Dekan FK Unair, Prof. Dr. dr Soetojo (tengah) sangat piawa menggoreng nasi saat lomba di halaman FK Unair, Minggu (27/8). DUTA/endang

Para Dokter FK Unair Lomba Memasak

SURABAYA | duta.co – Siapa bilang dokter hanya piwai menggunakan pisau bedah di atas ranjang operasi. Para dokter yang kebanyakan dokter ahli di Surabaya ini ternyata juga piawai menggunakan pisau dapur. Bukan untuk membedah penyakit pasien, melainkan untuk mengupas bumbu dapur. Itu terlihat saat lomba memasak antar departemen di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Minggu (27/8).

Kampus FK Unair di Jalan Prof Moestopo Surabaya yang biasanya beroma obat-obatan, tidak demikian ketika di Minggu (27/8) pagi. Justru halaman FK Unair sangat sedap dan membuat perut keroncongan. Karena di halaman itu sedang digelar lomba memasak nasi goreng yang diikuti para dokter dari 29 departemen yang ada di FK Unair.

Bukan sembarang dokter. Mereka yang ikut memasak adalah dokter-dokter spesialis bahkan para profesor yang biasa mengajar di depan kelas dan juga biasa melakukan praktik kedokterannya untuk menyembuhkan pasien. Namun, saat itu, semua dokter berubah. Dengan pakaian merah putih, memakai topi chef dan celemek, mereka mengupas bawang, memotong cabai hingga mengulek bumbu-bumbunya.

Suasana heboh terjadi. Bahkan para dokter yang kebanyakan pria ini harus dipandu istri-istrinya. Walau itu dilarang, namun mereka tetap minta bantuan istri. Termasuk dekan FK Unair, Prof. Dr. dr Soetojo yang juga meminta bantuan sang istri. “Iki bawang e dipotong-potong tah, terus dicampur Lombok terus diulek?,” tanya Prof Soetojo kepada istrinya drg, Retnoningtyas.

Dengan ‘sedikit’  panduan itu, tim Prof Soetojo bersama dr Sulis Bayu Sentono, SpOT berhasil menyelesaikan masakannya hanya dalam waktu 10 menit dari 30 menit waktu yang disediakan. Nasi goreng seafood itu mereka berinama nasi goreng 17 Agustusan.

Yang menarik perhatian juri yang diketuai Prof. Eddy Rahardjo.. SpAn(K) adalah nasio goreng milik tim dua pasangan Dr.dr  Joni Wahyuhadi dan Prof. Dr. dr Budi Santoso, SpOG (K). Nasi goreng Merdeka itu berhasil meraih juara pertama dalam ajang lomba ini. “Dokter itu harus menunjukkan kemampuan yang lain. Saya bisa memasak walau tidak pandai,” tukas dr Budi.

Untuk memasak nasi goreng membutuhkan cukup banyak minyak. Namun, untuk menyeimbangkan kolesterol dalam minyak penggunaan bawang harus banyak. Sehingga nasi goreng tidak banyak mengandung kolesterol. “Gizinya juga harus dipertimbangkan, bisa ditambahi sosis, udang dan ayam. Untuk selulose juga bisa ditambahkan sayur-sayuran,” ungkapnya.

Dekan FK Unair, Prof Soetojo mengakui lomba-lomba untuk memeriahkan 17 Agustus itu memang sengaja memilih lomba memasak untuk digelar. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kemampuan dokter yang lain selain memeriksa pasien.

“Selama ini, dokter itu sering kali ke luar negeri sendiri untuk sekolah. Ke luar pulau untuk mengabdi. Selama sendiri itu mereka dituntut untuk bisa memasak, mencuci baju sendiri dan semua hal sendiri. Di sinilah ajang unjuk kemampuan lain yang dimiliki itu,” tukasnya. end