Adiyat Priyat Dofir,  mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya menunjukkan hasil karya Rancang Bangun Yang diberi judul Perancangan SMK Inklusif Bidang Pariwisata untuk ABK di Surabaya sebagai untuk tugas akhirnya, Selasa (18/2/2020). DUTA/Wiwiek Wulandari

SURABAYA l duta.co – Fasilitas sekolah khususnya sekolah  menengah kejuruan (SMK) di Surabaya  sangat minim bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Padahal, banyak ABK lulusan SMP sederajad yang ingin melanjutkan ke SMK dengan harapan bisa memiliki keterampilan yang bermanfaat untuk masa depan mereka.

Apalagi ABK yang hendak lulus SMP di Kota Surabaya ini dari tahun ke tahun sangat banyak jumlahnya. Pada 2018 jumlahnya sekitar 234 ABK.

Dan jumlah lulusan ini akan meningkat dan pada 2020/2021 jumlahnya diprediksi mencapai 395 anak.  Sayangnya minimnya sekolah lanjutan yang mewadahi ABK membuat hanya 30 persen ABK yang bisa diterima di sekolah lanjutan.

Hal ini membuat Adiyat Priyat Dhofir mahasiswa Arsitektur Universitas  17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mendesain SMK Inklusif Bidang Pariwisata Untuk ABK di Surabaya.

” Istri saya pendamping ABK,  jadi saya paham perjuangannya mendampingi ABK di SMP untuk bisa melanjutkan sekolah sangat sulit.  Selain banyak syaratnya,  hanya ada ada 4 SMA dari 23 SMA negeri dan 3 SMK dari 10 SMK negeri yang menerima ABK,” ujar Adiyat.

Dengan kebutuhan pendidikan vokasi sebagi bekal ketrampilan ABK,  maka SMK  bidang Pariwisata  menurut Adiyat sangat ideal untuk ABK.

SMK Inklusif yang dirancang Adiyat ini harus bisa memberikan kemudahan aksebilitas dalam ruang atraktif. Setidaknya ada empat program keahlian yang diberikan yakni pariwisata, tata busana, tata boga dan kecantikan.

Dalam desain Adiyat ini, masing-masing jurusan itu diberikan satu gedung yang maksimal ada tiga lantai. Di lantai satu adalah ruang praktik, lantai dua ruang kelas dan lantai tiga ruang umum seperti perpustakaan, kaboratorium.

Di dalam satu gedung itu, ada akses yang memudahkan disabilitas untuk bergerak.  Ada akses bagi disabilitas yang menggunakan kursi roda dan memberikan keamanan bagi disabilitas yang aktif bergerak.

Selain itu, antar gedung diberikan akses koneksi agar para siswa ABK ini tidak turun naik untuk mendatangi satu gedung ke gedung yang lain. Terutama di lantai dua dan tiga. Sehingga semua akan mudah diakses siswa.

“Namun biasanya, ABK yang bisa masuk ke sekolah inklusi itu mereka yang  tidak terlalu parah. Misalnya yang autis ringan, tunagrahita ringan, tuna rungu, tuna wicara dan keterlambatan belajar. Kalau yang parah biasanya ke sekolah luar biasa. Tapi akses bagi mereka saya siapkan,” jelasnya.

“Di SMK inklusif butuh 1,5 kali lipat luasan dibandingkan yang reguler. Karena anak ABK biasanya butuh alat bantu dalam pembelajarannya makanya butuh lahan sekitar 2,9 hektar, ” papar alumnus SMA IPIEMS ini .

Dikatakan Adiyat,  sekolah untuk ABK ini membutuhkan lahan yang lebih luas karen di desain khusus untuk memudahkan ABK beraktivitas.

Seperti penataan ruang kelas yang berdekatan dengan ruang praktek.  Sehingga mobilitas ABK menjadi lebih mudah.  “Makanya satu gedung dipusatkan untuk satu jurusan,  jadi tidak perlu jauh-jauh untuk praktek  setelah belajar materi,” lanjutnya.

Selain merancang sekolah,  Adiyat juga telah mencari lahan yang ideal untuk dijadikan SMK Inklusif,  yaitu di area Rungkut  yang masih memiliki lahan kosong cukup luas.

Adiyat merancang gedung ini sebagai sebuah kewajiban untuk menuntaskan pendidikan sebagai sarjana teknik arsitektur di Untag Surabaya. end/ril

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry