“Ingat! Rakyat Indonesia tidak bisa dihadapi dengan represif, apalagi menggunakan kekerasan. Pasti akan terjadi perlawanan yang bisa berakibat fatal.”
Oleh : Zulkifli S Ekomei
PANDEMI Covid-19 telah menimbulkan bencana luar biasa. Selain jatuhnya korban meninggal, seperti dokter, perawat – yang harus berada di Rumah Sakit – dan. itu hampir merata di seluruh belahan dunia.
Setiap negara yang rakyatnya menjadi korban, tentu, mengambil langkah sendiri-sendiri demi menyelamatkan nyawa rakyat sekaligus memutus rantai penularan.
Khusus Indonesia yang, tadinya (para pejabatnya) terkesan meremehkan Pandemi ini, bahkan ada yang melontarkan candaan, akhirnya harus menanggung akibat dengan tidak siapnya mereka mengatasi dampaknya.
Hal ini terlihat dari miskordinasi antapejabat, baik pusat maupun daerah, Baik presiden dengan bawahannya. Akhirnya, muncullah ide-ide aneh yang menyinggung perasaan rakyat.
Misalnya, rencana pembebasan para narapidana korupsi, rencana membeli obat malaria yang (konon) kata presiden manjur mengobati Covid-19. Rencana lockdown yang justru ditanggapi dengan Darurat Sipil. Karena banyaknya kritik, lalu diganti Karantina Wilayah, atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga menimbulkan kesan seperti bingung sendiri dengan banyaknya istilah.
Ketidaksiapan ini makin terlihat dengan keputusan yang berubah-ubah, inkonsistensi pada tindakan di lapangan. Ditemui ada polisi yang marah-marah pada warga yang sedang menggelar hajatan pesta pernikahan, tapi di sisi lain paradox. Seperti anjuran tidak melakukan selebrasi, mengundang banyak orang, ujungnya dilanggar sendiri oleh salah satu petinggi polisi, yakni pesta pernikahan perwira polisi di salah satu hotel mewah, dihadiri Wakapolri sebagai undangan. Ini membuat daftar panjang insubordinasi karena melanggar Maklumat Kapolri.
Sementara itu, korban sudah banyak berjatuhan, termasuk teman sejawat penulis para dokter yang berjuang di garda terdepan. Salah satu penyebabnya adalah kurang tersedianya alat pelindung diri atau APD yang dibuat seadanya, misalnya dengan memakai jas hujan.
Sedangkan pemerintah tidak bisa menyusun skala prioritas dalam menghadapi pandemi ini. Biaya proyek yang seharusnya bisa dialihkan, seperti biaya pindah ibukota demi menyelamatkan bangsa – sebagai bagian dari melindungi segenap bangsa Indonesia teruang dalam pembukaan UUD’45 – juga tidak dilakukan.
Rakyat terkesan berjalan sendiri untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. Ada krisis kepercayaan pada pemerintah, karena keputusannya berubah-ubah. Ini masih disusul oleh sikap rakyat yang lebih ‘radikal’. Ada yang tidak mau menerima jenazah warganya yang meninggal karena terinfeksi virus Corona. Padahal, logikanya, kalau virus Corona ini tertular lewat droplet, seharusnya hal ini tidak perlu ditakuti, karena mayat tidak mungkin batuk atau bersin.
Kepanikan luar biasa terjadi di masyarakat, sangat mengganggu aktivitas keseharian mereka untuk mencari nafkah dalam rangka menyambung hidup. Kepanikan ini dikhawatirkan akan mencapai puncaknya menjelang lebaran mendatang, karena kita mempunyai tradisi mudik lebaran.
Dengan maksud memutus rantai penularan, maka, pemerintah menghimbau tidak mudik. Pemerintah bisa memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama dan relawan sosial untuk melakukan edukasi yang dibutuhkan.
Ingat! Rakyat Indonesia tidak bisa dihadapi dengan represif, apalagi menggunakan kekerasan. Pasti akan terjadi perlawanan yang bisa berakibat fatal. Pemerintah seharusnya melakukan pendekatan secara persuasif dengan menyampaikan informasi edukasi, bahwa, pandemi ini sebuah persoalan bersama dan harus dihadapi bersama. Ajak mereka bekerjasama memutus rantai penularan, minimal akan menulari keluarga besarnya kalau mereka memaksa untuk mudik.
Barangkali sekarang bukan saatnya berdebat tentang banyaknya istilah karena kepanikan pemerintah. Seperti lockdown, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), social distancing, physical distancing atau apalagi istilah yang dipakai. Karena point pencegahan penularan itu ada di beberapa titik. Maka sarannya adalah:
- Menjaga Jarak alias Social Distancing. Mengapa harus menjaga jarak ? Karena jika virus masuk ke dalam tubuh terutama jalan nafas, virus akan berkembang biak selama 14 hari. Dan siapa yang terinfeksi berpotensi menyebarkan virus ke orang lain selama virus masih berkembang biak di tubuhnya. Tetapi jika virus di luar tubuh, misal di udara umurnya sekitar 8 jam, dan jika melekat di benda mati, waktunya akan sedikit lebih lama. Jadi jangan biarkan virus masuk ke dalam tubuh kita agar rantai penyebaran terputus.
- Cuci tangan dan jaga kebersihan.
- Pakai masker dan pelindung tubuh lainnya.
- Perkuat Daya Tahan Tubuh. Ini bisa ditopang dengan asupan makanan yang bernutrisi, rajin konsumsi tumbuhan herbal berkhasiat, empon-empon, cukup konsumsi vitamin D dengan berjemur, vitamin C di buah-buahan, cukup minum air putih, hati yang gembira, tenang dan tentram, serta bertawakal kepada Allah. Karena apa pun yang terjadi tidak pernah luput dari pengawasanNya. Kemampuan kita hanyalah berusaha, selebihnya bersandar kepadaNya…La haula wala quwwata Illa Billah.
Semoga kita semua terhindar dari segala bala’ penyakit, dan segala yang menyebabkan sakit, yang sakit semoga segera disembuhkan, disehatkan dan dikuatkan. Aamiin…
“Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia”.(QS Al-Maidah – 32)
Mari Kita Putus Rantai Penyebaran Virus Corona
*#JanganTulariKeluargamu*