“Biaya hidup dari 30 KK selama 14 hari, jadi total sekitar Rp 21 juta. Akan dialokasikan dari APBDes, tapi dari hasil konsultasi dengan bupati katanya mau di back up,” ujar Pak Kades.

Oleh Hersubeno Arief

“We Know how to bring the economy back to live. What we do not know is how to bring people back to life.”  Demikian Presiden Ghana Nana  Akufo  Addo.

TINDAKAN seorang kepala desa di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah ini patut diacungi jempol.

Keputusan dan tindakannya menghadapi penyebaran wabah Corona, layak ditiru. Dia  bisa menjadi inspirasi bagi para  kepala pemerintahan, termasuk Presiden Jokowi.

Itu kalau mau sedikit rendah hati. Pikiran terbuka, dan yang paling penting berani mengambil tindakan dengan segala risikonya. At all costs.

Seperti diberitakan oleh kompas.com edisi Sabtu (28/3), Pemerintah Desa  Gunungwuled, Kecamatan Rembang, Purbalingga, memutus akses masuk dan keluar satu dusun di wilayahnya.

Satu-satunya jalan masuk ke dusun dipasang portal untuk menghalau semua kendaraan yang lalu-lalang.

Dengan bahasa yang sekarang sedang sangat hits, Pak  Kades bernama Nashiruddin Latif  melakukan lockdown wilayah.

Keputusan yang sangat berani. Tanpa banyak rapat  dan perdebatan, seperti yang terjadi di pusat pemerintahan di Jakarta.

Pak Kades juga tidak merasa perlu mengerahkan para buzzer, menutup mulut penduduk yang beroposisi menentangnya.

Jangan anggap remeh. Di era demokrasi ini,  oposisi juga ada lho sampai di pelosok-pelosok desa.

Keputusan Pak Kades melakukan lockdown total itu karena mendapati seorang warga di sebuah dusun positif Corona.

Warga itu baru pulang dari Jakarta dalam kondisi sakit. Dia sempat dirawat di RSUD dan kemudian diperbolehkan pulang.

Pulang dari rumah sakit, karena suasana warga yang guyub, sanak saudara, para tetangga datang menjenguk.

Padahal petugas rumah sakit sudah mewanti-wanti agar melakukan karantina mandiri selama tiga hari.

Belakangan muncul hasil test swab. Warga tersebut positif Corona. Penduduk desa geger. Khawatir tertular.

“Kami secara mandiri melakukan tracking dengan siapa saja korban ini berinteraksi langsung dan menemukan sedikitnya 90 orang dari 30 Kepala Keluarga (KK) di tiga dusun,” ungkapnya.

Coba perhatikan, betapa tangkas dan tanggapnya pak Kades. Keren banget. Langsung tracking!

Langkah berikutnya, atas desakan warga,   Pak Kades menutup total akses ke Dusun Bawahan, tempat tinggal warga yang dinyatakan positif.

Warga diminta untuk mengisolasi mandiri di dalam rumah hingga 14 hari. Mencegah penyebaran virus agar tidak menjadi wabah. Sementara warga yang lain diminta menjaga jarak dan tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa (social distancing).

Agar warganya tetap fokus dan taat dengan program social distancing, pemerintah desa  menanggung biaya hidup warga yang isolasi mandiri. Tiap kepala keluarga mendapat santunan  sebesar Rp 50 ribu/hari.

“Biaya hidup dari 30 KK selama 14 hari, jadi total sekitar Rp 21 juta. Akan dialokasikan dari APBDes, tapi dari hasil konsultasi dengan bupati katanya mau di back up,” ujar Pak Kades.

Please jangan nilai anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah desa hanya sebesar Rp 21 juta. Angka itu bagi mereka sangat besar. Jangan-jangan menyedot semua anggaran desa.

Pak Kades bersedia mengeluarkan dan berani memutuskan. Untungnya kemudian ada komitmen dari kabupaten,  biaya itu diganti.

Jadilah kehidupan warga kembali tenang. Warga yang dikarantina juga tak perlu khawatir kelaparan, karena dijamin oleh desa.

Sangat Inspiratif

Apa yang dilakukan oleh Pak Kades memberi inspirasi dan pelajaran bagi kita.

Menjadi seorang pemimpin itu harus berani mengambil tindakan. Bersedia dan berani mengorbankan anggaran, karena lebih mengutamakan keselamatan dan nyawa warganya.

Dalam skala yang lebih besar, skala negara, kita juga bisa belajar dari Presiden Ghana Nana Akufo Addo.

Ketika Wabah melanda negaranya, dia bertindak cepat.  Lockdown! Padahal korban yang meninggal “baru” empat orang.

Dia sadar tindakannya akan berpengaruh sangat besar terhadap perekonomian negara.

Bank Ghana memperkirakan pertumbuhan ekonomi mereka akan anjlok.  Hanya sekitar 2.5%.

Padahal selama memimpin Ghana, Akufo cukup berhasil mendongkrak ekonomi negaranya. Dari semula hanya 3.4%, dalam tiga tahun terakhir berhasil dia  kerek menjadi rata-rata 7%.

Ucapannya ketika memutuskan lockdown yang  dikutip di awal tulisan,  viral ke seluruh dunia.

“KITA TAHU BAGAIMANA MENGHIDUPKAN KEMBALI EKONOMI NEGARA. YANG KITA TIDAK TAHU BAGAIMANA MENGHIDUPKAN KEMBALI RAKYAT YANG SUDAH MATI!”

Sangat heroik dan menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. Dia juga tahu memilih mana yang menjadi prioritas.

Ah andai saja Pak Jokowi dan para pemimpin negeri ini mau belajar.

Tidak usah ke Ghana di Afrika yang nun jauh di sana. Cukup datang ke desa Gunungwuled, Purbalingga. Lokasinya relatif tidak jauh dari kampung halaman Pak Jokowi di Solo.

Cerita negara kita  tentu akan berbeda! end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry