SURABAYA I duta.co – Lokalisasi di Surabaya sudah ditutup beberapa tahun silam. Namun, sejumlah persoalan masih mengikuti pasca penutupan. Terutama problem ekonomi warga terdampak masih menjadi persoalan yang belum tuntas. Kondisi ini yang diangkat oleh MUI Jatim dalam webinar bertajuk “Nasib Eks Lokalisasi Pasca Kepemimpinan Bu Risma”.

Menariknya, dalam webinar ini menghadirkan Calon Wali Kota Surabaya Machfud Arifin dan Eri Cahyadi. Sayangnya, Eri tidak hadir sendiri dan memilih mewakilkan kepada Armuji sebagai calon wakil wali kota. Ketidak hadiran Eri ini sempat menjadi pertanyaan mengingat kesibukan apapun masih bisa disela karena acara diskusi dilakukan secara online.

Machfud Arifin yang menjadi pembicara pertama sangat mengapresiasi penutupan lokalisasi di Surabaya. Pemerintah dianggap berhasil menutup lokalisasi. Hanya saja, kegiatan prostitusi di Surabaya belum 100 persen bisa hilang. Ini yang perlu mendapatkan perhatian serius.

“Prinsipnya saya apresiasi kepada pendahulu Surabaya. Cuma siapa yang bisa menjamin prostitusi sudah benar-benar ngak ada. Lokalisasi memang sudah ditutup, tapi prostitusi terselubung masih ada. Banyak dari mereka yang pakai online,” ujar arek Suroboyo asli ini.

Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 2 ini mengungkapkan, penutupan lokalisasi itu ada dampak sosial dan ekonomi yang sampai sekarang belum bisa diatasi dengan baik, terutama dampak ekonomi. Ada banyak warga yang selama itu menikmati ekonomi dari geliat lokalisasi, namun sejak ditutup kehilangan pendapatan.

“Itulah yang harus dicarikan jalan keluar. Mereka yang ber-KTP Surabaya dan orang luar daerah yang tinggal di situ perlu kita latih,” ucapnya.

Mantan Kapolda Jawa Timur ini mengatakan, pemberdayaan ekonomi terdampak harus berkelanjutan. Tidak hanya diberi pelatihan, tetapi juga diberi akses permodalan dan pemasaran. Dengan program ini, maka pembinaan warga terdampak bisa tuntas. “Habis pelatihan, kalau mau kerja apa, ditunggu laporannya ke saya mau kerja apa, jadi tidak hanya konsep, tapi juga eksekusi,” katanya.

Para pemudanya, kata Machfud, juga harus diberi aktifitas yang bisa produktif untuk dirinya dan keluarganya. Hal itu penting agar semua masalah-masalah pasca penutupan bisa terselesaikan dengan baik. Termasuk jika masih ada aktifitas remang-remang di eks lokalisasi, maka perlu ada penindakan tegas.

“Satpol PP nanti itu bukan hanya yang pakai seragam, mereka bisa ngak pakai seragam untuk melakukan pengintaian dan penyelidikan, baru ditertibkan, agar tidak salah sasaran. Pokoknya kalau masih ada yang buka kita segel, itu intinya,” jelasnya.

Lulusan SMPN 1 Surabaya ini mengungkapkan, di eks lokalisasi ada 14 aset Pemkot Surabaya yang bisa dimanfaatkan dengan baik untuk pembinaan warga terdampak. Jika perhatian itu tidak berkelanjutan, maka bisa jadi muncul lagi aktifitas prostitusi di eks lokalisasi.

“Dan juga perlu ada regulasi Perda hiburan malam, tidak boleh ada lokalisasi dekat perkampungan,” tandasnya.

Armuji yang mewakili Eri Cahyadi mengakui, ada dampak terhadap warga atas penutupan lokalisasi. Bahkan, sejumlah warga masih mengaku tidak puas dengan penutupan. “Ada warga yang memang tidak puas dengan penutupan,” ujarnya singkat.

Sementara itu Ketua RT 5 RW 3 Putat Jaya Nirwono Supriadi yang menjadi peserta dalam webinar itu mengungkapkan, masih banyak PR yang belum selesai pasca penutupan lokalisasi Dolly. Terutama warga Putat Jaya yang notabene warga asli yang banyak menggantungkan hidup dari keberadaan lokalisasi.

“Terutama Putat Jaya, ketimbang Dolly yang hanya satu gang dan pengelolannya rata-rata bukan warga sana, jadi yang terdampak betul Putat Jaya,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, pasca penutupan Dolly, Putat Jaya seperti kampung mati. Ekonomi warga hancur dan banyak yang menjadi pengangguran. Memang Pemkot hadir dengan berbagai program yang direalisasikan.

“Contoh warga dikasih pelatihan menjahit, tapi dilakukan beberapa kali saja, setelah itu ngak ada,” terangnya. (azi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry