SURABAYA | duta.co – Ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahaiswa (BEM) UNAIR Surabaya menggelar aksi di depan kantor DPRD Jawa Timur dalam rangka menolak rencana pemerintah dan DPR RI merevisi UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menolak ketua terpilih KPK, pada Jumat (13/9/2019).

Alasan mahasiswa menolak revisi UU KPK karena ada beberapa poin dalam revisi tersebut merupakan bentuk kebodohan yang masif dan terstruktur sehingga cenderung akan melemahkan KPK. Padahal sejak awal dibentuk, KPK merupakan badan yang independen sehingga tak bisa diintervensi oleh siapa pun.

Juru bicara aksi BEM UNAIR Surabaya, Agung Tri Putra mengatakan bahwa ada 6 poin materi revisi yang menjadi sorotan mahasiswa. Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan.

Kedua, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun, pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

“Keempat, didalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan korupsi, setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggara negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan,” kata ketua BEM UNAIR.

Selanjutnya yang kelima adalah KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang. Dan terakhir (keenam), KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 tahun.

Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut bila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan atau berdasarkan putusan praperadilan.

Selain menyoroti materi revisi UU KPK, BEM Unair juga menolak ketua terpilih KPK, Irjen Pol Firli Bahuri. Pasalnya, ada temuan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli saat masih menjabat Deputi Penindakan di KPK yang dinyatakan oleh Saut Situmorang selaku Wakil Ketua KPK saat itu.

Dugaan itu adalah sebagai berikut; Firli disebut pernah bertemu dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang yang dilakukan sebanyak dua kali. Padahal, kala itu KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.

KPK mencatat Irjen Firli pernah menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018. Kemudian, Firli juga disebut pernah mengadakan pertemuan dengan pimpinan partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

“Menanggapai isu ini BEM UNAIR menyatakan sikap bahwa kami Menolak Revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Menolak Ketua KPK yang memiliki rekam jejak pelanggaran kode etik,” tegas Agung.

Usai berorasi sekitar 50 mahasiswa yang menjadi perwakilan massa aksi ditemui dua anggtota DPRD Jatim yakni Tari dari FPDI Perjuangan dan Kuswanto dari FPD DPRD Jatim di ruang Banmus DPRD Jatim.

Dalam pertemuan itu, Kuswanto sangat mengapresiasi perjuangan ekstra parlemen yang dilakukan mahasiswa sebagai fungsi kontrol terhadap pemerintah sekaligus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah yang sedang dihadapi pemerintah dan bangsa Indonesia.

“Saya yakin kalau mahasiswa di seluruh Indonesia terus berjuang menyampaikan aspirasi baik yang menolak maupun mendukung pasti akan menjadi pertimbangan dalam pembahasan revisi UU KPK di DPR RI,” ujar alumnus S3 UNAIR ini.

Politisi Partai Demokrat ini berharap mahasiswa tidak patah arang ketika perjuangan menolak revisi UU KPK gagal. Sebab masih ada jalan lain yaitu melakukan Judicial Review UU ke Mahkamah Konstitusi. “Kalau memang dibutuhkan nantinya saya siap membantu sekaligus ikut mengajukan Judicial Review ke MK,” tegas mantan staf pengajar Undar Jombang ini.

Senada, Tari dari FPDI Perjuangan menjelaskan bahwa kewenangan membahas revisi UU KPK adalah DPR RI. Karena itu yang dapat dilakukan DPRD Jatim hanyalah menampung dan menyampaikan aspirasi yang masuk ke pimpinan dan selanjutkan pimpinan menyampaikan ke DPR RI dengan tembusan kepada Presiden.

“Setiap ada kebijakan baru pasti akan ada pro dan kontra. Ini bagian dari dinamika yang berkembang di masyarakat karena mereka memiliki pertimbangan dan alasan yang berbeda. Secara pribadi saya juga menolak jika KPK dilemahkan, tapi atas nama wakil rakyat Jatim kami hanya bisa menampung dan menyampaikan aspirasi yang masuk ke pemerintah pusat,” pungkas Tari. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry