Mahasiswa Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya, Wenny Friskillia menunjukkan proses pembuatan kerajinan tangan yang berbahan dasar ampas tebu di  Kampus Ubaya Tenggilis Surabaya, Rabu (8/1/2020). DUTA/Wiwiek Wulandari

SURABAYA l duta.co – Mahasiswi Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (FIK Ubaya) mengubah ampas tebu jadi souvenir khas Indonesia. Souvenir berbentuk permainan tradisional Indonesia dari beberapa daerah ini merupakan karya tugas akhir milik Wenny Friskillia.

Wenny Friskillia membuat dan menjelaskan proses pembuatan souvenir dari bahan ampas tebu langsung dari pedagang yang didatangkan ke kampus Ubaya Tenggilis, Rabu (8/1/2020).  Ampas tebu yang disulap menjadi produk souvenir bagi wisatawan domestik dan mancanegara serta buah tangan ini diberi nama ‘Nebu’.

Kata ‘Nebu’ diambil ketika dirinya sedang proses menganyam tebu menjadi sebuah produk. Wenny Friskillia menjelaskan bahwa karyanya merupakan souvenir yang dibuat dengan teknik anyaman dari bahan utama ampas tebu.

Kekhawatiran dirinya melihat ampas tebu yang terbuang dari pedagang minuman es tebu menginspirasi mahasiswi yang gemar menggambar ini untuk mengolah limbah tersebut menjadi produk yang bernilai jual dan berguna bagi masyarakat.

Dikatakan Wenny, saat itu dia sedang menganyam dan membuat produk dari ampas tebu. Kemudian temannya bertanya, sedang melakukan apa. Dijawab Wenny nebu.

“Itulah mengapa saya mengambil kata Nebu untuk produk ini. Saya juga telah melakukan wawancara dengan beberapa pedagang minuman es tebu, menurut mereka ampas tebu sebagai sampah atau limbah akan dibuang secara langsung karena menimbulkan bau jika dibiarkan terus menerus. Saya mulai bereksperimen dan yakin bahwa ampas tebu yang memiliki kandungan selulosa bisa menjadi peluang untuk dibuat suatu produk,” ungkap alumnus SMAK Kolese Santo Yusup Malang.

Ide awal bentuk pembuatan souvenir ini diambil dari permainan tradisional di Indonesia. Permainan tradisional khas daerah tersebut dipilih berdasarkan hasil riset dan pilihan masyarakat. Permainan tradisional pertama yaitu lompat batu dari Nias, Sumatera Utara.

Pemuda Nias yang berhasil melompati batu setinggi 40 cm menandakan bahwa dirinya sudah dewasa. Selanjutnya, permainan tradisional kedua yaitu Geulayang Tunang – Layang Kleung dari Banda Aceh, Aceh. Layangan yang biasanya dimainkan sebagai hiburan masyarakat Aceh setelah musim panen ini berbentuk elang dan paling banyak digemari oleh remaja maupun dewasa.

Berikutnya, permainan tradisional ketiga yaitu Layang Kaghati dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Kaghati adalah permainan layang-layang khas suku Raha, Sulawesi Tenggara yang telah dimainkan sejak 4000 tahun lalu. Aslinya layang-layang kaghati terbuat dari 100 daun gadung atau daun kolope yang telah dikeringkan.

Permainan tradisional keempat adalah Kapal Jong dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Kapal Jong merupakan permainan yang mengandalkan kekuatan angin untuk menggerakkannya. Terakhir adalah permainan tradisional Kapal Sandeq dari Mamuju, Sulawesi Barat. Sandeq adalah perahu layar bercadik khas suku Mandar yang dimainkan oleh para nelayan dan sering diperlombakan dalam berbagai perayaan.

Proses pembuatan satu karya produk membutuhkan waktu selama dua hari. Awal pembuatannya dilakukan dengan mengeringkan ampas tebu terlebih dahulu di tempat yang teduh. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan air tebu dan mengurangi bau tidak sedap pada produk. Setelah itu, ampas tebu yang awalnya berwarna hijau akan berubah menjadi warna putih gading.

Ampas tebu mulai dipilih serta ditipiskan dengan alat potong sehingga memiliki ukuran tinggi dan ketebalan yang sama untuk dianyam menjadi bentuk permainan tradisional daerahnya. Bahan tambahan yang digunakan selama proses pembuatan adalah kawat dan lem agar produk terlihat kokoh dan berdiri tegak. Satu karya produk yang dibuat Wenny Friskillia dibanderol dengan harga Rp. 250.000 per buah.

 “Jika ditotal secara keseluruhan maka pengerjaan lima karya ini membutuhkan waktu 10 hari. Tantangan tersulit yang dihadapi adalah harus sabar menipiskan dan memotong ampas tebunya. Ukuran yang dibuat harus sama, agar tidak patah saat dianyam,” kata Wenny Friskillia.

Tidak hanya mengurangi limbah ampas tebu, produk karya Wenny Friskillia juga ingin mengedukasi masyarakat terkait permainan tradisional khas Indonesia. Melalui produk ini, informasi terkait permainan tradisional Indonesia yang dibuat dapat dilihat pada latar belakang produk.

“Saya berharap banyak mahasiswa FIK Ubaya bisa terus berinovasi membuat karya produk yang tidak hanya memiliki nilai estetika dan mengasah kreativitas. Namun juga bisa memanfaatkan limbah sebagai produk yang bernilai jual dan memberikan solusi bagi lingkungan di masyarakat,” pesan Guguh Sujatmiko, S.T., M.Ds. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir sekaligus Ketua Program Studi Desain Produk FIK Ubaya. wik