Keterangan foto kemenpppa.go.id

SURABAYA | duta.co – Kekerasan di dunia pendidikan, betul-betul memperihatinkan. Membaca rilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) perihal kematian santri Pesantren Gontor, AM (17 tahun) sungguh memilukan.

Menurut KemenPPPA AM meninggal setelah mendapat perlakuan kasar, tendangan di bagian dada dari santri lain, hingga terjungkal, dan kejang.

KemenPPPA menyebutkan, temuan ini berdasarkan koordinasi melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dengan DP3AK Provinsi Jawa Timur dan Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo.

“Kami sangat menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh sesama santri di Pondok Pesantren Gontor sehingga menyebabkan korban meninggal dunia. KemenPPPA akan memantau dan melakukan koordinasi dalam memastikan segala bentuk pendampingan yang dibutuhkan oleh para korban serta keluarga korban,” tegas Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA dalam keterangannya di laman resmi KemenPPA, Kamis (8/9/22).

Masih menurut Nahar, insiden nahas itu terjadi usai digelarnya kegiatan Perkemahan Kamis-Jumat (Perkaju) di Pondok Pesantren Gontor pada 18-19 Agustus 2022 lalu. Kala itu tiga orang, yang kemudian jadi korban kekerasan diminta oleh koordinator bagian perlengkapan Perkaju untuk mencari pasak tenda yang hilang hingga ditemukan.

Korban juga harus mengembalikan benda itu ke bagian perlengkapan dengan tenggat pada 22 Agustus 2022. Namun, pasak yang hilang itu, tak kunjung ditemukan korban pada pukul 06.00 WIB hingga tanggal yang telah ditentukan.

“Menanggapi laporan tersebut, salah satu terlapor memberikan hukuman berupa pukulan dengan tongkat pramuka kepada dua orang korban di bagian paha. Kemudian, datang terlapor lainnya menendang dada korban AM hingga jatuh terjungkal kemudian kejang,” jelas Nahar.

Menyaksikan semua itu, AM langsung dilarikan ke Rumah Sakit Yasyfin Gontor dan dinyatakan sudah meninggal pada pukul 06.30 WIB. Pihak rumah sakit memberikan keterangan bahwa korban AM mengalami kelelahan usai kegiatan Perkaju.

“Setelah mendapatkan laporan, Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo langsung berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ponorogo beserta pihak Pesantren terkait penanganan kasus dimaksud. DP3AK Provinsi Jawa Timur pun melakukan penjangkauan ke Pondok Pesantren Gontor. Terkait proses hokum, ditangani Polres Ponorogo,” jelas Nahar.

Lebih lanjut, para penyidik dari Polres Ponorogo telah melaksanakan pra rekonstruksi. Dimulai dari tempat kegiatan Perkaju hingga Rumah Sakit Yasyfin Gontor. Penyidik terus mendalami kasus tersebut. Nahar juga menuturkan dua orang korban lainnya saat ini telah mendapatkan perawatan secara fisik juga psikologisnya.

“Kami berharap, kasus ini terus diusut hingga menemukan titik terang dan para korban, terutama korban AM, mendapatkan hak dan keadilan,” tuturnya.

Ia pun mengingatkan, agar orang tua sepatutnya melakukan pengawasan terhadap proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Ia berharap orang tua tidak menyerahkan sepenuhnya pengawasan tersebut terhadap lembaga pendidikan.

“Ini (untuk) mencegah anak dari perilaku menyimpang dan juga mampu mendeteksi kelainan pada tumbuh kembang anak. Semua orang berperan dalam pola pengasuhan positif untuk anak,” kata dia.

Nahar juga mengutip siaran pers yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Gontor pada 6 September 2022, diketahui bahwa para terlapor telah dikeluarkan dan dikembalikan kepada orang tua masing-masing. Kendati begitu, ia berharap masyarakat tidak takut melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan di sekitarnya.

“Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. KemenPPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada SAPA129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry