirasi’, sama halnya akalnya tidak komplet atau tidak sehat.

Indonesia bisa merdeka karena inspirasi sekaligus aspirasi bapak pendiri bangsa. Pertempuran 10 November 1945 — “Hari Pahlawan”– yang didahului “Resolusi Jihad NU” itu, juga inspirasi sekaligus aspirasi para ulama pejuang. Bahkan Kemenag RI merupakan inspirasi sekaligus aspirasi umat Islam. Anda menjadi Menag, juga aspirasi prerogatif Presiden Jokowi, yang juga tokoh muslim berpengaruh di dunia (peringkat 12) dari 500 tokoh muslim se-jagat—versi Lembaga Pusat Studi Islam Strategis Kerajaan Yordania. Lha kok Yaqut  malah berambisi menjadikan Islam inspirasi bukan aspirasi, dapat pesanan dari mana Qut?

Terbaru, Yaqut juga tak Ingin populisme Islam berkembang luas. Alasannya, karena “populisme Islam menggiring agama menjadi norma konflik. Siapapun yang berbeda keyakinan, dianggap musuh. Populisme Islam ini harus diperangi, tidak boleh berkembang luas,” kata Yaqut dalam acara webinar lintas agama, Ahad, 27 Desember 2020.

Maklum, sejak lama Yaqut memang “jualan” radikalisme Islam harus ditumpas habis. Kebenciannya terhadap HTI dan FPI sudah sampai ubun-ubun. Dalam berbagai pertemuan internal Ansor misalnya, ia selalu menganjurkan untuk memerangi Islam radikal atau Islam garis keras. Menurutnya, Islam radikal sangat berbahaya karena bertujuan mengganti Pancasila dengan Islam.

Kalau komunis mengusung RUU HIP bagaimana qut Yaqut? “Komunis sudah mati, sudah menjadi bagian sejarah masa lalu, yang berbahaya itu Islam radikal,” katanya dalam sebuah pertemuan.

Persis kakak kandungnya, Yahya Cholil Staquf, yang juga bikin kontroversi terkait PKI. “Sebagaimana NU, Muhammadiyah dan Masyumi adalah kekayaan peradaban Islam nusantara, begitu pula PNI, PKI dan Murba,” kicau Yahya di akun Twitternya @Staquf. Nah, jadi, bagi Yahya, PKI itu kekayaan peradaban Islam nusantara.

Islam radikal, Islam intoleran, Islam garis keras dan Islam teroris inilah yang, sejak dulu, menjadi barang “dagangan” kakak beradik, Yahya dan Yaqut Cholil serta beberapa tokoh NU yang bernafsu pada kekuasaan, harta dan tahta. Memang laku keras di kalangan islamophobia dan rezim berkuasa. Tapi umat Islam sudah pada muak, dan banyak peneliti asing tidak tertarik dan tidak percaya terhadap agen  yang “jualan” stigmatisas Islam itu.

Bahkan aktivis HAM asal Papua, Natalius Pigai, mengkritik keras pejabat yang seolah peduli pada kehidupan beragama. “Di negeri ini tidak ada Islam intoleran, tidak ada Islam radikal, tidak ada Islam teroris. Yang ada adalah cara pandang pemimpin yang intoleran dan radikal,” tegas Pigai dalam akun twitter pribadi @Natalius Pigai2, Senin (28/12/2020).

Meski dianggap basi dan tidak laku di kalangan umat beragama, keanehan dan kontroversi Yaqut, akan terus diproduksi. Entah setelah ini apalagi yang akan dilontarkan, karena memang orang seperti Yaqut inilah yang, kata M. Qodari, dikehendaki Jokowi untuk menghantam kelompok Islam tertentu yang dianggap berseberangan dengan pemerintah.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indobarometer, M. Qodari, juga mengenal Yaqut selama keras kepada kelompok Islam tertentu (HTI dan FPI—red). “Itu yang dicari presiden dari Yaqut. Bahwa selama ini Yaqut dikenal keras kepada kelompok Islam tertentu yang sekarang berhadapan dengan pemerintah. Jadi kuat, kuat pertarungan ideologi, head to head gitu,”ucap Qodari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (22/12/2020).

“Keanehan dan kontroversi itu akan terus dibuat susul menyusul. Meski sudah banyak tokoh bangsa yang mengingatkan, seperti misalnya, mantan Wapres Jusuf Kalla mulai bicara tentang defisit APBN, ekonom senior Rizal Ramli menyorot rezim tidak becus, kinerja payah tapi otoriter, ekonomi rusak dan korupsi sistemik. Terbaru Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) budayawan dan tokoh nasional ini memberi sinyal: ‘Kalau Habib disakiti, Allah tabuh genderang perang’. Tapi peringatan itu pun tidak bakalan didengar penguasa,”kata Ki Ismoyo. Kenapa?

“Karena, semua yang aneh-aneh dan kontroversal itu, sudah merupakan skenario langit dan kehendak Sang Maha Pencipta untuk mengakhiri orde kezaliman,” ujarnya sembari menambahkan: “masih banyak peristiwa aneh dan ketidak-adilan yang dipertontonkan. Termasuk perlakuan tidak adil terhadap Habib Rizieq Shihab.  Rakyat sudah pada tahu dan ikut merasakan.” Tapi sebaiknya kita bahas dan diskusikan pada edisi berikutnya.

*Choirul Anam, adalah Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah). Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry