“Rupanya New World Order tidak berhenti mengacak-ngacak UUD1945 dengan amandemen saja. Sekarang masuk lebih dalam lagi. Mereka menghabisi Pancasila melalui partai, mengubah Pancasila menjadi Trisila, Ekasila, Gotong Royong.”

Oleh : Prihandoyo Kuswanto*

KETIKA UUD1945 diamandemen, lalu dipertuhankannya liberalism dan kapitalisme, maka, Pancasila menjadi bualan para elit dan pemimpin negeri ini.

Pancasila cukup dikeramatkan, dan tidak lagi menjadi ideologi bernegara. Mengapa? Sebab konsep Pancasila sebagai sistem kolektivisme dalam berbangsa dan bernegara sudah ambyar, mereka ganti dengan individualismw, liberalism dan kapitalisme.

Kapitalisme merasuki semua otak para elit politik ini, sebab tanpa uang, tidak mungkin bisa masuk pada kelompok para komprador. Semua diukur dengan uang, apalagi detak politik yang ada, baru bisa tuntas dengan jargon hanya ‘wani piro’. Semua ada bandrol, uang.

Kita tidak pernah lagi mendengar para elite berbicara konsep pendidikan, tidak tertarik dengan dampak social, seperti dulu kita sering baca kajian-kajian cerdas di LP3S. Atau analisa pakar sosial seperti Prof Selo Sumarjan atau celotehan Mr Regen-nya Umar Kayam, atau pikiran-pikiran cerdas Kunto Wibisono. Semua sudah tidak ada.

Kita tidak lagi mendengar perdebatan Prof Emil Salim terhadap Analisa Dampak Lingkungan akibat perambahan hutan. Walhasil, bangsa ini sudah menjadi super dungu dan tidak mampu membangun peradabannya.

Padahal bangsa ini adalah bangsa yang pernah besar, sebesar Majapahit dan Sriwijaya yang penuh dengan karakter sebagai bangsa raksasa.

Misal, pada 30 September 59 tahun silam di Gedung PBB, New York, Amerika Serikat terjadi peristiwa penting yang bukan saja bergetar bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bangsa dunia.

Pada hari itu, presiden pertama Republik Indonesia, Ir Sukarno atau yang biasa akrab kita sapa Bung Karno, berkesempatan menyampaikan gagasan di depan para pemimpin-pemimpin negara di PBB.

Pidato yang berjudul To Buid The World A New (Membangun Dunia Kembali) dengan durasi sekitar 90 menit itu, telah menggemparkan dunia. Saat itu Pancasila telah menjadi musuh utama New World Order. Dengan lantang Bung Karno mengatakan
“To Build The World A New”. Pancasila sebagai dasar paradikmatika.

Pidato ini menantang New World Order. Itu sebabnya Bung Karno ditarget jatuh (dari kekuasaan) setelah Kennedy terbunuh. Bung Karno pun beberapa kali menghadapi percobaan pembunuhan, tetapi, Alhamdulillah, tidak berhasil.

Nah, rupanya melalui PKI dengan peristiwa G30S/PKI, berhasil menumbangkan kekuasaan Soekarno .

Setelah era Orla, mereka ini memanfaatkan pemerintahan Pak Harto. Tetapi rupanya Pak Harto juga pinter. Dia nurut saat awal kekuasaannya, tetapi mulai sedikit mbalelo setelah Indonesia mulai kuat.

Skenario Global

Puncaknya pada 1996, saat Pak Harto menolak skenario global yang menjadi skenario World Bank, IMF dan AS. Maka tidak  ada jalan  lain, Pak Harto pun harus jatuh dari kursi presiden.

New World Order rupanya tidak berhenti di situ. Mereka menggunakan perang pemikiran terhadap Pancasila. Yang mereka lakukan adalah mengacak-acak UUD1945 melalui amandemen. Empatr kali sudah amandemen dilakukan mengubah sistem kolektivisme menjadi Individualisme, liberalism dan kapitalisme.

Lalu, mengubah sistem MPR menjadi Presidensial. Pancasila tidak lagi menjadi ideologi Negara, sebab tidak mungkin Pancasila berbanding luruh dengan sistem Presidensial yang basisnya individualism, yang mana kekuasaan menjadi rebutan melalui suara terbanyak. Yang ada, adalah kalah atau menang dalam pertarungan .

Cuplikan Sidang BPUPKI

“Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pcertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule.

Keadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.

Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.

Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja.

Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan.

Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.

Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe?

Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan.

Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.

Toean-toean jang terhormat. Sebagai tadi poen soedah saja katakan, kita tidak boleh mempoenjai faham individualisme, maka djoestroe oleh karena itoelah kita menentoekan haloean politik kita, jaitoe haloean ke-Asia Timoer Rajaan.

Maka ideologie ke-Asia Timoer Raja-an ini kita masoekkan di dalam kenjataan kemerdekaan kita, di dalam pemboekaan daripada oendang-oendang dasar kita……..

Toean2 dan njonja2 jang terhormat.

Kita rantjangkan oendang-oendang dasar dengan kedaulatan rakjat, dan boekan kedaulatan individu.

Kedaulatan rakjat sekali lagi, dan boekan kedaulatan individu.

Inilah menoeroet faham panitia perantjang oendang-oendang dasar, satoe-satoenja djaminan bahwa bangsa Indonesia seloeroehnja akan selamat dikemoedian hari. Djikalau faham kita ini poen dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itoe akan memberi djaminan akan perdamaian doenia jang kekal dan abadi.

…………. Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita. Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian:

Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet.

Sadarkah Kita?

Amandemen UUD1945 telah mengubah pikiran para pendiri negeri ini, awalnya negara berdasarkan atas kekeluargaan, kebersamaan, kolektivisme. Lalu berubah menjadi individualisme, liberalisme, kapitalisme .

Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enam belas) bab dan 37 pasal. Ini masih ada tambahan aturan peralihan yang terdiri dari 4 (empat) pasal dan aturan tambahan.

Karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 berdasarkan atas sistem kekeluargaan, maka segala pasal-pasal itu harus selaras dengan sistem. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga ke luar. Sehingga politik luar negeri Indonesia harus untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa.

Rupanya New World Order tidak berhenti mengacak-ngacak UUD1945 dengan amandemen saja. Sekarang masuk lebih dalam lagi. Mereka menghabisi Pancasila melalui PDIP dengan mengganti Pancasila menjadi Trisila, Ekasila, Gotong royong. Jika UU HIP sudah sah, maka, habis sudah Pancasila. Inilah kemenangan New World Order.

Masalahnya: Apakah  elite di DPR tidak merasa berkhianat pada pendiri negeri ini dan bangsa Indonesia? Tentu saja sejarah akan mencatat rekam jejak mereka. Waallahu’alam bishshawab.(*)

Prihandoyo Kuswanto adalah Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry