“Pemerintah harus melakukan rapid test untuk guru dan petugas sekolah. Langkah ini dilakukan agar memastikan tak ada penularan virus corona dari pihak sekolah.”

Oleh: M. Aminudin

DI TENGAH masih meluasnya Corona Virus Disease (COVID-19) berasal dari China, Menteri Mendikbud Nadiem Anwar Makarim membuat terobosan membuka kembali sekolah. Ini setelah ia mendengar masukan  Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Berita ini disampaikan Mendikbud dalam Rapat Kerja telekonferensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di Jakarta, Rabu (20/5/2020).

Keputusan Mendikbud itu termasuk berani, karena isu yang berkembang di masyarakat pembukaan sekolah, itu pasti melalui tatap muka langsung, dan akan beresiko penularan Covid-19 lebih mudah terjadi, konon di Korsel Ketakutan akan  telah memaksa 251 sekolah di Bucheon Korsel tutup lagi setelah dibuka kembali 3 hari.

Tetapi, dipahami, tidak membuka sekolah juga memiliki dampak sangat besar pada terganggunya kalender akademik dan kemerosotan besar transformasi ilmu pengetahuan dan sain di Indonesia.

Ini dilema besar bagi Kemendikbud untuk berani mengambil keputusan cepat dan resiko yang minimal. Pilihan Mendikbud untuk membuka kembali sekolah dan  Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun 2020  sebenarnya, sudah tepat, karena sejalan dengan perkembangan teknologi di dunia kesehatan harapan untuk sembuh mereka yang tertular.

Hingga tanggal 3 Juni 2020, jumlah yang sembuh jauh lebih banyak daripada yang meninggal. Berdasar data  BNPB  penderita covid 10 sembuh 7,935 yang meninggal jauh lebih sedikit yaitu 1,663. Tetapi kehati-hatian tetaplah perlu dilakukan agar tidak makin memperluas epidemic virus corona.

Mengapa? Karena secanggih apapun temuan di dunia kedokteran akan sulit mengimbangi kecepatan penyebaran virus corona jika terlalu semberono. Dibutuhkan strategi yang jitu agar pembukaan kembali lembaga-lembaga pendidikan bisa meminimalkan resiko penyebaran virus.

Di antaranya langkah yang diambil di antaranya:

Pertama, Membuat JUKLAK tata cara pelaksanaan Penerimaan`Didik Baru (PPDB) di masa darurat Covid-19 Campuran secara daring/ Online, luring/ Offline.

Kedua, PPDB yang dilakukan secara langsung atau secara kehadiran, menerapkan protokol kesehatan itu harus dilaksanakan dengan ketat harus pakai masker, harus ada tempat cuci tangan,  pembersih tangan (hand sanitizer), disinfektan dan seterusnya. Kemudian jaga jarak itu harus dilakukan.

Ketiga, pemutakhiran data kesiapan sekolah di daerah menjalankan protokol kesehatan ketika hadir di sekolah. Untuk dapat melakukannya, pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Sebab, pemerintah daerah yang memiliki data langsung terkait kesiapan sekolah.

Keempat, kata Doni, pemerintah harus melakukan rapid test untuk guru dan petugas sekolah. Langkah ini dilakukan agar memastikan tak ada penularan virus corona dari pihak sekolah. Sehingga, ketika peserta didik masuk bisa dipastikan aman.

Kelima, meminta pemerintah memastikan kesiapan infrastruktur sekolah. Karena perlu penyesuaian pola pembelajaran yang seusai dengan protokol kesehatan covid-19. Misalnya tetap menjaga jarak antara guru dan murid serta antar sesama murid. Konsekuensi dari hal ini adalah penambahan ruang kelas.

Sementara saat ini masih banyak sekolah yang kekurangan ruang kelas. Jadi sebaiknya sekolahan yang tak cukup ruangannya bisa membuat beberapa kali shift atau di bagi lagi bergelombang sekolah pagi dan sekolah sore.

Jika kelima hal itu dilakukan in sha Allah resiko penyebaran virus corona china bisa diminimalisir setelah pembukaan lembaga-lembaga pendidikan kembali dan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun 2020. (*)

Aminudin adalah Peneliti Senior  Institute For Strategic And Development  Studies (ISDS) dan Pengurus Pusat alumni UNAIR.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry